SSuatu pagi, ketika
Opa dan Oma baru membuka warung, tiba-tiba
para penghuni rumah di seberang jalan, keluar berlarian. Ada yang
membawa tongkat, batang kayu dan bambu runcing.
Rupanya mereka mengejar anak anjing
yang kesasar ke halaman rumah mereka. Entah siapa pemilik anak anjing itu. Dan
bagaimana sampai berada disitu mereka
tidak tahu.
Opa segera ikut membantu. Tetapi sambil meminta agar tidak dengan
kekerasan. Opa lalu berjalan perlahan-lahan ke arah hewan malang itu. Ia
memanggilnya dengan suara yang biasanya dipahami anjing-anjing pada umumnya.
Nampak mulai ada yang menongolkan kepalanya.Maju perlahan-lahan dari tempat
persembunyiannya diantara tanaman-tanaman pagar. Masih kecil, tidak lebih besar
dari kucing dewasa. Opa lalu meraih dan menggendongnya ke warung. Anak anjing
itu seperti pasrah saja. Tidak meronta. Tetapi masih tetap menggigil ketakutan.
Opa mengusap-usap kepalanya untuk menenangkan.
Rupanya ada dua ekor. Yang seekor lagi sudah menyeberang
jalan besar dan masuk berlindung ke warung. Oma mendekati dan
memanggilnya dengan suara rendah
kemudian menggendongnya..
Supaya tidak mengganggu para langganan warung, kedua anak anjing itu akan dibawa pulang ke
rumah. Kebetulan rumah Opa-Oma tak berapa jauh. Dalam kegiatan sehari-hari, Opa
memakai sepeda motor.
Bagaimana membawa dua anak anjing
sekaligus sambil menyetir motor ?. Oma
tak dapat menemani karena harus tetap
melayani para pembeli di warung. Kalau ada kandang mungkin bisa disatukan.
Maka Opa mengantar mereka satu persatu. Ia memasukkan salah satu anak anjing itu ke dalam kardus
dan membawanya pulang. Di rumah langsung dimasukkan ke dalam kandang kawat,
lalu balik mengambil yang satu lagi.
Sudah itu, Opa memeriksa lagi dengan
teliti anak-anak anjing itu. Mungkin ada yang luka. Atau ada kutu
anjing. Oh... perut mereka kempis.
Mereka lapar. Maka Opa pun memberi
mereka makan. Setelah makan, Opa
memandikan dan membersihkan mereka. Kelihatan mereka mulai tenang.
Rupanya anak anjing itu satu jantan dan satu betina. Yang jantan kami beri nama Doggy. Ia cepat besar dan
tinggi. Berbulu agak tebal. Tampangnya lebih garang. Dia jarang menggonggong
tapi suaranya besar. Seperti seruling kapal, kata Opa. Dia baru menggonggong
kalau melihat ada orang tak dikenal. Atau ada hal-hal yang dianggap aneh..
Perilaku Doggy seperti ingin bebas. Cenderung tak mau diatur. Tidak senang
dipasangi rantai atau dikurung dalam kandang. Kalau mau dikurung dia marah.
Kalau tali rantainya melilit kakinya, ia sangat marah. Ia mengingit-gigit
rantainya sampai gusinya luka berdarah.
Yang paling merepotkan kalau dia sakit. Diselipkan obat atau dicampurkan
dalam makanannya, ia menyingkirkannya. Tidak mau makan. Maka terpaksalah Opa
memberinya secara paksa. Sambil berdiri, Opa menjepit badan si Doggy di antara
lututnya, kemudian membuka mulutnya dengan kedua tangan, lalu Oma membantu
memasukkan obat.
Cara ini membuat si Doggy tidak senang dengan Opa. Kalau Opa mendekatinya, ia mengeram. Ia
memperlihatkan gigi-giginya. Karena itu Opa selalu membawa tongkat kalau mau
melewatinya. Biasanya
Doggy merunduk dan diam saja. Mungkin takut juga kalau
dipukul.
Lain dengan
si betina yang kami beri nama Dolly. Dia rupanya hanya anjing biasa.
Atau yang biasa juga disebut “anjing kampung”. Tubuhnya tetap kecil. Demikian
juga suaranya. Tetapi gonggongan dan lolongannya, minta ampun. Membuat bising
berkepanjangan, memaksa orang harus
menutup kuping. Apalagi kalau Doggy mulai ikut-ikutan dengan mulut besarnya.
