Sidang pra
peradilan gugatan Komjen BG di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kini tengah
berlangsung untuk menetapkan keabsahan penetapan Komjen BG, calon Kapolri
sebagai tersangka tindak pidana korupsi oleh KPK.
Yang dipermasalahkan para
penggugat adalah tidak lengkapnya jumlah pimpinan KPK ketika mengambil
keputusan penetapan itu. Sesuai pasal 21
ayat (1) huruf a, UU No. 30 tahun 2002
tentang KPK, pimpinan KPK terdiri dari 5 orang. Sedangkan saat diambil
keputusan menyangkut BG, pimpinan KPK hanya 4 orang, karena satu orang telah
pensiun. Para pengacara BG berpendapat keputusan itu tidak sah, tetapi pihak
KPK berpendapat sah.
Dalam kebanyakan Undang-undang yang menyangkut pembentukan lembaga negara,
biasanya ada pemisahan yang tegas antara susunan, kedudukan, tugas dan wewenang
setiap unsur organisasi dengan Tata Kerja dan Prosedur Pengambilan Keputusan. Biasanya
melalui Bab-Bab yang berbeda.
Namun dalam UU KPK ini, tidak ada pemisahan yang
tegas mengenai hal ini. Pada pasal yang sama di ayat (5) disebutkan, Pimpinan
KPK bekerja secara kolektif. Sedangkan dalam
penjelaan ayat ini
menyebutkan, Yang dimaksud dengan
“bekerja secara kolektif” adalah bahwa
setiap pengambilan keputusan harus disetujui dan diputuskan secara bersama-sama
oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Tidak ada disebutkan mengenai
ketentuan quorum atau jumlah minimal yang harus hadir atau jumlah suara
tertentu untuk penentuan keabsahan suatu pengambilan keputusan. Namun dari
penjelasan ayat di atas, tersirat adanya keputusan berdasarkan hasil musyawarah
mufakat.
Untuk lebih
memperjelas hal-hal tersebut, maka KPK sesuai pasal Pasal 25 diberi kewenangan menetapkan lebih
lanjut kebijakan dan tata kerja organisasi mengenai pelaksanaan tugas dan wewenangnya. Demikian juga untuk
menentukan kriteria penanganan tindak
pidana koupsi. Ketentuan mengenai prosedur tata kerja ini diatur lebih
lanjut dengan Keputusan KPK.
Dalam menilai kinerja daam suatu organisasi, maka
berlaku asas yang umum, yaitu membandingkan antara
peraturan atau ketentuan yang mengatur dengan praktek pelaksanaannya.
Pelaksanaan apakah telah sesuai dengan yang seharusnya. Das sein apakah sudah sesuai Das
Sollen.
Oleh karena itu untuk menilai kinerja KPK
khususnya mengenai keabsahan pengambilan keputusan KPK menyangkut status
tersangka BG perlu pula memperhatikan kebijakan-kebijakan dan tata kerja KPK
sesuai Keputusan KPK berdasarka kewenangan yang diberikan pasal 25 diatas, yang
berlaku pada saat itu.
Jadi menurut penulis adalah melenceng
apabila nanti penilaian hakim lebih didasarkan
pada penafsiran pribadi dari berbagai
ahli atau buku tex ini dan itu. Kalau saksi ahli bahasa untuk menjelaskan
berbagai istilah yang mungkin belum terdefinisikan dalam peraturan perundangan yang bersangkutan, mungkin
masih bisa dimengerti.
Tidak pula didasarkan pada pengalaman mantan penyidik KPK asal Kepolisian yang tentu saja dapat berbeda satu dengan yang lain. Sebetulnya para saksi yang sekarang sudah kembali ke lingkungan institusi POLRI tidak layak diajukan sebagai saksi karena diragukan independensinya.***
Tidak pula didasarkan pada pengalaman mantan penyidik KPK asal Kepolisian yang tentu saja dapat berbeda satu dengan yang lain. Sebetulnya para saksi yang sekarang sudah kembali ke lingkungan institusi POLRI tidak layak diajukan sebagai saksi karena diragukan independensinya.***
No comments:
Post a Comment