Sejak penetapan Jokowi-Ma’ruf Amin
sebagai Presiden/Wakil Presiden terpilih, para pimpinan partai politik,
khususnya dari partai pendukung silih berganti menemui Capres terpilih itu.
Selain untuk mengucapkan selamat, mereka juga membawa daftar nama kader-kader
mereka yang dipandang layak untuk dipertimbangkan duduk di kabinet mendatang. Bahkan di luar, ada
yang terang-terangan meminta dua atau empat jatah menteri.Malahan Ketum PDIP
Megawati Sukarnoputeri dengan lantang meminta jatah terbanyak.
Itu
sah-sah saja. Namun semua menyadari bahwa pemilihan menteri adalah hak
pregrogratif Presiden sesuai konstitusi. Bagi Jokowi banyaknya calon-calon ini
tentu agak memudahkannya menyeleksi calon terbaik. Tentu saja, disamping
figur-figur yang disodorkan para partai pendukung atau koalisi, ia juga patut
mempertimbangkan figur-figur menteri yang pada masa pemerintahannya hingga kini
telah meununjukkan prestasi yang luar biasa. Seperti
Susi Pudjiastuti menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Keuangan Sri Mulyani,
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Ignatius Jonan yang berhasil
mengembalikan tambang besar Indonesia yang selama ini dikuasai dan dikendalikan
asing.
Tokoh-tokoh
tersebut terakhir memang sudah dikenal
rekam jejak dan prestasi mereka. Ada juga juga tokoh-tokoh karier pendatang
baru seperti Tri
Rismaharini atau Risma, Walikota Surabaya, dan juga Ahok yang pernah dikagumi warga
DKI Jakarta, namun kemudian tersandung oleh tuduhan menista agama. Demikian
pula kini bermunculan tokoh-tokoh muda kreatif dan bersemangat yang telah
menunjukkan prestasi di bidang yang digelugutinya. Lagi pula belum ada
cacat-celanya. Seperti Erick Thohir pengusaha sukses . pemilik klup
sepak bola tingkat dunia serta berhasil
mensuksekan penyelenggaraan Asian Games terakhir di Jakarta. Belum lagi para
pengusaha muda sukses yang sudah mencapai tingkat unicorn seperti Nadiem Makarim.
Peliknya adalah, memilih menteri dari kalangan partai. Diakui atau
tidak, menteri ex.parpol ini selama ini umumnya dianggap berdiri di atas dua kaki.
Di satu pihak harus patuh kepada Presiden sebagai kepala eksekutif, tetapi
dilain pihak tetap juga harus mengikuti garis kebijaksanaan partai sebagai
petugas atau kader partai. Kalau tidak akan disingkirkan. Seperti halnya Ahok
dulu, didepak dari Gerindra karena tidak sepaham dengan kebijakan partai yang
tidak setuju dengan sitem pemilihan langsung. Padahal partai inilah yang ikut
menggolkannya ke kursi Wagub DKI Jakarta. Di sisi lain, ada dilema. Bila calon dari
partai kurang memenuhi syarat sehingga tidak dipilih, partai yang bersangkutan
bisa beralih posisi. Dari semula sebagai pendukung menjadi oposisi di parlemen.
Dan satu lagi. Pada masa dua dasa warsa terakhir ini, tidak sedikit menteri-menteri dari kalangan
partai politik dan tokoh partai yang dipenjara karena kasus korupsi atau
menerima suap. Jadi rekomendasi partai belumlah menjadi jaminan. Beberapa
menteri dari partai juga ada yang terpaksa harus diberhentikan karena tidak
kreatif dan tak berprestasi. Dan dalam masa pemberhentian itu, disayangkan ada
ex. menteri yang kemudian balik menjadi pengeritik bekas atasannya itu.
Padahal, mungkin saja Presiden sedang mempertimbangkan kekududukan yang lebih
pas untuknya. Contohnya Jonan, dahulu pernah kebijakannya mengenai alat
transportasi on-line yang dianulir Presiden. Beberapa waktu kemudian
diberhentikan sebagai Menteri Perhubungan. Namun tak lama kemudian dia diangkat
lagi menjadi Menteri ESDM, di mana kemudian ia kembali menunjukan prestasinya.
Sama ketika ia berhasil menyulap
perkeretaapian kita yang dahulu ambrul-adul menjadi berkembang seperti
sekarang.
Jadi disamping keahlian atau kecakapan, rekam jejak, kerjasama dan
inisiatif, disiplin serta ketaatan juga perlu dipertimbangkan. Dr.Rizal Ramli
adalah seorang ekonom dan tokoh kreatif yang patut dikagumi. Prestasinya pada
masa pemerintahan Gus Dur dan gagasannya yang berani untuk mengaktifkan kembali
Stasion Kereta Api Tanjung Priok yang sudah lama terbengkalai dan menjadi
sarang para preman patut diapresiasi. Namun sayang, ketidakpatuhannya kepada
Presiden Jokowi yang minta beberapa kali agar tidak mengumbar keluar dinamika
yang terjadi di sidang kabinet menyebabkan ia terpaksa diganti.
Kebijakan
Jokowi saat pemilihan calon menteri kabinetnya yang pertama dahulu - yang
meminta verifikasi terlebih dahulu kepada KPK mengenai rekam jejak calon
menterinya, adalah baik untuk dilakukan saat ini. (Sam
Lapoliwa SP)***
No comments:
Post a Comment