Tidak dapat
dipungkiri saat ini telah banyak kemajuan dan perubahan yang
terjadi sejak kemerdekaan negeri
ini diproklamasikan. Dan itu adalah wajar untuk negara yang sudah berdiri
tiga perempat abad. Kalau
tidak ada kemajuan apalah artinya kemerdekaan.
Hanya yang disayangkan apa yang dicapai
sekarang belumlah sesuai benar dengan apa yang dicita-citakan
oleh para pendiri republik ini
sebagaimana yang dimaksud pada
Undang-Undang Dasar 1945 yang asli sebelum diadakan perubahan.
Yang paling menyolok adalah pada pasal 33 yang mengatur tentang
pengelolaan perekonomian negara.
Konstitusi ini menggariskan, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas
azas kekeluargaan. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai Negara. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam
penjelasannya ada ditegaskan pemberlakuan demokrasi ekonomi. Produksi
dikerjakan oleh semua, untuk semua dan di bawah pimpinan atau penilikan
anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan. Bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.
Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi. Hanya perusahaan yang tidak menguasai
hajat hidup orang banyak boleh ditangan orang-seorang.
Saya bukan
berlatar-belakang ekonomi, makanya kurang memahami bagaimana ceriteranya sampai
kenyataan yang ada sekarang berbeda bahkan berlawanan dengan angan-angan para
pendahulu negeri ini.
Koperasi
seperti barang langka. Tak pernah atau jarang
sekali kita lihat ada papan nama usaha Koperasi di jalan-jalan. Tak pernah kita
dengar ada Koperasi yang ikut atau menang tender proyek. Semua PT, PT dan PT.
Ini mungkin karena memang tak diberi peluang. Ada persyaratan macam-macam.
Jumlah
koperasi yang tinggi mungkin hanya kita temukan di kantor Statistik atau Kantor
Koperasi. Dan itupun mungkin mati suri semuanya. Sekali lagi, ada amanat agar cabang-cabang produksi yang penting bagi
Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai Negara dan bahwa bumi,
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat
hidup orang banyak boleh ditangan orang-seorang.
Apa yang
dapat disaksikan saat ini, perekonomian kita seperti disusun berdasar ekonomi
kapitalis, bukan berdasar demokrasi ekonomi. Lihat saja, tender-tender proyek
besar hanya oleh perusahaan-perusahaan
orang-perorangan dalam bentuk PT-PT dengan
modal perorangan dari bangsa
sendiri bahkan asing. Cabang-cabang
produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak tidak sepenuhnya dikuasai Negara. Tapi yang
kita lihat malah dikuasai para
pemodal yang tujuannya hanya
mengejar untung. Yang diusahakan koperasi apa ? Paling-paling usaha
warung, simpan-pinjam , itupun harus bersaing dengan bank-bank besar milik asing, bank
negara ataupun milik Daerah.
Adakah
usaha koperasi yang mampu menghasilkan
produk-produk yang dapat dibanggakan ?
Kapankah koperasi diberi peranan signikan dalam jalur distribusi pangan : beras, bawang, daging, bahan bakar
yang selama ini menjadi obyek manipulasi para
manipulator ?
Penulis
jadi meragukan, apakah pemimpin-pemimpin politik negeri ini, baik para cendekiawannya, para
pembuat peraturan perundang-undangannya benar-benar tulus menerima prinsip ekonomi yang diamanatkan
Bung Hatta cs ini. Atau hanya menerima dalam naskah pidato-pidato dalam upacara
atau sidang-sidang resmi. Tetapi di balik meja kerja menggagas yang lain ?
Kalau jujur
dan sungguh-sungguh menerima, mulailah
memberi contoh dari diri sendiri. Pemimpin-pemimpin yang masih mengendalikan
perusahaan-perusahaan pribadi saat ini, khususnya yang mengaku pengagum Bung Karno dan Bung Hatta, ajaklah saudara-saudara sebangsa lainnya dan ubahlah perusahaanmu ke badan hukum koperasi ! Agaknya untuk memulai ini harus ada revolusi
di bidang ekonomi. Menjebol dan membangun.***
No comments:
Post a Comment