Showing posts with label ASN. Show all posts
Showing posts with label ASN. Show all posts

Tuesday, November 3, 2020

Prihatin, Pelayayan Surat Kematian yang Tanpa Hati

 Membaca berita tentang buruknya pelayanan terhadap seorang ibu tua yang sedang dirundung kedukaan seperti di bawah ini membuat hati terenyuh, prihatin bahkan dada terasa panas. Dan mengherankan juga tak kita baca ada reaksi Walikota Surabaya Rismaharini yang selama ini begitu galak terhadap para bawahannya yang bekerja tidak becus.

Instansi pengawas internal seperti Inspektorat Wilayah Kota sampai pada tingkat Inspektorat Jendral Departemen Dalam Negeri – juga tak terbaca reaksi mereka. Mungkin samalah pemikiran mereka bahwa ini hanya masalah kecil, salah paham, misskomunikasi dan alasan sepele lainnya seperti dikemukakan Kepala Dispendukcapil Surabaya, Agus Imam Sonhaji yang justeru menyalahkan ibu malang ini. Adapun kisah lengkapnya seperti dilaporkan Editor David Oliver Purba dari Kompas.com 27/10/2020 sbb :

- Yaidah (51), seorang ibu asal Lembah Harapan, Lidah Wetan, Surabaya, Jawa Timur, merasakan sulitnya mengurus akta kematian anaknya di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (dispendukcapil) Surabaya. Bahkan, wanita ini sampai harus ke Jakarta hanya untuk mengurus akta tersebut. Yaidah menceritakan, setelah anaknya wafat pada Juli 2020, dia mencoba untuk mengurus akta kematian anaknya ke kelurahan pada awal Agustus. Namun, sebulan berlalu tak ada kabar dari kelurahan.

         Padahal dia hanya diberi waktu 60 hari oleh pihak asuransi. Karena belum mendapat kepastian, pada 21 September dia mencoba untuk langsung bertanya ke pelayanan Dispendukcapil Surabaya di Gedung Siola.

Saat berada di dispendukcapil, ia pun mengaku dipersulit oleh petugas dengan disuruh kembali ke kelurahan dengan alasan mereka tidak bisa melayani selama Covid-19. “Setelah dilihat berkas saya, dia langsung ngomong, 'Bu, sekarang ndak melayani tatap muka, ibu harus kembali ke kelurahan'. Saya marah-marah, ini berkas sudah berminggu-minggu di kelurahan,” ungkap Yaidah dikutip dari Kompas TV, Selasa (27/10/2020). Saat berada di Dispendukcapil, ia mengaku sempat dioper-oper oleh petugas, hingga pada akhirnya ia mendapatkan nomor akta kematian anaknya. Masalah tak lantas berhenti sampai di situ. Yaidah kemudian diberi tahu oleh petugas bahwa surat kematian anaknya tak bisa diakses karena nama anaknya memiliki tanda petik. Petugas itu menyebut bahwa kesalahan nama tersebut harus menunggu konsul dari Kemendagri. "Saya tanya berapa lama. Dia bilang dikirim bulan Juli aja belum jadi apalagi barusan, bingung saya," ujar Yaidah. Akhirnya setelah berdiskusi dengan keluarga, Yaidah berangkat ke Kemendagri di Jakarta Pusat. Ternyata, pengurusan bukan di Kemendagri pusat, tapi di Direktorat Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Jakarta Selatan. Setelah sampai, Yaidah memberitahukan tujuan kedatangannya. Petugas menjelaskan kepada Yaidah bahwa pengurusan akta kematian dilakukan di wilayah masing-masing. Namun, petugas tetap mencoba membantu dengan menghubungi petugas di Surabaya dan memastikan terkait akta kematian anak Yaidah. “Akta kematian ini diterbitkan di wilayah masing-masing. Langsung ditelepon Pak Erlangga (dispenduk Surabaya). 'Pak, ini kok ada warga bapak yang urus akta kematian ke Jakarta?” ungkap Yaidah menirukan suara petugas. Setelah dibantu oleh petugas tersebut, barulah surat kematian anaknya bisa langsung diterbikan pada hari itu juga. Terkait kejadian itu, Kepala Dispendukcapil Surabaya, Agus Imam Sonhaji mengatakan, saat Yaidah ke Siola, saat itu memang pelayanan tatap muka sementara ditiadakan. “Kebanyakan mereka bekerja dari rumah,” kata Agus dikutip dari Tribunjatim. Yaidah di sana mendapat informasi dari petugas yang kurang tepat. Sebab, petugas itu tidak memiliki kapabilitas dalam menyelesaikan permasalahan administrasi kependudukan. Alhasil, Yaidah salah menangkap pemahaman dan mengharuskan ke Kemendagri untuk menyelesaikan akta kematian anaknya itu. "Sebenarnya proses input nama yang bertanda petik ke SIAK dapat diselesaikan oleh dispendukcapil. Progres itu juga dapat di-tracking melalui pengaduan beberapa kanal resmi dispendukcapil,” terang Agus. "Kita tetap menyampaikan permohonan maaf kepada Bu Yaidah atas miskomunikasi ini, kami minta maaf. Ini juga sebagai evaluasi catatan bagi kami agar ke depan lebih maksimal dalam melayani,” ucap Agus.

