Hari Natal tanggal 25 Desember 2020
baru saja berlalu. Namun pohon-pohon terang di rumah-rumah keluarga umat
Kristiani dan gereja-gereja bahkan juga di sejumlah fasilitas umum, masih
dibiarkan berdiri. Paling tidak sampai satu minggu sesudah tahun baru.
Konon, Pohon Terang awalnya
adalah kreasi dari Marthen Luther, uskup Katolik Jerman yang kemudian
memproklamasikan pembaharuan gereja melalui deklarasi protesnya di pintu gerbang
gereja istana Witterberg. Dia pakukan daftar protesnya ke pintu masuk gereja pada tanggal 31 Oktober
1517 karena keesokan harinya jemaat akan berkumpul disitu dalam pesta keagamaan
"Segala orang Kudus".
Kemudian ia mengundang para cerdik
pandai untuk mendiskusikan ke-95 dalilnya, khususnya tentang penolakannya mengenai
penghapusan siksa akibat dosa - yang menurut pemahaman umum saat itu dapat
dibayar dengan amal atau uang. Menurutnya, keselamatan hanya terjadi atas kasih
karunia Tuhan semata. Bukan oleh amal perbuataan manusia. Makanya ia sering
dijuluki Bapa Reformasi gereja. Dan jemaatnya disebut Gereja Reformasi atau Gereja Protestan.
Belum kita temukan adanya uraian
resmi tentang makna Pohoh Terang ini serta bagian-bagiannya - termasuk dari
Marthen Luther sendiri. Tapi kalau kita baca Kitab Injil, kita akan temukan sering sekali Yesus Kristus
memberi perumpamaan yang menggambarkan diriNya sebagai “Pohon” dan “Terang”.
Sebagai pohon, Dia adalah “pohon
kehidupan”. Cabang dan carang atau ranting-rantinya dilambangkan sebagai para murid
dan pengikutNya. Setiap cabang, carang atau ranting harus menghasilkan
buah-buah iman dan kebaikan. Yang tidak memberikan buah-buah yang baik atau
busuk harus dipotong dengan kampak dan dibuang ke dalam api.
Bp. J.K.Tumakaka (alm.) sebagai
seorang fungsionaris di Majelis Synode GPIB dahulu pernah mengibaratkan cabang
dan carang-carang pohon itu sebagai bermacam-macam organisasi dan denominasi
dalam gereja di dunia ini. Dalam pembekalan calon anggota majelis gereja saat
itu, dikatakan, meskipun ada beberapa perbedaan dalam pemahaman, tetapi
semuanya berpangkal pada satu pohon, yaitu Yesus Kristus. Setiap cabang yang
lepas dari pohonnya akan mati dan setiap carang atau ranting nanti akan diuji
dengan melihat buah-buahnya.
Yesus mengumpamakan diriNya sebagai terang,
terang dunia. Pembawa kebenaran yang menerangi isi dunia ini. Di mana makin
banyak umat manusia sudah tak dapat lagi membedakan mana yang baik dan mana yang
buruk. Seperti tak tahu lagi , mana tangan kiri dan mana tangan kanan. Para
murid atau para rasul serta jemaat yang disebutNya sebagai “anak-anak terang”, harus
mengabarkan kebenaran itu ke segenap umat manusia.
Pada pohon terang, terang dilambangkan dengan lilin-lilin kecil atau lampu
warna-warni yang memancarkan cahaya dan keindahan. Sumber “terang” itu harus
diletakkan ditempat tinggi sehingga mudah terlihat dan dapat menerangi kegelapan
di sekitarnya. Tidak ditaruh di bawah gantang. Kalau lampunya mati, tak
bersinar yang artinya tak bersaksi lagi memberitakan kebenaran, maka dia tak berarti lagi. “Anak-anak terang”
yang tak menerangi sekitarnya atau padam, tak lagi berguna akan dibuang. Sama
seperti garam, kalau sudah tawar, tak lagi berguna dan harus dibuang.
Ornamen-ornamen lainnya seperti
rumbai-rumbai hiasan adalah tambahan untuk melambangkan kemuliaan Tuhan
seperti diperlihatkan Tuhan kepada para gembala di atas langit padang Efrata
oleh kehadiran rombongan malaikat pemuji yang menyanyikan “Kemuliaan Bagi Allah
di tempat maha tinggi dan Damai Sejahtera di Bumi bagi orang yang
berkenan kepadaNya”.
Selain batang, cabang dan lampu-lampu penerang, unsur penting lainnya yang mestinya sealu ada di setiap pohon terang adalah buah-buah yang berwarna indah. Melambangkan perbuatan-perbuatan yang baik, buah Roh, seperti kasih, sukacita, damai sejahtera, kesetiaan, lemah lembut dst.
Jadi kalau ada yang mengganti atau
menambahkan lambang-lambang buah Roh (perbuatan baik) dengan
sandal-sandal, kue atau barang-barang lainnya yang tak bermakna alkitabiah, itu
adalah suatu perbuatan kurang etis oleh orang yang kurang paham. Mestinya yang sudah paham - mengingatkan atau
mencegah hal ini agar tidak terjadi sehingga tidak menjadi batu sandungan. Suatu
kesempatan baik memberitakan Injil yang benar.***