Meskipun
beberapa oknum anggota Banser di Garut dan pimpinan GP. Ansor telah memohon ma’af
atas pembakaran bendera yang mereka yakini sebagai bendera HTI yang terlarang
pada peringatan Hari Santri yang lalu, demontrasi protes atas pembakaran
tersebut tetap saja belum berakhir.
Pihak
pemrotes berpendapat yang dibakar itu adalah berisi kalimat suci yang dijunjung
tinggi oleh semua umat Muslim secara universil. Sementara aparat keamanan dan
aparat pemerintah, nampaknya mewaspadai pengibaran bendera tsb. jangan-jangan
sebagai upaya dari kelompok-kelompok yang ingin mengganti NKRI yang berdasar
Pancasila dengan dasar lain. Apalagi, bendera tesebut pernah digunakan oleh HTI
yang sudah terlarang berdasarkan keputusan Pengadilan.
Penulis
meyakini para pemrotes sebagaian besar masih mencintai RI yang berdasarkan
Pancasila, ber- Bhineka Tunggal Ika dan berbendera Merah Putih. Negara yang
telah didirikan para tokoh sepuh Bangsa ini seperti Bung Karno, Bung Hatta,
para tokoh agama seperti pendiri NU, KH. Hasyim Asy’ari, KH.Abdul Wahab
Hasbullah dan pendiri Muhammdiyah KH. Ahmad Dahlan dan lain-lain. Bahkan jauh
sebelumnya telah diikrarkan oleh para pemuda pejuang bersenjata tanggal 28
Oktober 1928 seperti dikenal dalam Sumpah Pemuda..
Lalu
para lasykar dan prajurit yang ribuan gugur dalam mempertahankan kemedekaan,
termasuk Jenderal Sudirman yang sedang sakit, rela berjuang di hutan dan
dikejar-kejar Belanda. Makanya mengherankan, kalau ada mantan peewira tinggi
TNI yang meramalkan NKRI Pancasila akan bubar sekitar 30 tahun lagi. Herannya
lagi, seorang mantan panglima TNI sampai berujar, bahkan bisa bubar lebih cepat
lagi !
Kalau
saja Jendral Sudirman atau para pencetus Sumpah Pemuda tahun 1928 mendengar ucapan itu mereka akan marah besar.
Masakan mereka mau korbankan jiwa mereka hanya untuk negara RI berusia sekian
tahun ! Sering kita dengar impian para pejuang kemerdekaan dalam lagu-lagu perjuangan, tujuan mereka
adalah mewujudkan negara Republik
Indonesia yang Ækekal ! Yakin, kalau toh ada yang bermaksud mengkhianati
keputusan dan pengorbanan para sepuh tokoh-tokoh di atas, tentu hanya
segelintir orang.
Kembali
pada bendera tauhid, hemat penulis tidak apa-apa dikibarkan, sepanjang tidak
dimaksudkan untuk menggantikan bendera kebangsaan Merah Putih. Caranya, adalah
pada acara-acara khusus seperti hari-hari raya keagamaan seperti hari Santri
yang lalu bendera Tauhid dikibarkan bersanding dengan Merah Putih.
Sebetulnya akan lebih baik, bila untuk hari
Santri ada bendera khusus Santri. Didalamnya, selain kalimat suci Tauhid, juga
ada gambar pesantren / sekolah, ada simbol kecil merah putih atau pita Bhineka
Tunggal Ika.
Adalah
lazim pengibaran dua bendera bersanding. Ketika ada pemimpin negara sahabat
bertamu, kita menaikkan kedua bendera kebangsaan. Hal sama bila ada hajatan
internasional,seperti Asian Games dan juga organisasi-organisasi olahraga,
kesatuan-kesatuan TNI/POLRI bahkan juga
daerah Propinsi. Lazim bendera-bendera tersebut dikibarkan, namun tetap
bersanding atau sedikit di bawah bendera Merah Putih. Beda misalnya, kalau kita
tiba-tiba menemukan ada bendera negara asing berkibar sendirian di wilayah
teritorial Indonesia. Sama seperti pengibaran bendera Bintang Kejora tanpa
Merah Putih. Atau bendera GAM tanpa Merah Putih. Patut ditolak. ***