Ya, DPR kabarnya mau memblok anggaran KPK dan POLRI tahun 2018 .
Ini adalah gagasan konyol dari anggota-anggota Pansus KPK yang dibentuk DPR karena
kedua institusi negara ini menolak menghadirkan secara paksa Miryan S. Haryani
ke sidang Pansus Angket KPK bikinan DPR .
Baiklah. Tapi andaikata itu benar-terjadi, maka apa yang
sudah terbayang dapat terjadi adalah :
1. Simpati masyarakat terhadap KPK dan POLRI
akan makin meningkat. Mungkin mereka akan kembali mengumpulkan dana. Sama
seperti dalam pembangunan gedung KPK sekarang. Dulu DPR juga memblokirnya.
Akhirnya rakyat bergotong royong mengumpulkan dana sehingga gedung tempat
pemberangusan para koruptor itu sekarang dapat berdiri.
Hal
yang sama juga akan terjadi terhadap POLRI. Meskipun dalam beberapa hal ada
kelemahan, POLRI selama ini telah terbukti mampu menciptakan rasa aman bagi
rakyat. Menangkal teroris dan juga ikut memberantas korupsi. Maka tak heran
kalau POLRI juga mau diganjal pelaksanaan tugas mereka.
2. Demonstrasi massa rakyat ke DPR akan
makin gencar. Hal ini telah dimulai oleh sekelompok anak-anak muda dari
beberapa ormas belum lama ini. Kalau massa makin banyak, mungkin gedung
Parlemen di Senayan itu akan terkepung.
Bila
ini terjadi, maka sah-sah saja kalau POLRI
tak mau hadir di sana. Alasannya
tak ada biaya operasional. Akibatnya apa kalau POLRI tak hadir ? Ingat, ketika
POLRI ditarik seluruhnya dari jalan-jalan di Jakarta tahun 1988, Jakarta
terbakar ! Kerusuhan, penjarahan bahkan
tindak kekerasan.
Kalau itu terjadi di kompleks DPR biarlah terjadi. Karena mereka
memang tidak memerlukan POLRI lagi. Namun masalah anggaran ini mungkin dapat
diatasi Pemerintah dengan mengeluarkan Perpu. Karena ini sifatnya darurat.
3. Dengan maraknya demonstrasi
besar-besaran di sekitar kompleks MPR/DPR Senayan maka akan terjadi kebuntuan
mekanisme politik karena Parlemen tidak dapat bersidang.
4. Bila keadaan makin tak terkendali,
maka Presiden sebagai Kepala Negara
dapat mengambil kebijakan-kebijakan politis darurat. Misalnya berdasarkan
yurisprundensi, memutuskan :
a. Mengeluarkan Dekrit kembali ke UUD
1945 sebelum amandemen. Konsekwensinya, Parlemen sekarang berstatus sementara sambil
menunggu penyelenggaraan Sidang Istimewa MPR sesuai UUD 1945. Beberapa hasil
amandeman selama ini dianggap sementara orang sebagai kebablasan. Negeri ini
makin condong ke arah liberal.
b. Mengaktifkan kembali Kopkamtib untuk
memulihkan keamanan dan ketertiban. Dan bisa dikira-kira sendiri apa yang mungkin bisa dilakukan oleh Kopkamtib baru
ini. Bisa lebih elegan atau malah lebih galak.
Sebagai konsekwensi dari Dekrit,
maka DPR dan DPD akan dilebur menjadi
DPR sementara sambil menunggu DPR
dan MPR hasil pemelihan umum. Pembubaran kedua
lembaga legislatif ini, hampir pasti akan disambut baik oleh masyarakat melihat
tingkah pola mereka selama ini.
Sedikit-sedikit study
banding ke luar negeri. Sedikit-sedikit buat Pansus yang menyita anggaran besar. Meminta penambahan
kursi. Menyelesaikan RUU Pemilu saja tidak beres-beres. RUU kontra teroris
tidak jadi-jadi.
Mestinya selaku wakil
rakyat mereka selalu menampung keluhan-keluharan masyarakat. Cepat hadir
memantau peristiwa-peristiwa yang merugikan dan membahayakan masyarakat.
Kemudian memperjuangkan solusinya kepada lembaga eksekutif.
Mestinya mereka membuka pos pengaduan masyarakat di Kompleks
Gedung Perwakilan Rakyat di Senayan. DPRD membuka yang sama di setiap kantor
mereka. Seperti di DKI misalnya. Seharusnya rakyat yang dahulu selalu berbondong-bondong setiap hari ke Balai Kota bukannya mengerubungi
Gubernur Ahok semasa masih aktif. Seharusnya ke DPRD. Bukankah mereka wakil
rakyat yang makan gaji dan menikmati
fasilitas dari rakyat ?
No comments:
Post a Comment