Maunya sih, pembentukan Kabinet cepat. Seluruh rakyat Indonesia nampaknya sudah tidak sabar lagi menantikan dan ingin melihat kumpulan
menteri-menteri bersih, profesional, kapabel dan orang lapangan, seperti yang sebelumnya sering dipersyaratkan oleh Presiden Jokowi.
Tuntutan akan secepatnya
kabinet itu diumumkan, bukan hanya oleh
keinginan rakyat tetapi juga kebutuhan riel untuk segera mengisi
kevakuman pelaksana pemerintahan saat
ini. Baru saja dua Sukhoi AURI mencegat sebuah pesawat asing yang berani-beraninya menerobos masuk melintasi tengah-tengah wilayah udara RI dari
arah selatan ke utara dan kemudian
dipaksa mendarat di Manado. Pesawat itu ternyata dari Australia dan ini sangat disesalkan, karena PM
negara Kangguru itu baru saja pulang sehabis menghadiri pelantikan dan mengundang Presiden Jokowi.
Dengan kasus ini, mestinya
Pemerintah RI dapat mengeluarkan nota protes diplomatik. Tetapi kalau belum ada
Menteri Luar Negeri, bagaimana hal itu
dapat dilakukan. Coba kalau Sukhoi itu sampai menembak hancur pesawat asing itu
seperti dilakukan para partisan pro Rusia di Uraina yang
menghantam pesawat penumpang Malaysia dengan rudal.
Tapi ya itulah. Pembentukan kabinet
mesti dilakukan dengan hati-hati. Apalagi pihak KPK telah memberikan ultimatum
yang keras. Bila Jokowi-JK memaksakan pelantikan orang-orang bermasalah
dengan kasus korupsi, maka mungkin sekali orang-orang itu hanya akan
menjabat 2-3 bulan karena “diambil” KPK.
Melihat
jumlah nama yang diserahkan Jokowi ke
KPK untuk diteliti rekam jejaknya
sebanyak 43 orang, agaknya di dalamnya sudah termasuk nama-nama cadangan,
karena jumlah anggota Kabinet nantinya
hanya 33 orang. Jadi, kalau yang diberi
lampu merah dan kuning oleh KPK sebanyak
8 orang, maka menurut hitung-hitungan sisa 35 orang masih cukup untuk
mengisi formasi menteri kabinet itu. Namun, hal ini nampaknya
belum menyelesaikan masalah. Agaknya dari 8 orang yang terpaksa harus diganti itu
diproyeksikan untuk menduduki prosisi
yang amat strategis, sedangkan calon cadangan yang ada tidak pas untuk mengisinya.
Alternatifnya, maka harus dicari lagi calon-calon baru
di luar daftar 43 orang itu. Mereka
perlu lagi dijajagi kapabiltasnya,
loyalitasnya dan kesungguhannya. Lalu, sesudah itu masih perlu lagi dimintakan penelusuran jejak oleh KPK dan PPATK, yang tentunya memerlukan waktu. Jokowi tentunya tak bisa memberikan batas waktu kepada KPK dan PPATK untuk menyerahkan hasil penelusuran
mereka.
Mungkin, Jokowi juga sedang
menunggu dengan harap-harap cemas kapan hasil penelusuran baru itu dapat
diserahkan. Bila sudah diterima dan semua clear
, mungkin susunan kabinet akan segera diumumkan. Makanya itulah barangkali
Jokowi selalu bilang, “mungkin hari ini, mungkin besok” dstnya, karena ia juga
masih menunggu. Semuanya itu tidak meluluh tergantung dari dirinya. Apalagi,
hasil pertimbangan DPR yang menyangkut nomenklatur komposisi kabinet, mungkin dipandang perlu pula ditunggu.
Tapi satu hal yang pasti : Jokowi dan JK sama-sama
ingin segera bekerja cepat. Lebih cepat lebih baik. ***