Dalam banyak debat politik di televisi antara orang-orang yang mewakili masing-masing
kubu Capres/Cawapres Jokowi-Ma’ruf Amin dan Prabowo-Sandi, sering kali ada
pembicara mengemukakan data yang belum tentu benar.
Lalu berdasarkan data yang belum tentu benar itu segeralah ia membuat
kesimpulan dan penilaian. Umumnya yang mendiskreditkan pihak lawan debatnya.
Kalau data yang dikemukakan itu tidak benar, akan sangatlah merugikan pihak
lain.
Bahkan bukan cuma pihak lawan debat yang dirugikan. Tetapi juga warga
masyarakat. Dirugikan karena dengan sengaja disuguhi informasi yang tidak benar
alias kebohongan.
Pembohongan itu biasa dilakukan dengan menyebut sumber yang tidak jelas,
data hasil penelitian kapan dan lain-lain.
Biasanya, karena waktu debat terbatas, maka pihak yang merasa dirugikan
tidak ada waktu untuk melakukan konfirmasi akan kebenaran data yang disebutkan.
Dan karena tak ada sanggahan, maka data itu seperti dianggap benar. Padahal
mungkin data bohong.
Maka untuk menangkalnya, pihak penyelenggara debat dapat mengundang nara
sumber dari Biro Pusat Statistik (BPS) sebagai pusat data resmi yang diakui
negara, dengan membawa buku-buku pinternya.
Dialah yang diharapkan dapat memberi konfirmasi atas kebenaran setiap
data yang dikemukakan. Dengan demikian setiap peserta debat, apalagi dalam ‘debat
kusir’ tidak seenaknya boleh mengumbar
data bohong dan menyesatkan kepada warga masyarakat.***
No comments:
Post a Comment