Wednesday, May 10, 2017

ANAK KANDUNG MENDURHAKA


      Adanya kasus-kasus anak kandung menggugat orangtua kandungnya ke depan meja hijau, sungguh mengherankan.  Dari sudut agama tidak dapat dibenarkan, karena bagi setiap penganut agama, menghormati orangtua adalah wajib.      

       Dalam Kitab Injil  penghormatan kepada orang tua itu tercatat jelas pada Hukum Sepuluh yang ke lima yang mengatakan “Hormatilah ayahmu dan ibumu supaya lanjut umurmu di tanah  yang diberikan TUHAN Allahmu kepadamu” (Kel.20:12).  Sering pula kita mendengar ungkapan “ Surga ada di telapak kaki ibu”.

        Demikian pula tradisi dan budaya yang beragam di negeri ini umumnya memberi penghormatan tinggi kepada orangtua atau yang dituakan. Terlihat misalnya dari simbol cium tangan atau menyentuh bagian bawah kaki.     Namun aneh tapi  nyata.

      Tanggal  26/3-2017 Ibu Siti Rokayah, 83, warga kec. Garut kota ,digugat   Rp 1,8 milyard  oleh anak kandungnya  Yani  Suryani dan suaminya  Handoyo Adianto  dalam hal utang pihutang.  

       Ibu Artija, 67, 1/10/2012 di Jember, digugat  oleh  anak kandungnya  Manisa,45  dengan tuduhan ibunya melakukan  pencurian  dalam  kasus rebutan tanah.   

       Achmad Tjakoen Tjokrohadi ,92,  di Malang, digugat  oleh anak kandungnya  sendiri  Ani Hadi Setyowati, dalam kasus  rumah warisan.

      Nenek Fatimah, 90, di Tanggerang, digugat  Rp 1 milyard oleh  Nurhanah dan suaminya Nurhakim dalam soal tanah.

     Ketika aku dirawat di rumah sakit, anak-anak begitu sibuk mengurusi dan memperhatikan, sampai-sampai ada yang minta cuti dari pekerjaannya.

       Melihat itu aku teringat kedua almarhum orangtuaku dahulu. Mereka begitu bekerja keras banting tulang untuk menghidupi keluarga kami. Tetapi ketika sudah “menjadi orang” aku tidak sempat lagi untuk berbuat sesuatu yang membahagiakan mereka. Aku sungguh menyesali itu.

       Aku ingat ketika ayah, untuk  mengurangi pegal-pegal pada tulang punggungnya, beliau menyuruhku memijatnya. Karena tanganku yang kecil tidak cukup membantu, maka beliau menyuruhku naik ke atas punggungnya, berjalan di sepanjang tulang belakangnya yang pegal-pegal sambil beliau menelungkup.

       Aku menolak, karena bagaimana mungkin aku bisa menginjak-injak tubuh orangtuaku ! Tapi karena beliau terus mendesak, maka aku minta syarat  agar punggung ayah ditutupi dahulu dengan selimut. Karena aku tidak mau tapak kakiku menyentuh tubuh orangtuaku. Dan beliau setuju.

    Maka aku tak mengerti  jalan  pikiran orang-orang yang sampai mendurhaka kepada orangtua kandung yang sudah sepuh seperti di atas.***

    

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *