KISAH SI BUDUK (2)
Kami pikir nasibnya sudah tamat
karena warga sekitar umumnya menganggap
anjing binatang haram. Tapi seminggu kemudian, ada sekelompok anak-anak berteriak-teriak dari atas tembok dekat anak anjing itu dulu ditabrak. Mereka melempar-lembar ke tanah
kosong dan bersamaan dengan itu terdengar teriak anjing terkaing-kaing ! Segeralah Opaku pergi melihat ada apa. Aku ikut. Dan benar. Di antara semak-semak di bawah
pohon pisang terlihat anak anjing yang dahulu tertabrak tengah meringkuk. Menggigil, mungkin ketakutan atau sakit .
Saat itu musim hujan dan kota
kami, kota Bogor, memang
terkenal sebagai kota hujan dan dingin. Makanya kami heran, anjing itu masih dapat bertahan hidup.
Opa pulang ke rumah dan minta Oma menyediakan
makanan. Ada nasi lengkap dengan lauk sepotong
daging ayam
panggang. Ketika makanan itu disodorkan dengan hati-hati, hewan itupun mendekat. Merangkak perlahan-lahan diantara semak rerumputan. Menggoyang-goyangkan kepala dan
kedua telinganya. Itulah sifat seekor anjing menunjukkan
persahabatannya. Tak lama kemudian makanan itu habis dilahapnya. Rupanya memang lapar.
Opa bermaksud membawa anjing itu ke rumah untuk dirawat. Tapi bagaimana caranya ? Memegangnya, nanti
digigit lagi. Dijerat, nanti mati atau dia marah. Merasa dirinya dianiaya lagi. Aku ingat, di rumah ada
kandang kucing yang terbuat dari kawat. Salah satu
dindingnya merangkap sebagai pintu yang dapat diangkat tutup. Bagaimana kalau pakai
kandang itu saja Pak, saranku pada Opa. Beliau setuju.
Kami menambah makanannya. Ketika hewan malang itu tengah makan, Opa menyungkupnya dan menyerok
dia
kedalam kandang lalu menutupnya. Maka dengan mudah dapatlah kami membawanya pulang. Sekujur tubuhnya terdapat luka-luka, budukan dan berbau.
Lalat-lalat mulai berdatangan. Sangat memprihatinkan. Kurus, berbau dan tentu lapar
Kami pikir, anjing ini mesti kami mandikan. Caranya ? Dari
sela-sela jeruji kandang itu Opa mengikatkan tali ke lehernya lalu ujungnya ditarik ke dinding belakang kandang dan
mengikatkannya. Dengan begitu kepala anjing menghadap kebelakang dan tak dapat
berbalik. Kini pintu kandang dapat dibuka.
Opa lalu mengambil seember air, memberi
larutan sabun mandi yang wangi kemudian memandikan anjing budukan itu. Opa menyikat
sekujur tubuhnya melalui pintu kandang yang kini sudah dapat dibuka. Sesudah itu Opa membuka kran
dan menyemprotnya dengan air. Setelah itu seember air yang dicampur dengan minyak tanah disiramkan untuk menghilangkan bau dan
mengobati luka-lukanya.
Ternyata kesehatan si Buduk cepat
pulih, Kami namakan dia Si Buduk karena
memang waktu ditemukan sekujur tubuhnya budukan. Sekarang sudah tinggi besar bak
anjing herder. Makin jinak dan makin besar.
Ketika mulutnya dibuka Opa, gigi-giginya sangat tajam
seperti jarum. Maka untuk mengurangi bahaya bila suatu ketika ia lepas dan
menggigit orang, maka ujung-ujung giginya ditumpulkan sedikit dengan kikir .
Mendengar suara anak-anak ia sangat marah. Mungkin ingat waktu
dilempar-lempari dulu. Ia kami tempatkan menjaga keamanan samping rumah
yang bersebelahan dengan tanah kosong. Sekali seminggu Opaku membawa dia berjalan-jalan keluar agar tidak terlalu jenuh
karena lama diikat. Bergantian dengan Nuvo dan Pluto, kedua anjing kami yang sudah
ada sebelumnya. Dibawa keluar tak boleh bersamaan, karena ketiganya jantan, maka
kalau bertemu cenderung berkelahi.
Pluto ini dahulu kami selamatkan ketika masih
kecil. Sekelompok anak-anak sedang menusuk-nusuk dengan bambu anak anjing itu
yang sedang meringkuk ketakutan di bawah
sebuah jembatan kecil sambil terkaing-kaing kesakitan.
Meski tubuhnya nampak besar
dan kuat, namun pada suatu hari ia nampak jadi lemas. Makin lemah dan akhirnya
nyawanya tak tertolong. Kata teman Opa,
mungkin ususnya luka-luka karena ada tulang tajam tertelan waktu diberi makan. Hewan jenis ini umumnya tidak begitu sabar
mengunya makanannya sebelum ditelan. Karena itu
disarankan agar anjing peliharaan sebaiknya tidak diberi lauk yang masih ada tulangnya. Mungkin juga.
No comments:
Post a Comment