Para ahli biasanya ditampilkan
pada sidang pengadilan atau suatu forum diskusi untuk memperjelas sesuatu
masalah dari segi keilmuan.
Keterangan para ahli tersebut memang cukup bermanfaat bagi para peminat
awam dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Namun tidak jarang ada pula profesor yang keterangannya bukannya
membuat orang atau pendengar jadi tambah
pintar, malah pikirannya jadi tambah mumet.
Masalahnya, para pendengarnya
bukanlah orang yang “bodoh-bodoh amat”. Mereka juga sudah memiliki sedikit
banyak referensi pengetahuan, hanya saja mereka masih ingin menambah pengetahuan.
Para ahli yang pembuat kebingungan itu biasanya orang-orang yang
mempunyai kepentingan tertentu, seperti keberpihakan politik, kepentingan
sebagai pengacara, kepentingan kekuasaan atau kepentingan ekonomi.
Maka tak usah heran, seseorang yang sudah diketahui kecenderungan
politiknya atau kedudukannya, sebelum ngomong
sudah dapat ditebak apa yang akan
dikemukakannya. Biasanya mereka hanya akan mengemukakan dalil-dalil yang
mendukung kepentingannya, tetapi mengubur dalam-dalam fakta atau dalil yang
tidak mendukung kepentingannya.
Bahkan dibalik kedok keahliannya itu ada pula yang nampaknya dengan
liciknya mencoba merekomendasinya solusi jebakan kepada lawan-lawan politiknya.
Apabila dilaksanakan, malahan akan menimbulkan masalah baru.
Maka tidaklah heran bila dalam banyak
diskusi Professor Sahetapy sering mengecam sebagian doktor dan professor koleganya
yang disebutnya berpendidikan “S-lilin”.
lmuwan sejati akan mengemukakan dalil atau
fakta yang berkaitan dengan masalah secara obyektif dan berimbang, kemudian
baru membuat kesimpulan atau rekomendasinya. Nah, ahli yang semacam inilah yang
dibutuhkan.
Karena itu janganlah terpukau dengan
gelar-gelar dalam memilih orang yang dapat dimintai nasehatnya. Harus pula
diperhatikan integritasnya. ***
No comments:
Post a Comment