Sejak diwacanakannya rencana Pemerintah untuk mengalihkan
sebagian subsidi BBM ke program-program yang lebih produktif mulai Nopember
2014 ini, berbagai reaksi bermunculan. Baik
dari yang memahami dan mendukung
maupun yang menolak.
Pihak yang mendukung melihat adanya ketimpangan alokasi pendanaan
dalam APBN yang sudah berlangsung dari tahun ke tahun. Anggaran untuk subsidi
BBM yang sebagian besar hanya dinikmati orang-orang kaya jauh melebihi alokasi
anggaran untuk pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan rakyat miskin. Dan
sudah waktunya ketimpangan ini dikoreksi.
Mereka yang tidak setuju beranggapan pengalihan subsidi ini
berarti menaikan harga BBM yang akan mengakibatkan pula kenaikan harga
barang-barang, sehingga akan tambah
menyengsarakan rakyat tidak mampu.
Pada saat yang sama, unjuk rasa disertai kekerasan mulai terjadi
di beberapa tempat, terutama di Makasar.
Sedangkan di berbagai SPBU mulai nampak antrian panjang mobil dan sepeda
motor.
Mereka ingin memanfaatkan waktu membeli persediaan BBMnya dengan
harga sekarang sebelum naik. Juga banyak yang khawatir pasokan BBM akan
berkurang sehingga akan sulit didapat. Berlarut-larutnya kepastian masa mulai
berlakunya dan seberapa besar kenaikannya ikut pula memperpanjang kemelut ini.
Sebenarnya tujuan kebijakan pengalihan subsidi BBM yang
sekarang, dan pada waktu-waktu sebelumnya agak berbeda. Dahulu, dana hasil
mengalihan subsidi dialihkan sebagai kompensasi atas kenaikan harga-harga
akibat kebijakan itu dalam bentuk
Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan sebagainya yang bersifat konsumtif. Jadi,
tidak ada kearah yang lebih produkstif, yang menandakan adanya suatu kemajuan
pembangunan.
Sedangkan yang sekarang, sebagian besar akan dialihkan untuk
pembangunan yang akan menjadi modal bagi
peningkatan kesejahteraan di masa mendatang. Sebagian untuk pembangunan
bendungan dan perbaikan irigasi, seperti yang baru dimulai di Sulawesi Selatan
oleh Presiden Jokowi. Selain areal lebih
meluas dan suplai air menjadi lebih lancar, sawah-sawah yang semula hanya
sekali panen setahun, dapat menjadi tiga kali setahun.
Jadi tegasnya, kalau dahulu pengalihan subsidi hanya habis begitu
saja dikonsumsi tanpa meninggalkan bekas, maka sekarang hasil pengalihan subsidi akan berubah bentuk menjadi bendungan-bendungan-bendungan baru, irigasi
baru, jalan-jalan baru, pembangkit listrik baru dan seterusnya.
Apabila kebijakan ini tidak dilakukan, maka bukan hanya
stabilitas harga saja yang relatif tetap terjaga, tetapi stabilitas kemiskinan
rakyat kecil juga akan terus berjalan, stabilitas kerusakan jalan, rumah sakit,
sekolah, akan terus terjadi bahkan akan terus meningkat. Demikian juga
ketimpangan anggaran dimana subsidi BBM terus meningkat, sampai suatu ketika
anggaran untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat menjadi tidak ada
samasekali.
Sekarang tinggal pilih. Sebenarnya kalau rakyat sungguh-sungguh mencintai dan memberi
kepercayaan kepada Jokowi-JK, seharusnya mereka juga mendukung kebijakannya dalam soal BBM ini.
Kalau dahulu mereka rela menyumbangkan uang mereka buat mendukug kampanye
Jokowi-JK, masakan sekarang mereka tak akan merelakan penambahan 2-3 ribu
rupiah untuk setiap liter BBM yang mereka beli ?? ***
No comments:
Post a Comment