Ini
tiddak lagi ada hubungannya dengan dr. Terawan yang terancam dipecat dari IDI
(ikatan Dokter Inonesia) dan dicabut ijin prakteknya sebagai dokter.
Tapi
berkaitan dengan perikop khotbah di
ibadah Minggu di gereja kami minggu lalu. Ibu Penatua mengangkat ceritera dramatis
ketika Yesus yang baru bangkit dari
kematian, suatu pagi sesudah sarapan, “mengetes” kembali kesetiaan Simon
Petrus.
Sang
murid yang boleh dibilang paling senior dari ke-12 rasul. Ketika
tengah berlangsung interogasi terhadap Tuhan Yesus oleh Majelis Agama Yahudi,
diketahui ia mengangkal tidak kenal Yesus sampai tiga kali.
Padahal
ketika Sang Guru memberitahukan kepada murid-muridNya bahwa beberapa waktu lagi Ia akan ditangkap,
dianiaya dan disalibkan mati oleh pemuka-pemuka Yahudi, Petrus dengan sesumbarnya
menjawab, hal itu tidak akan terjadi. Dia rela mati untuk membela gurunya. Saat itu ia justru ditegur Yesus, yang
mengingatkan pemikirannya itu berasal dari iblis.
Nah,
sehabis sarapan itu seperti dapat dibaca pada Injil Yohanes 21 : 15-19, Yesus
bertanya kepada Simon Petrus dengan pertanyaan yang sama sampai tia kali : “Simon
anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih daripada mereka ini ?”. Dan
setiap sang murid menjawab : “Benar Tuhan, Engkau tahu aku mengasihi Engkau”,
Yesus menjawab: “Gembalakanlah domba-dombaKu”.
Petrus
merasa sedih dan serba salah dalam situasi ini. Pertanyaan yang sama sampai
tiga kali. Mungkin ia menyadari kesalahannya yang pernah tekebur tetapi tidak
berani membuktikan ucapannya ketika diperhadapkan dengan ancaman yang
sesungguhnya.
Namun
iman dan ketulusan Petrus meloloskannya dari “test ulang” itu. Ternyata imannya
tetap teguh.
Ia kembali
dipanggil Yesus “Ikutlah Aku”. Tetapi ada missi yang harus dilakukan : “Gembalakanlah
domba-dombaKu”.
Di
kekemudian hari, sesuai yang telah dinubuatkan oleh Gurunya, ia memang menjadi “batu karang” tempat di mana Yesus membangun JemaatNya. Paus di Vatican hingga saat ini diyakini sebagai
penerus missi Santo Petrus oleh umat Katolik.
Menarik
juga untuk mengambil hikmah dari perikop ini dalam menyikapi perilaku para
pemimpin kita di negeri ini.
Ketika
dilantik atau berkampanye untuk dapat dipilih menjadi calon pemimpin, mereka
mengumbar janji ini dan itu yang muluk-muluk. Mereka berjanji kepada rakyat dan
berjanji kepada Tuhan pakai sumpah akan melakukan yang terbaik bagi bangsa ini.
Suatu
ketika mungkin mereka ingkar dan tak mampu mewujudkan janjinya. Maka pada saat
itu akan dipertanyakan integritasnya. “Sungguhkah mereka mengasihi Ibu Pertiwi
atau negeri ini ?” Tiak cukup hanya sekali ditanyakan. Tapi perlu
berulang-ulang. Dan setiap kali ada jawaban, yang pasti “Ya, dengan segenap
hati” atau yang sejenisnya, setiap kali juga diingatkan kembali tugas panggilan
dari Ibu Pertiwi :” Sejahterakanlah anak-anakku, anak Bangsa ini”. *** (Sam
Lapoliwa)
No comments:
Post a Comment