Bila Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) benar-benar akan melakukan amandemen terbatas pada
Undang-Undang Dasar 1945 dalam sidang-sidangnya mendatang, maka satu hal yang
agaknya penting juga dipertimbangkan adalah perubahan keanggotaan MPR yang
diatur pada pasal 2.
Undang-Undang Dasar
1945 telah mengalami empat kali amandemen. Pada amandemen pertama tahun 1999,
bunyi pasal 2 yang mengatur keanggotaan MPR ini tidak berubah, masih sama
dengan aslinya, yaitu bahwa MPR (ayat 1)
terdiri atas anggota-anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan
golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.
Dalam
penjelasannya, dua-duanya menyatakan “ maksudnya
adalah supaya seluruh Rakyat, seluruh golongan, seluruh daerah akan mempunyai
wakil di Majelis, sehingga Majelis itu akan betul-betul dapat dianggap sebagai
penjelmaan Rakyat. Yang disebut “golongan-golongan”, ialah badan-badan seperti
Koperasi, Serikat Sekerja dan lain-lain badan kolektif. Aturan demikian memang
sesuai dengan alisan zaman. Berhubung dengan anjuran mengadakan sistim koperasi
dalam ekonomi, maka ayat ini mengingat akan adanya golongan-golongan dalam
badan-badan ekonomi”.
Namun
pada amandenen ke empat atau terakhir, pasal ini dirombak menjadi : “Majelis
Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota
Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih
lanjut dengan undang-undang.”
Terlihat
bahwa golongan-golongan seperti badan-badan Koperasi, serikat Sekerja dan
badan-badan ekonomi dihilangkan samasekali. Tidak ada penjelasan, apakah
golongan-golongan seperti badan-badan Koperasi, Serikat Sekerja dan badan-badan
ekonomi lainnya yang dimaksud para peletak dasar negara ini dahulu, oleh para
politisi sekarang dianggap sudah terhisap dalam Golongan Karya (Golkar) yang kemudian
menjadi partai ?
Kalau dugaan ini benar, maka ini kesalahan serius
yang perlu dikoreksi. Golkar sebagai
sebuah partai yang kebijakan politiknya dikendalikan oleh segelintir pengurusnya,
telah terbukti tak pernah kita dengar suaranya memperjuangkan aspirasi badan-badan koperasi, serikat-serikat sekerja
atau badan-bahan ekonomi lainnya seperti Organisasi Perusahaan Sejenis (OPS)
yang kita kenal dahulu.
Serikat-serikat
buruh, Serikat Penerbit, PGRI dan banyak organisasi-organisasi profesi lainnya
tak ada yang mewakili mereka bersuara di forum majelis konstitusional. Maka
satu-satunya jalan untuk menyalurkan aspirasi mereka adalah dengan melakukan
demontrasi di jalanan.
Karena itu,
adalah adil rasanya apabila bunyi pasal 2 UUD 1945 ini dikembalikan lagi sesuai aslinya. Utusan golongan-golongan
profesional harus hadir juga membawakan aspirasi mereka bahkan ikut menetapkan
kebijakan negara di forum resmi seperti MPR. Syarat-syarat golongan yang boleh
mengirim wakilnya dapat diatur dengan undang-undang. Sedang komposisi anggota
dari anggota DPR, DPD dan golongan-golongan dapat diatur secara proporsional.
***
No comments:
Post a Comment