Hari-hari belakangan ini muncul tanggapan-tanggapan pro kontra tentang rencana akan
diberlakukannya kewajiban memiliki sertifikat perkawinan bagi yang ingin
menikah seperti yang digagas Menko PMK Muhadjir Effendy. Hanya
belum jelas apakah sertifikat itu diberikan kepada pasangan calon pengantin
ataukah bisa juga kepada perorangan yang berencana suatu ketika akan menikah meskipun
belum memiliki pasangan.
Prinsipnya penulis setuju dengan gagasan ini setelah melihat
banyaknya kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga akhir-akhir ini. Ada suami
menghabisi isteri, isteri membunuh suami lalu dibakar, anak membunuh orang tua,
ibu membunuh anak karena tekanan ekonomi dan sebagai pelampiasan kekesalan
kepada suami yang mengingkari tanggungjawabnya. Ada karena dugaan
perselingkuhan.
Meski setuju namun teknik pelaksanaanya harus
flekseibel dan tidak memberatkan calon pengantin. Berkaca dari kasus-kasus yang
terjadi di lingkungan Departemen Agama, seperti masalah penipuan jemaah haji
dan masalah korupsi yang bahkan telah menyebabkan ada menteri Agama masuk
penjara, maka urusan sertifikat perkawinan ini tidak diserahkan kepada Departemen
Agama. Departemen Agama sendiri sudah punya banyak masalah yang belum beres.
Jangan ditambah lagi.
Pelaksananya sebaiknya diserahkan ke lembaga
keagamaan, ditunjang Catatan Sipil dan bila perlu dari BP4 (Badan Penasihatan
Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan). Pemerintah memberikan dukungan tenaga
penyuluh, fasilitas dan biaya.
Para Penyuluh antara lain:
Tokoh agama dari agama yang dianut calon pengantin ,
materi tentang makna pernikahan menurut agama serta tanggung jawab suami-isteri
satu sama lain serta pada orangtua, keluarga besar dan lingkungan.
Paramedis, tentang perlunya pemeriksaan dini sebelum
menikah, tentang gizi dan makanan sehat, perawatan anak/bayi, gejala-gejala penyakit
dan cara mencegah serta pertolongan pertama dsbnya.
Ahli hukum, tentang materi yang menyangkut hak-hak dan
kewajiban setiap orang dalam rumah tangga dari segi hukum berikut sanksinya.
Motivator , materi tentang kemungkinan-kemungkinan
peluang usaha yang dapat dikembangkan bagi setiap calon pasangan setelah
menikah sesuai bakat dan pendidikan masing-masing. Dalam sesi ini motivator
diharapkan sudah dapat mengidentifikasi mana pasangan yang sudah siap / bisa
mandiri membangun keluarga sendiri dan mana yang belum.
Kalau selama ini BP4 dikenal sebagai pemberi nasehat
ketika sepasang suami-isteri menggugat bercerai di pengadilan, agar
mengurungkan niat mereka bercerai maka kali ini mereka dapat melakukan pula
pada pra perkawinan.
Program Sertifikat perkawinan sebaiknya dapat pula
diikuti perorangan yang telah memenuhi ketentuan undang-undang untuk menikah meskipun
belum mempunyai pasangan tetapi mempunyai niat untuk suatu waktu akan menikah.
Sertifikat ini sekaligus bisa menjadi dokumen pendukung seseorang ketika meminang
calon pasangannya.
Penyelenggaraan penyuluhan harus fleksibel. Maksudnya,
peserta penyuluhan dimungkinkan untuk dapat mengikuti penyuluhan di luar
wilayah asalnya. Mungkin karena penugasannya seperti anggota TNI/Polri, tak dapat
mengikuti program penyuluhan di tempat tinggalnya, tetapi dimungkinkan
mengikutinya di wilayah penugasannya.
Namun dengan tetap menyertakan rekomendasi / persetujuan dari lembaga
penyelenggara di wilayah domisilinya
Setelah mengikuti penyuluhan, setiap peserta perlu
mengikuti test evaluasi untuk menentukan klasifikasi kesiapannya untuk berumah
tangga. Nilai klasifikasi diperoleh dari nilai unsur-unsur penilaian pemahaman
tentang perkawinan dari sudut : agama, hukum, ekonomi, kesehatan, sosial
dsbnya. Semuanya disusun dalam matrix 0-100, kemudian dihitung rata-ratanya.
Khusus untuk pria, nilai unsur ekonomi
harus minimal 7 ( cukup), karena secara tradisi , suami sebagai kepala rumah,
dialah yang bertanggungjawab dalam hal nafkah dan kebutuhan anak-isterinya. Bagi peserta yang dinilai telah mampu untuk
menikah, baik secaya biologis, kesehatan, mental dan ekonomis, layak untuk mendapatkan sertifikat klasisfikasi A,
sedangkan pria yang belum bekerja atau mempunyai penghasilan sendiri dianggap
belum layak menikah. Kecuali ada jaminan tertulis dari orangtua atau orang lain
yang akan ikut menanggung mencukupkan kebutuhan calon keluarga baru itu nanti.
Selain sertifikat, kepada para peserta diberikan juga
Buku Saku yang berisi resume dari materi-materi penyuluhan disertai kutipan
lengkap UU No.16 Tahunn 2019 tentang
perubahan atas UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, UU No.35 Tahun 2019
tentang Narkoba, UU No.23 Tahun 2004 tentang KDRT dsbnya.***
No comments:
Post a Comment