Dolly lebih
penurut. Meski sering dimarahi karena
gonggongannya yang melampaui batas, namun ia tidaklah pendendam. Bila kami baru
pulang sehabis bepergian, ia senantiasa
menyambut dengan sukacita. Nampak dari gonggongan, gerakan ekor, telinga
dan sorot matanya. Bahkan bunyi kendaraan Opa saja dia sudah kenal. Dari jauh
sudah menggonggong.
Untuk
mengurangi kejenuhan mereka karena diikat, Opa dan Oma kadang-kadang membawa
mereka keluar jalan-jalan. Biasanya di waktu subuh. Saat itu masih jarang orang
keluar rumah. Mereka sangat senang diajak jalan-jalan. Berlari, menarik tali ke
kanan ke kiri. Mereka mencium kesana-kemari, seperti memeriksa segala hal yang
menarik perhatian mereka.
Namun, karena sifat di Doggy yang agak berbahaya, khawatir lepas dan
menggigit orang, maka talinya ditambah satu lagi. Jadi dua. Kalau satu putus
masih ada satu lagi.. Apalagi sudah pernah dua kali si Doggy lepas.
Talinya putus dan sesaat ia tak
terkuasai. Untung ada juga sifat baik si Doggy. Waktu Opa memanggil dia sambil
duduk jongkok , ia terus datang lalu diikat kembali. Tidak seperti Nuvo dahulu.
Kalau tahu terlepas, ia terus lari menikmati kebebasannya. Dipanggil-panggil,
seperti tidak peduli. Bila diikuti, malah tambah lari. Mungkin mengira ia
ditemani. Menyebalkan...! Namun beberapa jam kemudian, Nuvo balik sendiri
setelah puas berkeliling.
Ketika Azan
Ada kebiasaan Doggy dan Dolly yang belum pernah kami temukan pada
anjing-anjing lain. Ketika mereka mendengar azan, mereka melolong. Tidak pilih-pilih. Siang ataupun subuh.
Badan si Dolly memang kecil. Tapi
gonggongannya berkepanjangan dan membuat bising. Seperti ayam ramai berkotek
sehabis bertelur. Sedang si Doggy, meski hanya ikut-ikutan menggonggong, tapi
suaranya amat besar. Seperti bunyi seruling kapal besar. Gonggongan dan
lolongan si Dolly Ini membuat Opa dan Oma agak cemas. Khawatir warga sekitar
yang masih tidur terganggu. Selain itu
lolongan mereka dapat pula
mengganggu kekhusukan jamaah yang
sembahyang di Mushollah. Musholahnya hanya sekitar satu dua meter dari
rumah. Bahkan tiang penyanggah pengereras suaranya pernah diikatkan di tembok
rumah Opa-Oma..
Dolly dan Doggy sering dimarahi bahkan ditakut-takuti Opa
mau dipukuli. Tetapi mereka tetap
saja mengulanginya. Apakah
warga atau jamaah nanti akan menegur kami ?, pikir Opa.
Ya, masalah ini rupanya memang menjadi
perhatian banyak orang. Bahkan pernah jadi pokok pembicaraan ibu-ibu pengajian
di Musholah. Kata Oma, ia dapat mengikuti diskusi itu karena dipancarkan
melalui pengeras suara. Semula ia was-was. Akankah mereka akan minta supaya
Dolly dan Doggy disingkirkan ? Tapi kemudian Oma lega. Ustad malah mengatakan,
seharusnya itu menjadi peringatan bagi setiap Muslim ! Untuk selalu ingat waktu
sholat. Anjing saja tahu dan taat.
Ketika Opa-Oma pindah ke Cimanggis, kebiasaan Doggy dan Dolly tak berubah.
Opa lebih khawatir lagi. Apalagi Doggy dan Dolly makin sensitif saja. Setiap
mendengar suara orang lain, bunyi mobil tetangga masuk atau keluar, bunyi pintu
pagar di buka tutup dia, menggonggong. Mendengar Opa-Oma bercakap-cakap dengan
tetangga, mereka juga menggonggong dan
menggonggong. Membuat bising. Kucing, tikus lewat, mereka menggonggong.
Menyebalkan.....
Dahulu di Bogor, tak begitu
mencemaskan. Rumah-rumah di sana masih agak berjauhan. Tapi kini di kompleks
perumahan. Dikelilingi beberapa blok. Ada tiga mesjid besar di sekitar
kompleks. Kalau suara azan melalui pengeras-pengeras suara itu terdengar di
waktu subuh, Doggy-Dolly ikut juga melolong.
Kalau dimarahi atau ditakut-takuti, mereka memang berhenti. Tapi hanya
sesaat. Mereka seperti serba salah. Opa pernah memakaikan berangus pada mulut
mereka, tetapi mereka bisa melepaskannya. Karena kesal, suatu ketika mulut
mereka diikat dengan tali sampai tak bisa membuka mulut. Tapi lagi-lagi, mereka
dapat membukanya dengan menggunakan cakar kaki mereka.
