Digiring
dengan tangan terborgol dan jaket kuning, nampaknya pada jaman now tidak lagi
menimbulkan rasa malu kepada para tersangka korupsi. Persetan dengan rasa malu,
kata mereka mungkin dalam hati.
Sekarang
korupsi sudah seperti hal biasa. Orang setua yang sudah banyak cucu agaknya
tidak malu lagi dan tidak perduli lagi akan perlunya kehormatan dan nama baik yang
mestinya diturunkan kakek-nenek dan orangtua kepada mereka. Tak mau tahu lagi
dengan kehormatan atau nama baik orangtua yang membesarkan mereka atau nama
baik keluarga besar atau organisasi di mana mereka berkiprah.
Yang penting
sisa hasil korupsi yang masih tersembunyi atau luput dari penyitaan KPK, polisi
atau jaksa masih lumayan banyak. Harta hasil penyucian dari korupsi tapi diaku
sebagai harta hasil keringat sendiri atau warisan nenek-moyang, tetap aman, tidak
diganggu-ganggu.
Sedang di
penjara nanti bisa dinego agar dapat kamar setaraf hotel berbintang. Bisa dapat
ijin jalan-jalan dengan alasan sekedarnya. Masa hukuman bisa dinego. Bisa sejak
masa penyidikan, penuntutan bahkan sampai pada keputusan pengadilan pada setiap
tingkat. Tergantung pintar-pintarnya si koruptor lah. Dan nyatanya hukuman para koruptor kini umumnya ringan-ringan.
Sesudah vonis
jatuh, enaknya lagi sekarang koruptor boleh ikut menikmati bermacam-macam
remisi. Ada remisi hari raya. Ada remisi hari Proklamasi dan konon ada cuti
setelah menjalani sekian persen masa hukuman. Bahkan pernah terbesit niatan
untuk membuat semacam “kamar khusus asmara”
bagi yang sudah beristeri atau bersuami.
Dan setelah
keluar dari penjara nanti, sisa tabungan hasil korupsi yang tersembunyi didapati
sudah beranak-cucu alias berbunga-bunga. Dan bukan itu saja. Mantan kepala
daerah atau politisi mantan narapidana korupsi sekarang enaknya bisa dipilih
lagi menjadi pejabat dan wakil rakyat.
Makanya rasa
kapok dan rasa takut menjadi koruptor itu perlu ditingkatkan lagi sekarang. Warna jaket
para tersangkanya jangan lagi kuning sewarna jaket kebanggaan Partai Golkar, Universitas
Indonesia atau Universitas Terbuka. Perlu dirancang ulang dengan motif
belang-belang. Antara lain seperti kuda zebra.
Demikian
pula semua harta milik tersangka koruptor dikenakan status sita sampai dia dapat
membuktikan melalui pengujian terbalik bahwa harta itu benar-benar hasil
keringat sendiri dan bukan hasil korupsi. Disamping itu dalam vonnis hakim, sanksi
denda tidak boleh kurang dari kerugian negara. Dan bila hartanya tidak
mencukupi, tuntutan ganti kerugian negara diturunkan kepada anak-cucunya.
Dengan demikian diharapkan orang akan berpikir buat apa korupsi kalau toh nanti
akan diambil negara lagi. Apalagi kalau sampai akan membebani anak cucunya. ***
No comments:
Post a Comment