Konsistensi dan keberanian
KPU pimpinan Arif Budiman dalam menolak pencalonan ex narapidana korupsi
membuat banyak orang kagum.
Bisa dimaklumi. Akhir-akhir ini sampir tiap hari diberitakan
adanya anggota-anggota DPR, baik pusat
maupun Daerah yang ditangkap KPK akibat terlibat korupsi atau menerima suap
yang merugikan keuangan negara. Mereka semua adalah hasil rekrutan partai
politik. Sehinga tidak salah kalau orang menyimpulkan, ada sesuatu yang salah selama ini dalam pencalonan wakil-wakil rakyat
oleh partai-partai politik.
Maka KPU pun, sesuai kewenangannya membuat
Peraturan KPU yang kali ini melarang semua ex. Koruptor jadi calon legislatif
yang bakal duduk mengadi anggota DPR/D.
Tetapi Rancangan Peraturan
KPU ini mendapat tantangan dan penolakan dari banyak kalangan, termasuk
mereka yang memegang kekuasaan di negeri ini. Pemerintah, DPR, partai politik
bahkan BAWASLU yang yang secara fungsional adalah pengawas kinerja KPU. Presiden sendiri juga nampak condong berpihak
pada sikap partai. Bisa dimengerti sebab seperti sering diwacanakan, Presiden
sesungguhnya adalah juga “petugas partai” pengusungnya.
Namun Menkumham yang
semula enggan mengundangkan RKPU itu akhirnya terpaksa tunduk juga dan akhirnya
menandatanganinya.
Dengan demikian ketika
partai politik mendaftar para calon legislatifnya, mereka sudah harus menyeleksi
terlebih dahulu. Dan ketika mendaftar harus menandatangani sebuah Pakta
Integritas mengenai penolakan calon ex koruptor.
Sesudah pendaftaran KPU
akan melakukan verifikasi ketat untuk meneliti
jangan-jangan masih ada caleg ex. koruptor yang diloloskan. Dan kalau
ada akan segera dicoret.
Kalau peraturan perundang-undangan
memungkinkan, ada baiknya bila KPU tidak
saja diberi kewenangan pengawasan dalam pra seleksi caleg, tetapi juga
kewenangan dalam pengawasan pasca pengangkatan seorang caleg menjadi anggota
legislatif di DPR/D.
Mereka
bertugas mengawasi dan memanau kinerja anggota DPR. Dan apabila ditemui ada
pelanggaran hukum atau etik, KPU mengeluarkan rekomendasi kepada partai yang
bersangkutan agar anggota legislatif/DPR yang melanggar tsb. diberi sanksi sesuai
pelanggarannya dan wajib dilaksanakan.
Dengan demikian fungsi Badan
Kehormatan DPR/D yang selama ini terbukti gagal total diambil alih KPU.***
No comments:
Post a Comment