Pernah pada waktu subuh, Opa
terkejut mendengar lolongan mereka.
Kelewat keras sehingga membuat Opa marah. Karena bisa juga membangunkan para
tetangga. Apalagi mereka ada di lantai atas karena di lantai dasar tak ada tempat lagi.
Yang menjadi sasaran kemarahan Opa pertama-tama si Dolly. Karena dialah
yang selalu memulai berulah. Kemudian Doggy ikut-ikutan. Maksud Opa hanya mau
menjewer moncong si Dolly dengan tangannya. Tapi karena masih agak gelap,
rupanya mengenai telinga. Itu baru diketahui Opa pada pagi harinya. Daun
telinga kiri Dolly membengkak. Pantas subuh itu ia melengking agak lama.
Rupanya sangat kesakitan. Opa berupaya mengeluarkan darah hitam dari daun
telinganya yang bengkak lalu mengobatinya dengan ramuan tradisonal. Daun
telinga Dolly pada akhirnya sembuh juga meskipun jadi kuncup.
Opa menyesal telah kelewatan menyakiti Dolly. Doggy- Dolly juga jadi salah
tingkah. Meski tak berani bersuara bila diawasi, tapi tangan Dolly seperti
menggapai-nggapai.Terlihat ada keinginan amat sangat untuk mololong mengikuti bunyi azan.
Tapi takut melihat Opa. Lama-lama Opa merasa kasihan juga. Maka mulai
saat itu Opa tidak lagi memarahi dan membiarkan saja mereka melolong bila mendengar suara azan. Kata Opa, anggap
saja mereka ikut beribadah. Dan apabila ada tetangga yang protes, Opa sudah
siap dengan jawaban untuk membela mereka.
Pernah beberapa hari Dolly tidak mau makan. Apakah sakit ? Nampaknya tidak.
Atau puasa ? Mungkin juga. Adakah
hubungannya dengan sikapnya menyambut azan ?.
Pertanyan-pertanyaan ini kemudian terjawab. Ketika diberi makan dengan kuah
dan lauk daging sapi ia melahapnya sampai habis. Tetapi ketika hari berikutnya
hanya diberi makan tanpa lauk atau hanya dengan ikan, lagi-lagi ia tak mau
makan. Dan waktu diberi lauk daging, ia mau makan lagi. Oh... rupanya si Dolly
ini, mulai bertingkah. Maunya hanya makanan enak-enak saja...
Maka sejak itu, kalau Opa melihat Dolly tak mau makan, maka Opa menyuapkan
makanannya dengan paksa. Opa membuka mulut si Dolly dengan tangan kirinya,
mendongakkan kepalanya ke atas, kemudian tangan kanannya mencekokin makanan ke
mulutnya. Dolly berusaha mengeluarkannya. Tapi Opa memaksakan untuk menelannya,
sambil berkata : “ Dolly, daging sapi
masih mahal. Masih seratus ribu lebih
tahu ?? Enak aja lu mau daging melulu.. Opa berkelakar sambil menertawai
Dolly.
Opa dan Oma pernah berpikir untuk melepaskan Doggy-Dolly agar
hidup bebas. Tapi apa resikonya ? Mereka bisa saja membahayakan dan menggigit
orang !! Lalu keselamatan mereka sendiri ??
Mereka bisa dikejar-kejar
orang lagi bahkan dihabisi. Nyatanya banyak orang yang tidak menyukai anjing. Entah karena takut
terkena gigit atau menganggap mereka sebagai binatang najis.
Lalu akankah mereka dibuang lagi ?
Bukankah dahulu mereka diselamatkan dari ancaman kekerasan ? Dan mungkin
setelah dibuang pemiliknya ? Tidak. Opa-Oma tidak tega melakukannya. Opa-Oma
sepakat untuk tetap memelihara mereka.
Ada tetangga menganggap perilaku Doggy dan Dolly ini lain dari yang lain.
Dan cukup menarik. Maka ia meminta ijin untuk mendatangkan cameramen televisi
mengambil gambar dan merekam lolongan si Doggy dan Dolly mengikuti azan. Tapi
Opa bilang, itu akan sulit. Biasanya
mereka malah ribut dan menggonggong bahkan mau menyerang orang yang tidak
dikenalnya. Maka apa yang dapat dilakukan, hanyalah Opa membantu
merekamkan suara mereka. (Aditya)
No comments:
Post a Comment