Kenaikan harga BBM
bersubsidi sebesar Rp 2.000 per-liter untuk premium dan solar sudah berjalan beberapa hari. Tetapi
unjuk rasa mahasiswa dan masyarakat di beberapa daerah masih tetap ada.
Beberapa korban luka-luka telah banyak dilaporkan, demikian juga kerugian
materil akibat pembakaran yang dilakukan para demonstran yang anarkhis.
Sebagian lainnya dari
masyaraka dapat memahami “pengalihan” sebagian subsidi BBM ini untuk
program-program lain yang lebih produktif sehingga dapat menerimanya.
Bagi yang menolak,
sangat mudah dipahami, karena mereka melihat realitas yang segera terjadi dalam
jangka pendek. Yaitu kenaikan harga-harga dan biaya transportasi.
Bahkan sebelum keputusan pengalihan itu diumumkan, harga-harga sudah mulai
bergerak naik. Kecenderungan ini tetap sama seperti dahulu-dahulu ketika harga
BBM dinaikkan.
Tapi ada yang berbeda
dengan kebijakan menaikan harga BBM bersubsidi kali ini. Bedanya dengan yang
lalu-lalu, dibalik itu ada PENGHARAPAN besar untuk masa depan. Pengharapan akan
adanya perubahan yang mendasar untuk peningkatan kesejahteraan rakyat dalam
kurun waktu lima tahun mendatang ini.
Pengharapan itu
terkait langsung dengan kepercayaan pada dua figur, Jokowi dan Jusuf Kalla,
yang sudah tak diragukan lagi dedikasi mereka untuk rakyat, kejujuran mereka
serta kesungguhan mereka untuk bekerja secara cepat untuk mewujudkan
janji-janji mereka selama kampanye.
Kejujuran, ketegasan, kesederhanaan,
program serta kedekatan mereka dengan
rakyat, menyebabkan oleh sebagian besar rakyat masih tetap mempercaya mereka,
meskipun untuk sementara waktu mereka juga akan ikut terkenaq dampak oleh
kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut.
Harapan itu mulai terlihat
ketika memilih menteri-menterinya yang profesional, hanya menerima orang-orang
yang dinyatakan bersih oleh KPK. Ketika Jokowi meletakan batu pertama
pembangunan irigasi di Sulawesi Selatan, ketika bertindak cepat mengunjungi dan
menyelesaikan korban bencana alam Sinabung serta gebrakan beberapa menterinya
segera setelah mereka dilantik.
Apabila program toll
laut jadi terwujud, pembangunan rel kereta api Jakarta-Surabaya yang dapat
ditempuh hanya dalam 3 jam, begitu pula di daerah-daerah luar pulau Jawa, pembangunan
pembangkit-pembangkit listri baru dibangun, maka dapatlah dibayangkan wajah
Indonesia dalam beberapa tahun ke depan.
Demikian pula setelah kapal-kapal besar pencuri ikan di
lautan Nusantara disapu bersih dengan tegas, sehingga kekayaan laut kita yang
luar biasa itu dapat dinikmati seluruhnya oleh rakyat, para mafia BBM dapat diberantas
sehingga hasil kekayaan minya itu sepenuhnya dapat digunakan untuk rakyat,maka dapatlah dibayangkan pula bagaimana kemakmuran
rakyat dapat terasa dalam tahun-tahun mendatang ini.
Sebetulnya Jokowi-JK
dan orang-orang Indonesia lainnya yang mampu berpandangan jauh ke depan, sudah
lama merasa risih melihat porsi penganggaran dalam APBN Pemerintah sebelumnya ,
yang hanya memberikan bagian kecil saja untuk pembangunan infrastruktur dan
pelayanan masyarakat, tetapi memberikan bagian terbesar untuk subsidi BBM yang
sebagian besar hanya dinikmati orang-orang kaya.
Jadi, dalam kebijakan ini, selain memberikan "pengharapan", ada pula tujuan mulia, yaitu menghilangkan KETIDAKADILAN.
Sebenarnya, kalau Jokowii-JK mau hanya sebagai administrator atau “Kepala Tata Usaha” negara saja, dan mau aman-aman saja, dia cukup menjadi seperti pemerintah-pemerintah sebelumnya. Yang penting kelakon dan kalau bisa dapat terpilih kembali pada Pemilu berikutnya.
