P |
agi hingga sore, merupakan jam-jam
yang cukup tenang. Hanya sekali-sekali ada gangguan-gangguan yang menakutkan
seperti pada malam hari. Pada saat-saat begini, baru aku menyadari keadaanku
yang sesungguhnya. Aku bertanya jawab dalam hati, apakah penderitaan ini bukan teguran Tuhan padaku karena akhir-akhir ini makin jarang ikut beribadah ? Lalu, dahulu kurang menanggapi pencalonan gereja sebagai utusan mengikuti pendidikan Alkitab di Tentena untuk kemudian menjadi Guru Jumat (Gembala) di gereja kampung kami Uluanso. Apakah ini semacam teguran seperti kepada nabi Yunus yang coba mengingkari panggilan Tuhan agar pergi memberi peringatan kepada penduduk kota Niniwe yang terancam akan dijungkirbalikan Tuhan karena kejahatan mereka ? Ada rasa ketakutan dan perasaan menyesal di sana dan mohon pengampunan.
Kuperhatikan, tubuhku telah demikian kurus, tangan dan kakiku tinggal
tulang berbalut kulit, kalau aku duduk di kamar kecil aku sulit berdiri
kembali. Aku juga menderita secara psikhis oleh halusinasi-halusinasi yang
mencekam.Aku tidak tahu apakah aku masih dapat bertahan.
Adakalanya datang pikiran, bagaimana kalau Tuhan yang Mahakuasa memanggil aku
dalam keadaan demikian. Aku tidak mau terlalu memikirkannya, karena Tuhanlah
yang menentukan. Meskipun kuakui masa itu aku berubah kurang setia kepadaNya, tapi Ia tak akan meninggalkan aku. Dia adalah Pengasih dan Penyayang. Karena itu aku pasrah saja. Namun aku tetap mohon dan mengharapkan pertolonganNya agar disembuhkan.
Aku selalu meyakinkan diri, bahwa Tuhan tidak akan membiarkan umat yang
berharap kepadaNya berlama-lama menderita. Dia akan segera melepaskannya pada
waktuNya. Jadi hanya dibutuhkan kesabaran menanti pertolonganNya. Ya, hidupku
hanya tergantung pada Tuhan. Sejak kecil aku memang selalu tertarik membaca
Alkitab. Karena itu setiap ada ulangan pelajaran agama nilaiku selalu bagus.
Awalnya mungkin karena aku senang dengan ceritera-ceritera dan film perang yang
menonjolkan kepahlawanan. Dalam Alkitab banyak kisah-kisah perang dengan
pahlawan-pahlawannya yang perkasa, seperti Musa, Gideon, Simson, Debora, Daud,
dan sederetan panglima-panglima perangnya.
Dari sering membaca Alkitab ini makin lama makin aku mengenal TUHAN karena
ternyata Dialah sesungguhnya yang berperang di balik semua keperkasaan itu. Dia
sesungguhnya bukan hanya kuat perkasa dan mahakuasa, tetapi juga maha tahu,
maha kasih dan selalu menyertai umatNya. Lebih-lebih yang menderita seperti aku
sekarang.
Aku yakin Yesus selalu menyertai dan menolong meskipun seperti telah kuakui, aku sering
kurang setia kepadaNya. Ia menolong, misalnya, aku baru bekerja beberapa bulan,
kantor bersedia menanggung semua biaya perawatanku. Bahkan enam
puluh persen gajiku tetap dibayarkan. Siapa yang akan bermurah hati memberiku
fasilitas seperti itu sedang aku belum berbuat apa-apa ?
Pada saat-saat kesendirian ini pula, sepucuk surat tanpa kuduga-duga datang
dari Nurdin Bakari, salah seorang teman akrab di SMA. Aku tak tahu dari mana ia
mendapatkan alamatku. Ia menulis, ia dan teman-teman sekelas yang bersama kami
mendaftar di Kodim Poso dahulu sedang mengikuti pendidikan Polisi Militer di
Cimahi Bandung. Seorang lagi masuk AKABRI Darat di Magelang. Kupikir, kalau aku
tidak ke Jakarta tentu aku sudah bersama-sama mereka.
Kami semua memang gandrung dengan kemiliteran. Ketika ada pendidikan P3R
(Pendidikan Pendahuluan Pertahanan Rakyat) kami ikut. Demikian pula pada masa
Trikora. Selama berminggu-minggu kami mengikuti berbagai latihan militer.
Antara lain baris-berbaris, latihan melalui rintangan, perkelahian sangkur,
teknik tempur dan latihan perang-perangan. Kami sedang menanti-nantikan
penugasan ketika akhirnya datang pengumuman Belanda bersedia menyerahkan
kedaulatan atas Irian Barat kepada Indonesia melalui PBB. Komando Trikora
dibubarkan.
Tetapi yang paling mengesankan, adalah ceriteranya selama di sekolah dahulu.
Seperti peristiwa tak terlupakan dengan N, si hitam manis puteri Bupati Poso
saat itu. Berbahagialah anda, katanya mendapat pengalaman yang mengesankan itu.
Ia tidak tahu bagaimana cemasnya aku saat itu.
Surat Nurdin cukup panjang. Ia juga berceritera tentang M gadis pintar hampir
untuk semua mata pelajaran. Lebih-lebih untuk bahasa Inggeris dan bahasa
Jerman. Ia merupakan saingan berat dalam perolehan nilai pelajaran. Nurdin
mungkin tidak tahu bahwa akupun baru menerima surat dari M. Surat itu merupakan
balasan suratku yang kutulis di kapal dalam perjalanan ke Jakarta. Kenangan
peristiwa itu melintas dalam ingatanku dan sejenak memberikan penghiburan.
Sepucuk surat lagi kuterima dari kak Maga. Ia telah ditempatkan di bawah
Komando Batalion Intelijens Dwikora yang berpangkalan di Pakanbaru. Berhadapan
dengan kekuatan Inggeris sebagai musuh yang berpangkalan di Singapura ketika
itu. Ia menyatakan, ia sampai menitikan air mata, betapa sedihnya karena tak
diijinkan menjengukku sebelum ke garis depan.
Aku percaya semua penghiburan ini sebagai tanda-tanda pemulihan dari Tuhan. Aku
makin tergerak lagi untuk lebih mengenalNya melalui firmanNya. Alkitab
pemberian kak Maga kubaca ayat demi ayat sambil berbaring. Terutama tentang
pengharapan akan pertolongan Tuhan. Aku menemukan ayat-ayat yang meneduhkan
pada Kitab Mamur 139 :1-12.
Mazmur ini memberitakan, Roh Tuhan selalu menyertai kita. Baik ketika kita
duduk, berdiri, berbaring, di kegelapan, di ujung laut, di langit bahkan di
tempat orang mati. Aku baca ayat-ayat ini berulang-ulang bahkan menghafalnya.
Luar biasa. Kalau begitu disinilah makna nama Imanuel, Tuhan beserta kita.
Nama yang disampaikan malaikat Gabriel kepada Maria, untuk Anaknya. Oh, kalau
begitu Ia juga menyertai aku dan tahu keadaanku. Apalagi aku senantiasa menyeru
namaNya.
Ketika tangan-tanganku yang lemah bertambah lemas dan mataku yang kurang tidur
malam hari makin redup, Alkitab kudekap di dada dan tertidur. Tenteram dan
damai. Dalam suasana seperti itu aku tetap merasakan jamahan tangan kasihNya.
***