Menjelang penetapan personalia Kabinet
Trisakti Jokowi-JK, banyak
diperbincangkan mengenai perangkapan jabatan Menteri dan jabatan
struktural di Partai politik. Dan
yang banyak disorot dalam hal ini adalah
Muhaimin Iskandar yang konon, bila diangkat menjadi menteri kabinet ia ingin masih tetap menjabat
sebagai Ketua Umum PKB.
Masalahnya, sejak awal Jokowi sudah bersikukuh, bahwa seorang menteri seharusnya fokus pada tugasnya. Kalau ia seorang
pengusaha, harus melepaskan fungsinya dari bisnisnya, kalau ia pejabat struktural dari partai politik, harus melepaskan jabatannya
itu sehingga semua perhatian dan
aktivitasnya fokus dalam fungsinya sebagai menteri.
Disamping alasan agar menteri lebih terfokus perhatiannya pada tugasnya, pemikiran agar jabatan
struktural di partai politik lebih
baik dilepaskan, adalah belajar
dari kenyataan selama ini akan banyaknya pejabat
struktural partai yang duduk
dalam jabatan publik yang tersangkut
perkara korupsi. Ini sering dihubungkan-hubungkan dengan perangkapan jabatan
tersebut, seperti dalam ungkapan “jabatan publik menjadi ATM parpol”. Hal ini memang sangat potensial terjadi,
manakala pengawasan kurang efektif.
Lalu, bagaimana meminimalisir akibat-akibat negatif tersebut ? Dalam prakrek, pemisahan itu ada yang dilakukan secara tegas, tetapi ada pula yang lebih moderat, yakni dengan tetap mengakui formalitasnya dalam organisasi/lembaga
seelumnya, tetapi dengan status non aktif. Contohnya, ketika Jokowi yang Gubernur DKI Jakarta mendaftarkan
diri menjadi calon Presiden RI dan melakukan kampanye. Ia diharuskan
non aktif dari jabatannya selaku
Gubernur.
Secara formal ia masih tetap Gubernur DKI, tetapi dia harus
melepaskan sejumlah kewenangannya demikian juga
segala fasiltas seperti rumah dinas, kendaraan dinas dan pengawalan.
Tugas-tugas rutinnya dilimpahkan kepada
Wakilnya Basuki Tjahaya Purnama (Ahok ) sebagai Pelaksana tugas (Plt) Gubernur.
Mungkin dalam kasus Muhaimin Iskandar, hal tersebut dapat diadopsi. Secara formal boleh
tetap dalam statusnya sebagsi Ketua Umum PKB, tetapi non aktif
dan tugas sehari-harinya dilepaskan dan
diserahkan kepada fungsionaris
partai lainnya sebagai Pelaksana tugas. Tetapi semuanya tergantung pada Jokowi-JK
dan Partai yang bersangkutan. ***
No comments:
Post a Comment