Setelah
selesai mengikuti tayangan ILC (Indonesian Lawyer Club) berjudul “Agama musuh besar Pancasila” di Tvone Selasa
tanggal 18 Februari dan diulang kembali Minggu malam tanggal 23 Februari 2020,
mungkin Prof.Yudian Wahyudi akan tertawa terbahak-bahak.
Mengapa ? Kepala
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang juga tokoh NU, Kiyai dan Rektor
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu mungkin akan merasa lucu melihat ungkapan antagonis
yang sebelum dilemparkannya telah membuat para kolega profesornya, tokok agama,
politisi dan budayawan nampak kebingungan. Mengapa gerangan Profesor Yudian
membuat pernyataan aneh itu. Kepala BPIP, Lembaga pretisius bentukan Presiden
itu, yang seharusnya menjadi tokoh terdepan untuk merekatkan Pancasila dengan
agama-agama yang diakui negara, malah terkesan mempertentangkannya.
Ada yang
semula mengira, hanya kepleset lidah. Tapi setelah meneliti dengan hati-hati
dan cermat keseluruhan isi video paparan Prof. Yudian, tiba juga pada
kesimpulan, ucapan Kepala BPIP itu keliru. Apalagi ia sudah melakukan
klarifikasi. Meski begitu, tanda-tanya dibalik misteri ucapan pimpinan lembaga binaan
para tokoh sesepuh bangsa itu, tidak juga hilang-hilang. Sampai-sampai Karny Ilyas,
President ILC hampir tak mampu mengendalikan panasnya diskusi. Terlebih ketika
salah seorang pendebat mengatakan, dalam sejarah hanya komunis yang selalu
menentang agama. Lalu mempertanyakan apakah BPIP bentukan Presiden itu tidak
terpapar faham komunis ? Peserta dari pihak pendukung pemerintah sontak berang
dan balik mempertanyakan keprofesoran mitra debatnya.
Pada
akhirnya, sebagian besar berkesimpulan ucapan Yudian itu memang tidak etis
dalam kedudukannya sebagai Kepala BPIP. Karena itu dianjurkan agar mengundurkan diri atau dikaji kemungkinan
memprosesnya secara hukum.
Bagi
penulis, tentu Yudian yang profesor hukum dan Syariah ini bukan tidak mempunyai
maksud dengan mengeluarkan pernyataan antagonis ini. Saya menduga ini adalah
suatu stategi dengan tujuan agar warga bangsa ini lebih serius lagi mendalami
makna Pancasila dan menyatakan ketegasan sikapnya terhadap ideologi Pancasila.
Kini Prof Yudian bisa mendata mana para tokoh yang besar-benar Pancasilais sejati,
lahir batin, mana yang masih abu-abu dan mana yang masih alergi terhadap Pancasila.
Mungkin dalam pikiran Yudian, barangkali saja setelah melemparkan ungkapan itu,
ada yang akan terpancing nyeletuk : “ Ya, benar itu Profesor. Saya setuju
dengan Anda”. Nah, ketahuan belangnya. Mungkin ia agak kecewa. Karena masih
banyak tokoh yang belum dapat ditebak sikapnya.
Jadi, ini mungkin
saja suatu strategi psycological warfare
dalam rangka kritalisasi pendukung sejati Pancasila sebagai ideologi negara.
Atau setidak-tidaknya sebagai humor tingkat tinggi . Yang tidak semua orang
bisa memahaminya. Karena tak mungkinlah Prof.Yudian yang Kepala Badan Pembina Ideologi
Pancasila berbalik mempertentangkan agama dengan Pancasila. Sedangkan dia
sendiri adalah tokoh agama, Kiyai, dan Rektor Universitas Islam Negeri yang
sangat dihormati. MPR, yang telah menugaskan dirinya sendiri melalui
keputusannya untuk memasyarakatkan idelogi Pancasila pada rakyat, terbukti tak
ada gaungnya. Agaknya, memang perlu sekali-sekali menggunakan cara-cara
inkonvensinil.***(Sam Lapoliwa).
No comments:
Post a Comment