Ketika sedang
sibuk bersiap-siap untuk membawa Doggy ke dokter , tak dinyana hewan kesayangan kami itu – sudah tak
bernapas.
Doggy memang hanya seekor hewan. Tapi bagi keluarga
kami Doggy yang telah bersama kami
selama hampir sepuluh tahun, bukanlah sekedar seekor hewan. Sudah menjadi
bagian dari keluarga. Ke manapun kami pindah kami selalu bawa. Kami dahulu menemukannya
bersama Dolly temannya ketika sedang terancam jiwanya oleh satu keluarga` yang
marah menemukan mereka tersesat memasuki pekarangan rumah mereka.
Dengan membawa kayu dan bambu runcing. mereka dengan
garang mengejar Doggy dan Dolly yang mengendap ketakutan di antara tanaman
pagar. Maka ketika kami, yaitu saya dengan isteri melihat, kami mohon agar
kedua mahluk yang masih kecil-kecil itu jangan dianiaya. Kami mendekati kedua
hewan malang itu. Mereka datang mendekat dan mau diangkat dan digendong. Masih
menggigil ketakutan ketika kami membawa pulang mereka untuk dipelihara.
Ada keistimewaan dari sepasang hewan ini. Kalau
mereka mendengar suara azan mereka ikut meniru dengan menggonggong
berkepanjangan. Tidak peduli, siang ataupun subuh. Rumah kami, waktu itu di
Bogor, bersebelahan dengan mushollah yang juga digunakan sebagai pesantren. Kebiasaan
Doggy-Dolly yang suka meniru azan ini pernah dibahas ibu-ibu pengajian dengan
uztad mereka. Kata si ustad,” anjing saja ingat jam sholat, bagaimana dengan kita ?”.
Kembali kepada musibah yang menimpah Doggy. Hewan
jantan mirip herder ini, biasanya kami tempatkan di teras depan rumah kami,
kini di Depok, untuk menjaga keamanan. Suatu ketika, entah mengapa,ia mimisan.
Banyak darah keluar dari hidungnya. Muntah-muntah dan batang hidungnya nampak membengkak. Kami bawa
ke dokter. Oleh dokter disuntik dan diberi antibiotik dan obat-obatan lainnya
untuk menghentikan pendarahan dan mual-mual. Obatnya ternyata mujarab. Pendarahan
dan muntah-muntah berhenti. Demikian juga bengkaknya hilang.
Dokter berpesan, kalau obatnya mau habis datang
lagi. Ketika obat kapsul antibiotik terakhir terpakai, kami kembali sesuai
pesan. Mungkin akan tambah obat. Kami juga beritahukan obatnya cocok dan Doggy
sudah membaik. Melalui asistennya dokter hewan itu berpesan tak perlu lagi
diberikan obat.
Tapi sayang, selang dua minggu kemudian terjadi lagi
pembengkakan di batang hidung Doggy dan sekali-sekali pendarahan lagi. Kami
kembali ke dokter. Namun dokter ini tak lagi bersedia memberikan obat apapun. Khususnya
antibiotik. Alasannya, pemakaiannya sudah terputus. Pertolongan lain juga
tidak.
Meski kondisinya tambah parah, dan pembengkakan
mulai mengenai kedua matanya, Doggy tetap berusaha makan. Tidak merepotkan.
Meski nampak seperti turunan herder tapi ia makan apa saja yang kami berikan.
Tetapi menjelang kematiannya ia tak
mampu makan lagi. Ketika mau makan darah mengucur ke wadah makanannya. Kami berikan
vitamin K sisa pemberian dokter dan nampak pendarahan berhenti. Namun timbul
masalahah baru. Doggy susah bernapas melalui hidung. Mungkin hidung tersumbat.
Terpaksa ia bernapas melalui mulut. Tapi
akibatnya, dia tak bisa minum. Apalagi makan. Kami coba menyemprotkan air minum
ke mulutnya yang mulai nampak kering. Sekedar untuk membasahi mulutnya dan
syukur-syukurkalau bisa ditelan.Tapi apa yang terjadi ? Dia gelagapan,
“kesleg”. Mungkin pernapasannya melalui
mulut itu terhambat ketika mencoba menelan.
Semalaman
dia terengah-engah dalam posisi terbaring. Sesekali ia menggelepar dan berusaha
bangun tapi tak ada kekuatan lagi. Nampak ia sangat menderita. Pagi hari, anak
saya bertanya bisakah diakhiri saja penderitaannya dengan meminta dokter
memberikan suntik mati ? Memang semalaman
anak saya ikut mengawasi dan mengelus-elus hewan kami yang sekarat ini. Saya
jawab, “ Papa tak akan pernah melakukan atau menyarankan hal seperti itu. Sekalipun
kepada hewan. Apalagi selagi kita masih tetap berusaha dan masih ada sedikit harapan.
Kalau harus mati biarlah mati secara alami.”
Pagi hari, saya hubungi lagi dokter yang pernah
merawatnya. Mungkin ia masih bisa melakukan sesuatu menyelamatkan Doggy. Karena
tak berhasil, saya menghubungi klinik hewan lain yang pernah
direkomendasikannya. Tapi dokter di sana mengatakan fasilitas mereka belum
memungkinkan menerima rawat inap hewan.
Lalu kami ke klinik hewan di kawasan Jalan Sentosa
Depok. Syukur, Klinik itu bisa menerima Doggy dirawat. Fasilitas ada seperti
rontgen, infus dan lain-lain. Dokter praktek juga selalu siap, bahkan sampai
malam. Seketika timbul kembali semangat dan harapan dalam diri saya . Semoga
Doggy yang sedari pagi saya tinggalkan masih tetap bertahan hidup meski
sekarat, dapat kami bawa ke klinik itu untuk segera mendapatkan pertolongan darurat.
Mungkin diinfus agar tak kelaparan dan bantuan oksigen.
Nampaknya Doggy masih bisa muat di kandang besi
mereka dahulu dan kemudian akan saya membawanya ke dokter dengan menggunakan sepedamotor.Tetapi
ketika sedang mempersiapkan kandangnya, Doggy telah pergi.***
No comments:
Post a Comment