D
|
ari koran dan
majalah yang kubaca aku mulai dapat mengikuti situasi yang terjadi di Jakarta.
Terutama situasi politik. Polemik mengenai
Manikebu, konflik-konflik antara HMI dan CGMI yang berhaluan komunis
dan polemik antar partai lainnya.
Tapi yang paling menarik bagiku
adalah sebuah nama pada Harian Pelopor,
JK. Tumakaka. Ia adalah pemimpin redaksi sekaligus pemilik suratkabar ini. Nama
ini sudah sering disebut-sebut ayah dan ibuku. Kata mereka, mereka pernah
tinggal dii Uluanso, kampung kelahiranku ketika ayahnya guru Lamale bertugas
di sana. Dan kebetulan sekali ketika
kemudian kami mengungsi dan pindah
sekolah, aku pernah pula menjadi
murid beliau di Tinompo. Bahkan ketika beliau wafat secara
mendadak aku masih menjadi muridnya
di kelas 3.
Kupikir,
mungkin beliau juga masih ingat orangtuaku dan aku
yakin ia juga akan dapat menolong menerima aku bekerja di korannya. Sebagai apa
saja. Toh, aku sudah biasa bekerja keras.
Diam-diam aku minta informasi
lebih banyak tentang beliau dari loper koran tadi. Di mana rumah beliau dan
apakah ada kemungkinan aku dapat diterima bekerja di
korannya. Jawabannya ternyata sangat
memuaskan. Malah katanya ia tiap pagi juga ke rumahnya mengantarkan koran.
Kebetulan sekali ,
Puji Tuhan !
Mas Narumi dan isterinya
ternyata mempunyai hubungan sangat baik dengan keluarga beliau. Sebetulnya akan
lebih baik kalau mereka yang membantu
menyampaikan keinginanku. Tetapi bukankah mereka selalu memintaku
bersabar saja menunggu ?
Apa boleh buat.Kesempatan
satu-satunya ini harus kugunakan. Aku segera menyiapkan surat permohonan yang
sangat sederhana tetapi dengan nada kekeluargaan. Ketika loper datang lagi, aku
titipkan surat itu dengan pesan kalau dapat disampaikan langsung ke tangan
beliau. Aku tidak memberi tahu tindakanku kepada Mas Narumi atau isterinya dan
aku akui ini agak lancang. Tetapi apakah harus tidak berbuat ?
Dua hari kemudian selesai makan,
aku dan Siman ditanyai adakah diantara kami yang mengirim surat ke Pak Tumakaka
yang lasim dipanggil Pak Tom. Aku mengaku dan mereka menyesalkan tidak memberitahukan
sebelumnya. Tetapi sesudah itu mereka memberitahukan Pak Tom sudah menerima
baik pemohonanku. Aku disuruh menemui beliau untuk mendapatkan penjelasan
lebih jauh. Mereka juga menyuruh Siman untuk ikut serta. Kemanakan kakak sepupu
ini sudah tinggal di sini beberapa bulan sebelum kedatanganku. Ia sebelumnya
mengikuti test masuk Akademi Angkatan Laut di Manado dan lulus. Namun dalam
test lanjutan di Surabaya ia gagal. Ia akhirnya ke Jakarta.
Suasana di rumah Pak Tom nampak
ramai. Semua orang nampak riang gembira seperti sedang ada kumpulan keluarga. Pak Tom menerima kami
dengan ramah. Badan tinggi besar, berkumis sedang, sifat dan kebapakan Ia
memperkenalkan kami kepada isterinya dan anggota keluarganya yang lain.
Isterinya asal Malang juga ramah. Pak Tom mengajak kami ke ruang kerjanya yang lebih tenang dan
mulailah kami terlibat dalam saling ceritera yang akrab.
Beliau ketika itu sudah menjadi Menteri/Sekjen Font Nasional dan sering
berhubungan dengan Presiden, Bung Karno. Ketika
kuceriterakan sedikit asal-usul keluargaku, ia begitu antusias. Ternyata ia
kenal semua kakak-kakakku yang sebaya dengan dia semasa ayahnya menjadi guru
di kampung kami, Uluanso. Beliau juga menceriterakan kesan-kesan yang
menyenangkan Kami
terkadang menggunakan bahasa daerah dan sesekali ia tertawa senang.
Ia kemudian mengatakan bahwa kami
bedua dapat diterima bekerja sebagai korektor di surat kabarnya.
