Kabinet Kerja
Jokowi-JK akhirnya terbentuk dan dilantik juga secara damai. Didahului dengan
pertemuan dramatis antara Jokowi-Prabowo yang sebelumnya bersaing keras dalam
Pilpres 2014 yang lalu.
Dampak dari pertemuan pendahuluan itu kemudian merintis
jalan bagi mulusnya pelaksanaan pelantikan Kabinet Kerja. MPR sebagai penyelenggara, tidak ragu-ragu
lagi mengundang pemimpin negara-negara
sahabat. Sapaan Jokowi pada Prabowo sebagai “sahabat”, yang disambut penghormatan sambil berdiri
oleh Prabowo, ikut mengademkan suasana.
Terdapat
harapan bahwa setelah itu hubungan politik antara partai-partai politik yang
terkelompok dalam dua blok, blok KMP dan KIH
akan segera mencair. Apalagi Prabowo , - yang boleh dikata oleh umum
diakui sebagai ikon KMP, sudah memberi
pesan secara terbuka kepada partainya
, Partai Gerindra serta pendukungnya
untuk memberi posisi yang patut kepada PDIP sebagai partai besar dalam proses penyusunan badan-badan kelengkapan DPR yang
masih akan dibentuk.
Tapi apa
hendak dikata, cara-cara yang
kontoversial yang menimbulkan gejolak dalam pemilihan Pimpinan MPR dan DPR,
masih diulang lagi dalam pembentukan Komisi-Komisi dan Badan kelengkapan DPR
lainnya.
Sistim paket
yang menyaratkan bahwa pengusung harus 5
parpol plus 1 ikut menambah kemelut
ketika kepengurusan PPP yang merupakan partai penentu dalam legalitas kelompok
pengusung sekonyong-konyong berubah. Kepengurusan PPP pimpinan
Surya Dharma Ali (SDA) yang
semula berpihak kepada KMP, kemudian berubah ke kepemimpinan selepas Muktabar PPP Surabaya yang berpihak
ke KIH.
Dengan
beralihnya kepengurusan PPP baru yang sudah diakui Pemerintah itu, maka sekarang giliran KMP yang kehilangan
legalitas sebagai pengusung paket karena jumlah kelompok mereka
tidak kagi memenuhi ketentuan 5 plus 1.
Pada pihak lain,
kubu KIH yang kecewa tidak diberi peluang menududuki kepemimpinan alat
kelengkapan dewan (AKD) mengajukan mosi tidak percaya kepada Kepemimpinan DPR
pimpinan Novanto dan membentuk DPR “tandingan”.
Akibat perpecahan ini, DPR tidak
dapat bekerja efektif. DPR pimpinan Novanto cs yang tetap menunjukan ambisinya menggaruk semua
kepemimpinan Komisi-Komisi dan alat
kelengkapan DPR lainnya, agaknya tidak
layak lagi menyebut diri DPR-RI. Lebih
tepat disebut DPR-KMP.
Dengan
adanya mosi ketidakpercayaan
hampir serparoh dari anggota DPR itu,
maka dapat menjadi alasan bagi eksekutif untuk tidak meladeni undangan dari
lembaga itu. Sebuah keputusan sekalipun legal secara hukum, tetapi tidak dapat
dukungan, maka akan percuma. Ingat , Dektrit Gus Dur yang berdasarkan konvensi mau membubarkan DPR. Karena tidak mendapat
dukungan akhirnya tak menghasilkan apapun, malahan ia dilengserkan.
Agaknya, Jokowi sebagai negarawan
perlu segera memenuhi undangan Prabowo ke rumah pribadinya di Hambalang Bogor.
Prabowo agaknya telah mulai menunjukan kenegarawannya. Terbukti ketika menyambut kunjungan Jokowi dan
selanjutnya ikut hadir dalam pelantikan
Jokowi-JK selaku Presiden/Wakil Presiden.
Tersirat, Prabowo sebetulnya sudah bosan
melihat perseteruan kubu yang mengatas namakan namanya itu dengan kubu lainnya.
Tersirat dari ucapannya untuk memberikan posisi kepemimpinan yang patut kepada
PDI Perjuangaan sebagai partai besar serta partai-partai lainnya. Juga tersirat dari ucapannya saat debat Pilpres yang menyatakan “tidak
setuju dengan para penesehatnya” dalam hal mendukung Insdutri kreatif gagasan Jokowi.
Kita tidak tahu apakah Prabowo masih cukup sabar melihat tingkah
pola orang-orang garis keras dari kelompok yang digagasnya itu. Padahal
kalau tanpa dia (Prabowo) maka mereka-mereka itu tidak akan ada apa-apanya.
Coba saja, kalau pertemuan ke-2 Prabowo-Jokowi
yang
pernah disepakati di Hambalang itu jadi dilaksanakan, lalu di sana Prabowo, tiba-tiba
mengumumkan pembubaran KMP.
Apapun hasilnya, nampaknya pertemuan Prabowo-Jokowi saat ini, pada saat penyelesaian sengketa DPR
menemui jalan buntu, akan sangat positif guna persatuan dan pembangunan masa depan
bangsa ini. Barangkali Jokowi juga bisa meminta ijin untuk mengadopsi beberapa
gagasan brilian Prabowo saat debat untuk
diwujudkan dalam Kabinet Kerja. Kalau perlu minta “diwakafkan” beberapa kadernya yang profesional dan moderat untuk bersama-sama ikut mewujudkannya. Deklarasi Hambalang
Prabowo-Jokowi diharapkan dapat
memberi solusi !!.***
No comments:
Post a Comment