APABILA kejadian serupa terjadi di wilayah kerja kami ketika penulis dahulu masih aktif sebagai auditor bidang Kepegawaian di Pemda DKI Jakarta, niscaya pimpinan kami akan segera mengeluarkan surat perintah tugas pemeriksaan terhadap semua pejabat-pejabat terkait mengapa semua itu bisa terjadi.

Ujungnya pasti akan diberi sansksi dari yang terendah berupa teguran lisan karena kelalaian sampai pada pencopotan jabatan karena dinilai tak mampu. Fungsi kami ketika itu adalah melakukan pemeriksaan untuk memastikan apakah tata kelola adminsitrasi organisasi, disiplin pegawai, semua hak-hak kesejahteraan pegawai (ASN) dan pelayanan masyarakat berjalan dengan baik.

Pelayanan ini beda jauh ketika dahulu ada kerabat kami yang meninggal di Jakarta. Ketika menghubungi Ketua RT setempat untuk mengurus surar kematian, malah pak RT ini menjawab, “biar saya saja yang mengurus semuanya. Keluarga tinggal menunggu saja”.

 Tapi bukan berarti di Dukcapil Jakartapun tak pernah ada masalah. Belum lama ini Pemda DKI dipermalukan dengan pelayayan istimewa dalam pembuatan KTP kepada Djoko Tjandra, terpidana yang sebelumnya lari 11 tahun ke luar negeri untuk menghindari pelaksanaan vonos 2 tahun  penjara. Pagi-pagi sekali sebelum jam kerja, KTPnya sudah beres, bahkan lurahnya sendiri langsung turun tangan. Pihak pengawas internal Dukcapil yang kemudian datang melakukan pemeriksaan, malah memuji-muji sang Lurah dan petugas Dukcapilnya, sebagai “telah melaksanakan anjuran untuk memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat”. Belakangan, orang-orang inipun kemudian terseret dalam proses pengadilan baru terhadap Djoko Tjandra yang kini masih berlangsung.***