Sebenarnya, kalau Jokowii-JK mau hanya sebagai administrator atau “Kepala Tata Usaha” negara saja, dan mau aman-aman saja, dia cukup menjadi seperti pemerintah-pemerintah sebelumnya. Yang penting kelakon dan kalau bisa dapat terpilih kembali pada Pemilu berikutnya.
Kalau berpikir dan berbuat
demikian, memang tak perlu mereka melakukan kebijakan pengalihan subsidi BBM
tersebut. Kondisi ekonomi sosial nampaknya tetap tenang dan stabil. Tetapi pada
saat yang sama, yang mungkin tidak disadari (atau pura-pura) oleh para
penentang kebijakan tersebut adalah jalan-jalan akan makin rusak, pelayanan
listrik akan makin buruk dan ketergantungan bahan pangan import dari negaraq asing akan makin menghancurkan perekonomian rakyat.
Begitu juga perawatan rumah-rumah sakit, gedung-gedung sekolah dan
sarana-sarana sosial lainnya yang kini banyak hancur tidak akan terurus.
Demikian pula lapangan kerja akan makin langkah, karena industri dan
pembangunan tidak bergerak. Kalau kondisi ini terus berlangsung, dapatlah pula
dibayangkan akan seperti apa keadaan generasi muda sekarang di masa depan.
Suram !!
Yang pasti pada
awal-awalnya protes-protes dan tuntutan untuk perbaikan ini itu akan kian meningkat.
Dan pada saat yang sama tingkat kriminalitas akan meningkat.
Sebenarnya kebijakan
pengalihan sebagian subsidi BBM ini, ada hubungannya juga dengan pengesahan
APBN tahun 2015 buatan pemerintah dan DPR lama yang tidak nyambung atau tidak mendukung program Jokowi-JK.
Tidak ada alokasi
untuk program toll laut, Kartu Indonesia Sehat
(KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS)
dan lain-lainnya. Padahal program ini sudah sejak masa kampanye
didengung-dengungkan sebagai program yang segera akan dilaksanakan bila
Jokowi-JK menang. Sekarang pemerintah terpaksa menggunakan sisa anggaran
2014 pada pos anggaran yang mirip dengan
itu seperi BPJS, BSM, atau dari dana cadangan.
Padahal menjelang
akhir pemerintahannya, SBY selalu menyuarakan perlunya ada sinkronisasi program
pembangunan pemerintahannya dengan program pemerintahan yang baru. Tetapi
kenyataannya dalam ABPN tidak terlihat adanya sinkronisasi itu.
APBN 2015 cenderung
seperti mau memaksakan pelaksanaan program pemerintahan lama menurut misi-visi
mereka. Kalau memang benar tulus, mestinya pemerintahan SBY ketika itu mau
mengikut-sertakan Tim Transisi Jokowi-JK dalam pembahasan RAPBN 2015 dan mau memasukan
program-program mereka.
Lalu sekarang,
orang-orang itu mulai mau mengotak-atik semua program pro rakyatJokowi-JK.
Tidak konstitusionalah, ilegallah dengan alasan secara nomenklatur, tidak ada
dalam APBN. Dan celakanya lagi, sejumlah oknum di DPR yang kini masih belum
beres itu, sudah menyuarakan interpelasi segala.
Ketika Kabinet Kerja
sudah tancap gas, bahkan Jokowi sudah melakukan perjalanan melang-lang buana antar benua, sudah ke ujung Sumatera dan
Indonesia Tengah, Menteri Susi sudah
menjelajah pesisir Kalimantan dan menangkap 4 kapal nelayan asing, DPR seperti
mereka akui sendiri masih makan gaji buta, belum ada bukti kerja yang dirasakan
oleh rakyat. Eh, sekarang tanpa malu sudah
mau menginterpelasi Pemerintah. Lebih baik membereskan dulu intern mereka
daripada mulai merecoki Kabinet yang lagi sedang kerja.
Kiranya
saudara-saudara sebangsa yang masih kurang menerima kebijakan Pemerintah
mengalihkan sebagian subsidi BBM tersebut dapat memikirkan kembali niat baik dibalik
kebijakan itu. Lebih-lebih para mahasiswa yang kini masih terus berunjuk rasa, mestinya
dapat berpikir lebih cerdas. Daripada membiarkan diri dipengaruhi orang-orang yang sesungguhnya
mempunyai kepentingan pribadi atau kelompoknya sendiri. ***
No comments:
Post a Comment