Dari pihak petahana, yaitu kubu
01, selalu mengemukakan fakta dan data keberhasilan selama memerintah hingga
saat ini, serta apa-apa yang masih harus dilanjutkan dan perlu dikerjakan untuk
rakyat.
Berbagai fakta hasil pembangunan infrastruktur, pos lintas
perbatasan, bendungan dan lain-lain sampai pada data tingkat kepuasan masyarakat.
Semua dipaparkan.untuk menunjukan bahwa calon dari petahana telah sukses sehingga
layak dipilih dan dberi waktu lagi untuk memimpin
bangsa ini untuk lima tahun ke depan.
Dan memang , seperti dituturkan
tetangga-tetangga yang sering mudik di masa libur, ‘pulang ke Jawa sekarang
enak dan lancar jalannya’.
Pada pihak pesaing, kubu 02, mereka berupaya
mengumpulkan fakta, data dan informasi-informasi dari lapangan kemudian
membeberkannya kepada rakyat sebagai calon pemilih. Antara lain tidak terwujudnya sejumlah janji petahana pada masa kampanye dahulu’ Mereka
katakan sebagai pembohongan, seperti membatasi barang import serta
keluhan-keluhan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga.
Pihak kubu petahana berupaya menetralisir
semua ungkapan-ungkapan negatif itu sehingga seringkali terjadi debat dalam
suasana panas. Bahkan terkadang dikeluhkan karena dinilai kurang beretika.
Kalau mau jujur, harus diakui,
cukup banyak prestasi yang telah dicapai pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kala.
Namun masih banyak juga yang belum berhasil. Ketidakberhasilan ini mestinya
dapat diakui secara jujur oleh pihak calon petahana dengan mengemukakan
berbagai penyebab yang masuk akal.
Seperti harga-harga kebutuhan pokok yang mahal. Meski dikatakan stabil, tetapi stabil pada harga
yang mahal. Sulit terjangkau lagi oleh mereka yang berpenghasilan tidak pernah
naik-naik. Seperti para pensiunan. Pensiun sudah kecil tak pernah naik-naik, sedangkan
mereka tak ada kemampuan lagi untuk bekerja. Kalaupun
ada kenaikan, relatif kecil sekali. Tidak sebanding dengan tingkat kenaikan
inflasi.
Karena itu adalah wajar apabila
ada kebijakan untuk menaikan tunjangan pensiunan secara reguler sebanding
dengan kenaikan tingkat inflasi.
Kondisi sosial-ekonomis di atas,
tentunya terkait dengan kebijakan pemeritah termasuk Parlemen yang selalu
mengesahkan APBN dari tahun ke tahun.
Khususnya mengenai perimbangan anggaran untuk belanja bidang sosial dan
pembangunan fisik mega proyek.
Pada masa pemerintahan SBY,
nampaknya anggaran untuk belanja sosial menempati porsi lebih besar daripada
porsi pembangunan fisik seperti infrastruktur.
Contohnya subsidi bahan bakar yang demikian los agar tetap terjangkau oleh para konsumen menengah
kebawah.
Ada program BLT (Bantuan Langsung
Tunai), yaitu bagi-bagi uang tunai langsung kepada rakyat miskin. Demikian juga
raskin, yaitu beras gratis untuk rakyat
miskin. Di pihak lain, hampir tak ada pembangunan infrastruktur seperti
jalan-jalan tol, bendungan dan lainnya.
Jadi tak heranlah kalau orang
berkata pada pemerintahan dahulu lebih enak daripada sekarang ! Karena memang
sebagian besar anggaran negara dihabiskan untuk konsumsi melalui subsidi aau
semacam BLT. Tapi pembangunan fisik untuk diwariskan sebagai modal ke generasi
berikutnya tidak ada.
Kebijakan
konsumtif dan Kebijakan Masa Depan.
Ketika
Jokowi-JK memulai pemerntahan mereka, mereka mengundang
para tokoh pebisnis, baik nasional maupun internasional.
Kepada mereka ditanyakan, mengapa
mereka enggan berinvestasi di Indonesia. Jawaban pertama, kurangnya
infrastruktur seperti jalan-jalan dan tenaga listrik. Alasan kedua, birokrasi
terutama perijinan yang lama dan berbelit-belit !