Thursday, July 19, 2018

PENCOPOTAN JABATAN ALA ANIES BASWEDAN


      Kalau benar seperti yag diberitakan berbagai media masa sekitar cara Gubernur DKI Jakarta sekarang Anies Baswedan mencopot dan mengganti para pejabatnya – memang sungguh memprihatinkan ! Para abdi negara yang jam terbang mereka cukup panjang di Pemda DKI diperlakukan seperti memindahkan hewan saja.
     Sebagai mantan Auditor Kepegawaian Departemen Dalam Negeri yang dipekerjakan selama tujuhbelas tahun di Pemda DKI, sejak menjelang akhir era Gubernur Ali Sadikin sampai masa Gubenur Sutyoso, belum pernah saya menemukan perlakuan sedemikian buruk.
   Dalam pembinaan pegawai negeri sipil (sekarang ASN), ada tiga hal yang selalu menjadi sasaran audit. Pertama  Administrasi Kepegawaian, kedua, disiplin kepegawaian yang dahulu diatur dalam PP 30/1980 (sekarang PP 53/2010). Ketiga, kesejahteraan pegawai.
      Dalam  hal Administrasi Kepegawaian, ada sekitar 20 buku yang harus ditela’ah. Mulai dari prosedur perekrutan pegawai, pengangkatan, pelatihan, pemindahan/mutasi pegawai, hak-hak pegawai, disiplin pegawai, hak-hak pegawai seperti cuti, hak gaji/tunjangan, hak peningkatan karier, hak pensiun sampai pemberhentian. Semua ada tata caranya.
   Kendala Auditor Kepegawaian dalam upaya pembinaan tertib administrasi Kepegawaian lembaga pemerintahan , sering kali berhadapan dengan kondisi ketika ada penggantian pejabat pimpinan baru yang menangani bidang kepegawaian.
    Karena kurangnya pengetahuan dan pengalaman pejabat yang baru pada bidangnya, menyebabkan administrasi kepegawaian yang tadinya dengan susah payah dapat ditertibkan dan dirapihkan, belakangan menjadi acak-acakan lagi.
    Kembali pada pemindahan atau mutasi pegawai, ada protap (prosedur tetap) yang senantiasa dilalui. Umumnya Pejabat yang berhak memindahkan/memberhentikan sesuai batas kewenangannya menerbitkan Surat Keputusan. Ada tembusan yang harus disampaikan kepada pegawai yang bersangkutan.  Dalam SK pemindahan itu ada setidaknya empat hal yang harus secara tegas dinyatakan : Jabatan lama dan Jabatan baru dan lokasi kerja, terhitung mulai kapan.
    Dalam SK itu juga ada pertimbangan alasan pemindahan/mutasi, entah menyangkut disiplin, peningkatan karier atau kebutuhan organisasi.       
      Manfaatnya bagi pegawai adalah agar ia boleh menyimak karena itu menyangkut hak dan masa depan kariernya. Kalau ada yang dipandangnya tidak benar, ia bisa membuat pengaduan. Entah ke atasan dari atasan langsungnya atau ke Inspektorat sebagai lembaga pengawas eksternal di unit kerjanya.
    Hal ini dimungkinkan, karena dalam UU Kepegawaian disitu ada rincian hak,  kewajiban, dan larangan dari setiap PNS (ASN). Kepada atasan, ada larangan untuk tidak berbuat sewenang-wenang kepada bawahan.
    Menyangkut alasan mutasi atau pemberhentian dari jabatan karena disiplin atau kinerja, dahulu ada DP3 (Daftar Penilaian Pekerjaan Pegawai) yang harus diisi atasan langsung semua pegawai setiap tahun. Memuat 8 (delapan) unsur penilaian kinerja dengan penilaian kurang, sedang, cukup, baik dan Amat Baik.  Ke delapan unsur penilaian itu mencakup : Kesetiaan pada Pancasila, kepemimpinan, kecakapan, inisiatif, ketaatan dan kerjasama.  Semua  dinyatakan dalam angka antara 50 s/d 100.
   Pesyaratan untuk promosi jabatan dan kenaikan pangkat, nilai rata-rata harus baik dan tidak ada unsur bernilai kurang.
   DP3 ini harus diandatangani oleh Atasan Langsung yang menilai, disetujui dan ditandatangani  pegawai yang dinilai lalu ditandatangai  oleh  Atasan dari atasan pegawai yang menilai.
     Nilai DP3 sangat menentukan peningkatan karier tiap pegawai. Karena itu, bila ia tidak terima penilaian atasannya, ia boleh menuliskan keberatannya pada ruang yang disediakan sebelum disampaikan ke atasan pegawai penilai.
   Maka taklah mengherankan kalau sebagian Walikota dan pejabat Pemda DKI  mengalami cara mutasi seperti yang diberitakan, merasa diperlakukan semena-mena, tidak manusiawi.
  Bahwa sikap cenderung otoriter dan kaku dari  Gubernur  Anies Baswedan dalam memutasi pejabatnya, mulai nampak ketika ia mencopot Direktur Dharma Jaya, seorang professional yang sebelumnya sukses di perusahaan swasta. Personal Relation kurang diperhatikan ! Sampai-sampai perempuan yang ketika itu dibebani tanggung jawab  menyalurkan daging murah untuk warga miskin Jakarta harus menangis di hadapan para pegawainya.
     Ahok gubernur pendahulu Anies terkenal kasar dalam tutur katanya kepada pegawai. Tapi ungkapan kekecewaannya diutarakan secara langsung pada yang berangkutan tanpa tedeng aling-aling. Dengan alasan-alasan yang jelas. Tidak diam-diam di belakang, cukup dengan telepon, SMS  atau WA.
    Ketika harus memutasikan, Ahok tetap melakukannya sesuai protap. Penerbitan SK, penyerahan SK, undangan Serah terima jabatan. Jelas status selanjutnya dari pegawai yang dicopot jabatannya.
    Maka tidaklah heran pula kalau Mendagri mengkritisi cara Gubernur DKI kali ini meskipun diakui memutasi pejabat DKI memang wewenangnya.
        Tidak heran  pula kalau Ketua Komisi ASN Sofyan Effendi menganggap pelantikan pejabat baru DKI tidak sah,  melanggar ketentuan PP. 53/2010 tentang Disiplin PNS. Ia akan mengajukan rekomendsi kepada Mendagri dan Kemenpan RB untuk meluruskan cara pemutasian tersebut
     Para pegawai yang merasa dirugikan, tak mungkinlah terlalu lugas memprotes kebijakan atasannya, karena nasib karier mereka tetap tergantung pada atasan mereka itu. Seperti juga pada PP 53/2010 ataupun dahulu  PP 30/1980, maupun AD/ART Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) memang ada kewajiban pegawai untuk taat pada perintah atasan.
   Memprotes kebijakan atasan oleh bawahan dapat dianggap pelanggaran disiplin oleh atasannya. Dan itu sudah berarti menjadi “kartu mati” buat karier pegawai yang bersangkutan. Padahal alasan keberatannya mungkin dapat dibenarkan.***

Contact Form

Name

Email *

Message *