Tapi sesudah Tahun Baru, karena
saat itu sedang sibuk-sibuknya menyambut Natal dan Tahun Baru. Namun diminta
mulai besok sebaiknya sudah ke percetakan melihat-lihat dahulu apa dan
bagaimana pekerjaan seorang korektor.
BLUNDER : AYAT ALKITAB DAN ALQUR'AN TERTUKAR !
BLUNDER : AYAT ALKITAB DAN ALQUR'AN TERTUKAR !
Ketika pertama kali memasuki gedung
percetakan Daya Upaya di gedung De Uni (tempat Hotel Jayakarta sekarang), napas
terasa sumpek. Di sana sini terlihat mesin-mesin berwarna hitam. Ada yang tak
digunakan dan tertutup terpal hitam dan sederetan lainnya yang sedang digunakan nampak
mengepul-ngepulkan asap timah berwarna putih. Agak ke kiri ada sebuah mesin sangat besar bergemuruh seperti air terjun dan menurut keterangan
itulah pencetak akhir suratkabar yang disebut
mesin Rotasi.
Terpesona juga aku pertama kali melihatnya karena
bekerjanya demikian cepat. Kertas gulungan besar yang terpasang pada mesin,
hanya dalam waktu satu-dua jam telah berubah menjadi koran-koran yang tersusun
rapih dan siap untuk diedarkan.
Pekerja-pekerja tampak sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Banyak yang
hanya menggunakan baju singlet karena hawa panas mesin. Disamping mereka, selalu tersedia segelas susu murrni. Karena menurut
keterangan hanya inilah yang dapat menetralisir uap timah yang terhirup masuk
dalam tubuh.
Di sebuah meja panjang dengan lampu neon panjang-panjang tergatung di atasnya, beberapa orang tengah duduk
dengan kertas-kertas dan alat tulis. Rupanya mereka itulah yang bekerja sebagai
korektor. Pak Tom memperkenalkan
kami dan menyuruh mereka mengajari kami. Pekerjaan ini
ternyata tidak begitu sulit.Hanya mengoreksi
kesalahan-kesalahan cetak dari mesin agar sesuai dengan naskah aslinya. Yang
perlu diperhatikan adalah ketelitian. Hanya lingkungan kerjanya agak
menyesakan. Bunyi deru dan peletak-peletuk mesin mula-mula mengganggu
pendengaran. Karena koran kami terbit pagi hari,
kami harus bekerja malam hari. Udara pengap dan dingin. Untuk menjaga kondisi
kesehatan, selalu tersedia susu murrni dan bubur kacang hijau. Ketika tugas
kami selesai, sambil menunggu proses pencetakan dan hari siang, kami menggelar
kertas diatas meja atau lantai semen dan tidur.
Makin lama ada daya tarik tersendiri bekerja di surat kabar ini. Tempat
ini ternyata merupakan gudang berita yang serba baru. Ada buletin-berita kantor
berita Antara yang diantar tiga kali sehari,. Ada bagian monitoring berita-berita radio dalam dan
luar negeri, koran-koran lain yang diterima sebagai nomor tukar, berita-berita
informasi dari berbagai instansi pemerintah dan swasta, kedutaan-kedutaan dan
kantor berita asing.
Belum lagi berita-berita yang
ditulis oleh wartawan kami sendiri. Teknik menulis berita-berita itu sendiri
sudah menarik.
Ada beberapa rubrik dalam koran
kami yang kupikir aku juga dapat mengisinya. Aku sering mengajukan bahan untuk kolom
kecil “Kota di sana-sini”dan ternyata
dimuat. Aku juga adakalanya mengisi
renungan pendek pada ruangan Mimbar Kristen setiap hari Sabtu. Tentu saja naskahnya selalu diteliti lebih
dahulu oleh pengasuhnya.
Malahan kemudian aku juga diberi tanggung jawab pengisian ruangan “Renungan
Hari Ini”. Ruangan ini diisi setiap hari
satu ayat Alkitab dengan gambar kecil gereja diatasnya, dan disebelahnya satu
ayat Alqur’an dengan gambar kecil mesjid di atasnya.
Suatu hari letak
ke dua ayat Kitab Suci itu tertukar sehingga hari itu redaksi menerima banyak protes telepon dari pembaca.
Pengalaman tak terlupakan. Tentu saja aku kaget dan segera diralat dengan
permohonan maaf. ***
No comments:
Post a Comment