Taktik gerakan tutup mulut (gtm) Setya Novanto sejak
dalam pemeriksaan KPK sebagai tersangka dan terus berlanjut pada awal
pemeriksaan Majelis Hakim sebagai terdakwa, bisa disebabkan berbagai hal.
Pertama, dia sendiri ingin menghindar
dari tuntutan hukum sehingga takut terjebak bila banyak bicara. Kedua, Dia tidak ingin memberi
keterangan yang kemudian dapat merembet pada pengungkapan keterlibatan
konco/teman-teman atau keluarganya. Dengan harapan, bila ia toh sampai
dinyatakan bersalah dan dihukum, mereka masih dapat memberikan bantuan saat
diperlukan.
Ketiga, kemungkinan SN dan keluarga
mendapat ancaman dari oknum-oknum atau pejabat
puplik atau oknum swasta yang terlibat. Entah dari kalangan eksekutif,
legislatif maupun oknum penegak hukum. Kemungkinan ketiga ini agaknya dapat
dimaklumi. Adanya permohonan perlindungan dari SN untuk keselamatan dirinya dan keluarganya sejak diperika sebagai
saksi, merupakan indikasi adanya ancaman itu.
Apalagi telah ada kasus serupa yang dialami
terpidana Miryam S.Haryani yang merasa sering
mendapat ancaman dari sejumlah oknum yang disebut-sebut namanya terlibat kasus
e-KTP sehingga terpaksa ia membuat laporan palsu.
Permohonan perlindungan itu memang wajar. Sebagai
orang yang pernah menjadi pimpinan tertinggi DPR dan mantan Ketua Fraksi partai
yang ikut dalam proses pembahasan dan persetujuan anggaran proyek e-KTP yang
bermasalah itu, tentu SN akan sangat banyak tahu mengenai proses pembiayaan
proyek itu dan siapa-siapa yang berperan. Baik dari pihak
swasta maupun oknum-oknum pejabat.
Oknum-oknum yang merasa ikut menikmati uang korupsi
itu, namun belum ketahuan, tentu akan melakukan segala upaya untuk mencegah
agar SN tidak menyebut- nyebut nama mereka. Dengan berbagai cara apapun. Entah
memintanya tutup mulut disertai ancaman, menyuruhnya pura-pura sakit sehingga pemeriksaan
perkaranya tak dapat diteruskan.
Namun hasil
pemeriksaan para dokter ahli dari RSUP dan IDI menyatakan SN cukup sehat untuk
diperiksa. Dengan demikian kesempatan Majelis
Hakim untuk memeriksa perkara itu makin terbuka lebar.
Anjuran KPK agar SN bersedia menjadi “ justice colaborator”
yang akan dapat meringankan tuntutan hukum atas dirinya, mungkin akan dipertimbangkan.
Kalau bersedia, maka KPK dan Pengadilan berharap SN akan mau bekerjasama membeberkan
secara terang benderang mereka semua yang terlibat seperti yang dlakukan sebelumnya oleh terpidana
Nazarudin dan Andi Narogong. Tidak mau menanggung sendiri akibat perbuatan yang
dilakukan bersama. Semua harus ikut bertanggung jawab.
Dalam hal ini maka permohonan SN agar ia dan keluarganya diberi perlindungan
keamanan dapatlah dipertimbangkan. Karena dalam kasus-kasus besar yang
melibatkan orang-orang kuat, adakalanya mereka tak akan segan-segan untuk
melenyapkan saksi demi melepaskan diri mereka dari jeratan hukum. ***
No comments:
Post a Comment