Dahulu saya pernah mengidolakan
Prabowo Subianto. Bukan saja karena ia mantan perwira satuan elit yang kita
banggakan, RPKAD, tetapi karena terkesan dengan pemaparannya mengenai misi-visi
ekonominya ketika berkampanye Pilpres
tahun 2009 sebagai Cawapres bersama
dengan Capres Megawati Sukarnoputri ketika itu.
Sampai-sampai dalam blog ini
(22/6/2009) saya menulis beliau pantas
diberi gelar Doktor karena kagum akan cara dan materi pemaparannya. Bahwa ia
pernah diberhentikan karena kasus “Tim Mawar”, itu juga saya anggap sebagai sifat ksatria seorang pemimpin, yang berani memikul tanggung
jawab dari kesalahan bawahannya.
Hal yang kemudian masih meninggalkan
ganjalan baginya ketika menjadi Capres
pada Pemilu 2014 ini, adalah masih banyaknya kecurigaan akan
keterlibatannya dalam kasus belum ditemukannya tigabelas aktivis lagi hingga
saat ini. Beliau sudah membantah
terlibat, tapi itu nampaknya belum cukup.
Menurut hemat saya, Prabowo tidak
cukup hanya defensif membantah, tetapi
sebaliknya aktif membuktikan bahwa ia benar-benar tidak terlibat. Tidak
cukup hanya menyatakan “mungkin
oleh tim yang lain”. Sebetulnya kesempatan itu ada ketika Mayjen Pur.Kivlan Zein mengungkapkan ia tahu
siapa yang menculik, di mana mereka dibunuh dan di mana mereka dikuburkan !!.
Padahal Kivlan Zein ini adalah termasuk kubu Merah Putih.
Apabila hal ini bisa diungkapkan dan pengungkapan
itu benar-benar membuktikan bahwa Prabowo
tidak terlibat, maka ini akan menjadi suatu pemulihan yang tuntas akan citra dirinya dari kecurigaan-kecurigaan
itu.
Tetapi apabila beliau memang ada
keterkaitannya, mungkin akan lebih baik bila ia mengakuinya kemudian meminta
maaf kepada para keluarga yang bersangkutan. Apalagi kalau dapat ditunjukan
tempat pemakaman para korban kalau memang sudah meninggal agar dapat dimakamkan kembali secara layak oleh
keluarga.Hal ini akan sedikit melegakan keluarga, tidak lagi terus mencari dan
mencari dalam ketidakpastian.
Bangsa kita terkenal pemaaf apalagi
kalau kejadian itu akibat dari suatu perintah atasan yang tidak dapat ditolak
!! Mungkin akan lebih mudah dimengerti. Orang yang salah tidak terus-terusan
salah. Ada saatnya menjadi berubah.
Menyangkut Pilpres 2014, meskipun pernah menjadi pengagum Prabowo, saya sebetulnya lebih cenderung untuk
menyarankan agar menerima saja hasil penetapan KPU yang lalu yang memenangkan
Capres/Cawapres Nomor 2. Mengapa ?
Kalau alasan penolakan adalah
kecurangan, baiklah kita juga berkaca diri : Apakah juga dalam Pilpres ini kubu
kita bersih dari kecurangan ?? Di manakah
dapat ditemukan di dunia ini kejujuran
sempurna dalam politik ? Dalam lembaga-lembaga keagamaan saja sulit. Apalagi lembaga-lembaga peneliti yang tadinya data mereka dijadikan
acuan, ternyata mereka tidak dapat dan tidak berani mempertanggungjawabkan data
mereka.
Langkah-langkah yang ditempuh kubu
Merah Putih akhir-akhir ini menurut hemat
saya kurang tepat. Bahkan lebih banyak merugikan citra Pak Prabowo. Mulai
dari pernyataan menarik diri dari proses Pilpres dan memerintahkan walkout dari
proses perhitungan suara ketika sudah terlihat kecenderungan arah
pemenang. Lalu mengajukan banding ke Mahkamah Konstitusi. Dengan tuntutan
sampai pada Pemilu ulang !!!
Rakyat sebetulnya sudah capek dan
bosan mengikuti proses Pemilu. Mulai dari
yang lalu-lalu dengan segala debat-debat yang terkadang kasar, fitnah dan
kampanye hitam. Dan sekarang minta diulang lagi.
Tadinya saya bersukur MK cepat
tanggap dengan menganulir pasal Undang-Undang dengan menetapkan Pilpres hanya
satu putaran. Dengan demikian uang rakyat Rp 1,3 trilyun bisa dihemat dan tidak
perlu lama berlelah-lelah. Dengan proses peradilan di MK sekarang, berapa
lagi biaya negara yang harus dikeluarkan.
Biaya sidang, biaya puluhan pengacara dll, dll. Sedang rakyat kini tambah
terpuruk oleh pembatasan bahan bakar.
Jelas, selama mengikuti ajang Pilpres
sampai yang sekarang sudah ketiga kalinya, Pak Prabowo telah menghabiskan
banyak biaya dan energi. Tetapi apabila langkah-langkah seperti sekarang tetap
diteruskan, apalagi kalau mau diteruskan di Parlemen, bukannya akan menguntungkan
tapi malah merugikan citra pak Prabowo.
Coba kalau saat penetapan hasil
Pilpres saat itu pak Prabowo langsung menerima dan mengucapkan Selamat kepada
kubu partner “bermain”. Pasti jalan
sejarah akan lain dari yang sekarang. Apresiasi
tokoh Prabowo akan melambung tinggi
dan disanjung sebagai Negarawan Besar oleh mayoritas rakyat. Bahkan juga
oleh tokoh-tokoh dunia.
Tapi kesempatan belum tertutup. Hal terakhir ini masih bisa terjadi.
Buatlah kejutan, sementara adu debat di MK, Pak Prabowo tiba-tiba mengumumkan
pembatalan gugatan ke MK, sambil
menyatakan menerima hasil penetapan KPU dan menjanjikan kerjasama dengan
Capres/Cawapres terpilih. Bekerjasama menanggulangi tantangan-tantangan besar
yang kini dihadapi Negara dan Bangsa.
Kita yakin Pak Prabowo dapat
mengambil keputusan kontoversial ini sekalipun mungkin berlawanan dengan para “Penasehat”.
Kalau pada debat mengenai “karya kreatif”
dahulu bisa berbeda pendapat secara terbuka dengan mereka, mengapa sekarang
tidak ?? ***
No comments:
Post a Comment