Keinginan Jokowi untuk menuntaskan berbagai
kasus yang diwariskan oleh para pemerintah pendahulunya tak diragukan lagi.
Kalau cuma proyek-proyek besar
yang mangkrak, mungkin tak begitu sulit bagi pemerintahan Jokowi untuk menyelesaikannya.
Entah diteruskan setelah dievaluasi atau dihentikan samasekali.
Tapi kasus mega korupsi seperti
kasus BLBI, Bank Century dan kasus pelanggaran HAM berat seperti kasus HAM
dalam penumpasan G30S / PKI dahulu tahun 1965, kasus Trisakti, kasus Semanggi
tidaklah mudah.
Salah satu sebabnya adalah karena
tokoh-tokoh yang terlibat langsung atau tidak lansung dalam kasus-kasus ini
hingga kini masih ada yang menempati posisi penting dalam kancah politik negeri
ini. Di kalangan pemerintahan, parlemen ataupun di kalangan elit partai
politik.
Apabila semua dibongkar saat ini,
terlebih menjelang Pilkada, pemilihan legislatif dan pemilihan presiden 2019,
dipastikan akan menimbulkan kegoncangan atau kegaduhan politik. Dan Presiden
tentunya tak menghendaki itu terjadi.
Terlibat di sini tidaklah mesti
diartikan sebagai pelaku langsung dalam kasus-kasus tersebut. Bisa saja sebagai
mantan pejabat yang dianggap patut
bertanggungjawab oleh karena kejadiannya menyangkut tugas pokok dan fungsinya.
Pejabat-pejabat militer dan kepolisian
di kala itu mau tidak mau harus tampil. Baik di Pengadilan sebagai saksi ataupun dalam proses klarifikasi
atau penyidikan yang mendahului sebelumnya. Dan seperti yang biasa terjadi dalam
proses hukum, orang-orang yang semula berstatus saksi kemungkinan dapat berubah
menjadi tersangka. Bagaimana kalau ada dua
tiga orang dari oknum-oknm dimaksud, saat ini kebetulan menjadi oang penting di
lingkaran istana ? Disinilah dilemanya.
Adanya tuntutan para keluarga
korban agar pemerintah mengakui - negara bertanggung-jawab atas kasus pelanggaran-pelanggaran
HAM ini, juga mengundang kontroversi.
Bukan hanya berarti bahwa semua mantan aparat
birokrasi di zaman lalu itu secara keseluruhan memikul beban dosa terhahap para
korban HAM. Bahkan sepanjang sejarah negeri ini akan dicacat sebagai negara
yang pernah menjadi pelaku pelanggaran HAM berat paa kemanusiaan, seperti
halnya Jerman di zaman Hilter.
Disamping itu, sebagai
konsekwensi pengakuan, secara hukum ataupun moral, negara harus memberikan
ganti rugi yang tidak sedikit kepada para ahli waris.
Agaknya solusi yang pernah dicontohkan
Nelson Mandela Presiden Afrika Selatan tahun
1994 masih layak dipertimbangkan. Semua mantan penguasa yang pernah
memperlakukan dengan kejam musuh-musuh politiknya dihadapkan ke pengadilan. Yang
mengakui kesalahannya dijatuhi hukuman. Tetapi pada saat yang sama mereka semua
diberi pengampunan.
Untuk menyelesaikan ini, tentunya
semua pihak perlu memperhatikan kepentingan bangsa. Semua menginginkan
kasus-kasus ini cepat dapat dituntaskan dan tidak berlarut-larut lagi serta merepotkan generasi selanjutnya. Bagi
para keluarga diberi keadilan dan kepastian hukum. Tetapi mereka juga agar tidak
terlalu banyak menuntut pada pemerintahan sekarang. Kasusnya bukan akibat kebijakan
mereka. ***
No comments:
Post a Comment