Di antara
iklan-iklan niaga di media masa sesekali kita jumpai iklan yang menawarkan
perumahan bernuansa agama dengan berbagai fasilitasnya yang menarik.
Sepintas,
seperti terkesan eklusif. Jadi kalau perumahan Islami, kesannya hanya khusus
untuk calon pembeli dari keluarga Muslim. Lantas, bagaimana kalau ada perumahan
Kristiani. Perumahan Budhis. Janggal bukan ?
Seperti
ketika dahulu di beberapa Daerah ada Perda Syariah. Lalu di salah satu daerah
di Papua mendadak ada yang disebut Perda Kristiani. Untunglah perda-perda
bernuansa agama tertentu dan cenderung ekslusif ini segera dicegah Pemerintah
sesuai kewenangannya sehingga tidak meluas dan berakibat membatasi keleluasaan
kelompok agama minoritas setempat.
Akan halnya
perumahan bernuansa agama ? Masalahnya sedikit lain sehingga penulis dapat
menerima keberadaannya. Tetapi dengan satu syarat. Tidak diikat dengan
peraturan apapun yang membatasi keinginan dari umat beragama berbeda untuk
memiliki rumah dan bertempat tinggal di tempat itu. Tentu saja yang
bersangkutan harus siap mental untuk menerima resiko sosial yang mungkin
terjadi. Dan ini membutuhkan kesabaran dan harus pintar-pintar menyesuaikan
diri agar dapat diterima dengan baik oleh lingkungannya.
Apa segi
positif dari adanya lingkungan perumahan bernuansa agama ini ? Satu, menyangkut
pendidikan kerohanian anak-anak. Setiap orangtua tentu selalu mengnginkan
anaknya menjadi anak yang saleh menurut ajaran agama yang mereka anut.
Mengajarkan akhlak baik sesuai ajaran agama. Mereka tidak menghendaki anak
mereka menyinpang dan ajaran agamanya. Dan akan sedih sekali kalau sampai anak
mereka jadi terpengaruh dengan ajaran keyakinan lain dan menjadi murtad. Semua
oragtua dari agama manapun, menurut penulis akan berpikir demikian.
Kedua, bila
tinggal dalam lingkungan agama yang sama, tidak akan terjadi masalah dalam peribadatan di rumah-rumah
warga. Contohnya, seperti yang sering terjadi, satu keluarga Nasrani yang akan
menyelenggarakan kebaktian keluarga di rumahnya dicegah oleh
tetangga-tetangganya yang mayoritas keluarga Muslim. Dan mungkin juga hal yang
sama pernah terjadi ketika sebuah keluarga Muslim mau mengadakan pengajian atau
tasyakuran di rumahnya yang dikelilingi mayoritas keluarga Nasrani.
Di beberapa
Daerah seperti dahulu di kota Poso dan beberapa desa di Sulawesi Tengah,
zonatisasi komunitas bernuansa agama itu sudah lama terjadi. Tetapi secara
alamiah. Dan biasanya dibatasi oleh sungai dan ditandai dengan suku bangsa
komunitasnya. Di Poso misalnya dikenal Kampung Minahasa dan Kampung Lage yang
didiami orang Mori yang beragama
Kristen. Sedangkan di Sayo yang kebanyakan dahulu transmigran asal Jawa
beragama Islam. Demikian juga kampung Gorontalo yang warganya kebanyakan suku
Gorontalo adalah komunitas Muslim. Hal yang sama juga nampak di kota
Kolonodale, desa Sampalowo, Tompira dan yang lainnya.
Tidak ada
peraturan yang mengharuskan atau melarang seseorang tinggal di suatu
lingkungan, semuanya terjadi secara alami. Setiap keluarga baru dengan
bijaksananya akan memilih sendiri tempat yang lebih sesuai dengan keinginannya.
Zonatisasi
alamiah seperti ini tidak pernah membawa dampak negatif apapun. Semua warga
hidup dengan rukun dan damai dan berintegrasi dengan baik seperti di
pasar-pasar, sekolah dan kegiatan umum lainnya. Kalaupun dahulu pernah terjadi
kerusuhan di Poso, itupun disebabkan anasir-anasir dari luar seperti
teroris-teroris yang pernah ke Afganistan dan kelompok teroris di Pilipina
Selatan. ***
No comments:
Post a Comment