Jaman dahulu, para leluhur suku Mori Bahono di
Morowali Utara sekarang, mempunyai etika khusus dalam cara menghidangkan
makanan bagi tetamu mereka.
Sinori
Untuk makan siang saat berkumpul gotong-royong
(merae) menanam padi (benih) di ladang
selalu dihidangkan nasi sinori, yaitu
nasi yang dimasak di ruas bambu muda, yang sekilas seperti lemang. Tetapi
sebenarnya isinya nasi dari beras biasa yang dimasukkan dalam dua lembar daun
sagu yang saling mengapit berhadapan. Sesudah dimasukan dalam ruas bambu dan
ditambahkan air, dipanggang seperti orang memanggang bambu lemang.
Setiap tamu nanti akan dibagikan masing-masing
sebatang untuk dibuka sendiri ditambah lauk-pauk berikut minumannya.
Nasi bungkus daun Mokahi
Hidangan ini khusus di rumah duka bila ada warga yang meninggal dunia.
Sudah menjadi tradisi warga Bahono
selalu bergotongroyong dalam banyak hal. Baik menanam padi, memanen, mengangkut
padi dari kebun ke lumbung, membangun
rumah, pernikahan dan apalagi dalam kedukaan.
Dulu ibu-ibu bergotong-royong menumbuk padi dan
menyiapkan makanan sedang kaum pria menyiapkan peti jenazah dan acara-acara
keagamaan lainnya sampai ke pemakaman serta acara ritual lainnya.
Hidangan makanan dikemas sederhana, dibungkus dengan daun mokahi, sejenis daun tanaman perdu
yang banyak tumbuh di bekas ladang. Daunnya berbentuk hati mirip daun talas,
tetapi muka belakangnya terasa kasar. Memakainya harus dibalik. Bagian punggungnya
jadi di dalam sedang bagian atasnya jadi di luar. Biasanya nasi dibungkus
selagi masih
panas. Meski daunnya terasa kasar namun waktu dibuka nasinya terasa harum.
Winalu
Winalu adalah hidangan nasi yang dikemas menggunakan
daun mo’iki, sejenis daun mirip daun
kunyit, hanya agak licin dan tak berbau. Beras sekitar satu sendok makan dibungkus
agak memanjang dengan daun tersebut, digabung dengan dua-tiga bungkus lainnya,
kemudian dimasukan dalam ruas bambu muda basah yang agak besar. Dalam satu ruas
bambu biasanya terdiri dari tiga
tingkat. Setelah diisi air kemudian dipanggang dengan berdiri miring berderet dengan ruas bambu
lainnya.
Sesudah matang dan didinginkan nasi winalu kemudian
diikat, tiga atau empat bungkus seikat ditambah sebungkus lauk tinula, yaitu lauk daging yang juga
dimasak dalam bambu. Untuk tempat minumnya disediakan suke, yaitu tempat minum yang terbuat dari bambu basah. Bagian
belakang ujung atasnya dikerat kulitnya agar tidak tajam.
Konsumsi seperti ini biasanya dihidangkan dalam pesta,
seperti pesta padungku(pengucapan
syukur), pesta tahun baru dan pesta kawin. Dalam pesta padungku atau tahun
baru, tiap keluarga membawa sendiri makanannya. Sedangkan untuk undangan yang
dari luar, disediakan dengan meruru atau
patungan.
Setiap warga Bahono wajib tahu etika tersebut sehingga
tidak sampai terjadi ada yang keliru menghidangkan makanan untuk orang berduka di
saat pesta atau sebaliknya.***
No comments:
Post a Comment