Kemudian, ketika Jokowi
berkunjung ke Cina, ia bertanya kepada Perdana Menterinya di sana, bagaimana ia
dapat membangun pelabuhan-pelabuhan besar, jalan tol serta jalur kereta api
ribuan kilometer. Tuan rumah menjawab, “dengan hutang”. Jokowi bertanya lagi : “Kalau
hutang tidak terbayar, bagaimana ?”. Jawab tuan rumah, “ suruh angkat saja
pelabuhan dan jalan-jalan itu ke negerinya”.Itulah kisah sepeti yang diceriterakan
sendiri oleh Presiden Jokowi pada suatu pertemuan.
Dan sekembalinya ke Indonesia, rupanya pola
pembangunan yang dilakukan oleh pimpinan negara yang ekonominya maju pesat itu,
sedang diterapkan pula oleh Jokowi di Indonesia.
Hal yang sama juga ingin
dilakukan Jokowi untuk membangunan
jaringan listrik sebesar 35 ribu MW. Oleh sejumlah pihak, jumlah itu dianggap
terlalu ambisius.
Mereka menilai perhatian
Jokowi-JK terlalu terfokus kepada pembangunan infrastruktur sedangkan
peningkatan kesejahteraan rakyat agak
kurang. Seperti peningkatan produksi
pangan supaya harganya turun, penyediaan lapangan kerja dan sebagainya. Memang
ada program seperti Kartu sehat dan Kartu Pintar tapi itu tak cukup. Dan
kekurangan inilah sekarang yang selalu diekspoitir oleh pihak pesaing dalam kampanye
Pilpres.
Maka pertanyaannya, tetap
layakkah Jokowi sebagai Capres dipilih kembali ? Menurut hemat penulis tetap
layak tetapi dengan syarat : dalam
program kerjanya nanti akan mengeimbangkan pembangunan bidang sosial dengan
pembangunan infrastruktur. Caranya, dengan mengerem sedikit pembangunan
infrastruktur dan memberi perhatian yang sama terhadap peningkatan berbagai produk
pertanian untuk bisa berdikari dalam kebutuhan pangan. Kedua meningkatan lapangan kerja.
Disadari, bahwa membangun
infrastruktur seperti proyek-proyek jalan tol, kereta api cepat, pelabuhan
modern dan jaringan listrik, adalah membangun masa depan. Yang akan paling
menikmati adalah generasi penerus.
Sedangkan pembangunan yang
bersifat konsumtif, adalah hanyalah melayani kebutuhan generasi sekarang saja.
Tidak untuk generasi masa depan.
Makanya orang-orang seperti Ir.
Sukarno yang membangun Stadion Utama Senayan, Jakarta Bypass, Tugu Monas adalah
orang besar yang berpikir untuk masa depan. Generasi sekarang dan berikutnyalah
yang menikmatinya. Demikian pula Ibu Tien Suharto yang membangun Taman Mini Indonesia Indah dan Ir. Jokowi yang membangun jalan tol
berkilo-kilo meter dan jaringan kereta api baru. Bukan hanya di pulau Jawa tapi
juga di luar Jawa.
Sebetulnya realisasi Tol Laut
yang belum terwujud sampai saat ini masih tetap dinanti-nantikan. Suatu waktu,
di mana perusahaan kapal besar yang
kapalnya mundar-mandir di perairan Nusantara
ini tidak lagi hanya dikenal PT. PELNI.
Pelayaran kapal penumpang dan kapal barang antar pulau dari Timur ke barat dan sebaliknya serta
utara-selatan berjalan dengan teratur.
Mengenai Capres/Cawapres
Pabowo-Sandi, belum banyak data dan informasi nuntuk dapat berbicara mengenai
kelayakan mereka untuk menjadi pemimpin baru RI.
Prestasi dari karier mereka
sebelumnya, tidak banyak yang menonjol. Prabowo memang pernah memukau ketika
memberi pemaparan sebagai Cawapres mendampingi Ibu Mega sebagai Capres dahulu meskipun
mereka diungguli SBY. Dia juga berjasa ketika
atlit pencak silat asuhannya berhasil menyumbangkan banyak medali emas dalam Asian Games 2018
yang lalu.
Namun akhir-akhir ini beberapa
pengamat mempertanyakan ucapan-ucapannya
yang dianggap kurang menunjukan sifat kenegarawan. Seperti menolak wartawan,
NKRI akan bubar tahun 2030 dan Indonesia akan punah bila ia tidak menang pada
Pilpres 2019 ini. Tapi masa kampanye masih terus berlangsung. ***
No comments:
Post a Comment