Nampaknya
upaya penanggulangan banjir di kota Jakarta belum juga banyak kemajuan. Di saat
terjadi hujan lebat di hulu sungai-sungai yang bermuara di Jakarta, banjir di ibukota negera ini tetap saja tak
terhindarkan.
Maka untuk
mencegah terjadinya kerugian warga yang lebih besar, baik korban jiwa maupun
kerugian harta benda, faktor peringatan dini sangatlah penting. Bila bahaya
yang bakal mengancam dapat diinformasikan lebih awal, maka warga Jakarta akan
masih memiliki waktu yang cukup untuk bebenah. Memindahkan atau menitipkan harta benda yang biasanya ditaruh di lantai
dasar seperti mobil dan sepeda motor di garasi ke tempat lain seperti di rumah saudara,
teman atau tempat lain yang aman dari banjir.
Para
pedagang masih sempat memindahkan barang-barang dagangan mereka dari lantai
toko ke ke tempat yang lebih tinggi sehingga terhindar dari kerugian. Dan yang
paling utama adalah mengungsikan anggota-anggota keluarga yang rawan terserang
penyakit akibat banjir.
Pada
peristiwa banjir besar setelah keramaian menyambut sukacita tahun baru tanggal
1 Januari malam yang lalu, telah jatuh beberapa korban jiwa. Disamping itu kerugian
harta benda cukup besar dan belum pernah terdata.
Belajar dari
pengalaman ini Gubernur Anies Baswedan lalu menginisiasi pengadaan alat
pengeras suara di tiap kelurahan. Kepada para Kepala Kelurahan diinstruksikan
di saat bencana banjir terjadi, mereka harus keluar berkeliling memberi
peringatan kepada warganya untuk waspada dan mencari tempat yangg lebih aman
serta bersiap-siap dievakuasi bila diperlukan.
Belum ada
informasi apakah cara ini cukup efektif. Faktanya, dalam beberapa kasus bencana
seperti di Aceh, Palu dan beberapa tempat lainnya, para pamong setempat tak nampak
tampil mengendalikan situasi, menguatkan warganya yang tengah mengalami musibah
serta memberikan petunjuk-petunjuk apa yang perlu dilakukan. Mungkin mereka
sendiri sedang panik dan tengah sibuk menyelamatkan keluarga dan harta miliknya.
Agaknya
patut dicontoh apa yang telah dilakukan almarhum Sutopo Purwo Nugroho Kepala Pusat
Data Informasi dan Humas BNPB yang
memanfaatkan media televisi menyampaikan informasi terus-menerus
mengenai berbagai hal ketika terjadi
gempa tsunami dahsyat di Palu. Padahal beliau sendiri sedang dalam perawatan
dokter. Hal yang sama juga dilakukan mantan Gubernur Ahok ketika terjadi banjir
besar pada masa pemeritahannya di DKI Jakarta.
Ia menempatkan
petugas-petugas pemantau banjir di pintu-pintu air Katulampa Bogor, Depok dan
Manggarai dan secara terus-menerus menyampaikan perkembangan tinggi air melalui
tayangan langsung di televisi sehingga seluruh warga yang menyaksikan dapat melihat sendiri lalu
bersiap-siap mengantisipasinya.
Menurut
penulis, daripada menghabiskan anggaran
untuk membeli perangkat pengeras suara lebih baik Pemda DKI mengadakan kontrak
kerjasama dengan satu atau dua stasiun televisi nasional yang untungnya semua
berlokasi di Jakarta. Agar mereka menyediakan kesempatan penayangan khusus
secara terus-menerus perkembangan banjir di musim hujan serta memberikan
petunjuk apa yang perlu dilakukan warga
Jakarta, khususnya di lokasi-lokasi yang sudah menjadi langganan banjir. ***
No comments:
Post a Comment