Menyaksikan
proses pengambilan keputusan mengenai RUU Pilkada dalam Sidang DPR tanggal 25 dan 26 September 2014 lalu , kita dapat melihat bagaimana kelihaian dari masing-masing pihak yang
saling bersaing dalam mengatur taktik dan strategi.
Jelas, dari hasil pertarungan taktik-strategi ini yang paling diuntungkan adalah Kubu Merah Putih
(KMP) yang memenangkan pilihan Pilkada
Tidak Langsung melalui DPRD dengan dimotori
Prabowo Subijanto dan Amin Rais. Ini
terlihat dari suasana pertemuan
mereka seuasai menuai kemenangan dengan skor 236 : 135 itu.
Sangat kontras ketika
mereka dinyatakan kalah oleh MK,
mereka nampak semua ceria, tertawa-tawa
dan santai. Amin Rais, yang
menjelang Pemilu Legislatif dahulu
mengaku dalam sebuah wawancara ogah ikut mencalonkan diri lagi karena faktor
usia, akhir-akhir ini menjadi nampak bersemangat lagi seperti para kader
muda.
Yang merasa
dirugikan adalah Kubu Koalisi Hebat
(KKH) yang dimotori PDI Perjuangan yang didukung masyarakat luas. Sedang Partai
Demokrat tidak jelas, apakah mereka merasa beruntung atau dirugikan. Tapi yang
jelas SBY dan Partai Demokrat dicerca dan
dicaci-maki mana-mana. Di dalam Negeri
maupun di luar negeri.
Partai Demokrat membela diri dan menyalahkan PDIP yang tak merespons 10 catatan opsi Partai Demokrat. Padahal seluruh rakyat dari Sabang sampai Merauke yang ikut bergadang sampai lewat tengah malam mendengarkan langsung dukungan penuh PDIP, HANURA dan PKB atas opsi Demkorat dalam sidang. Mereka tidak tahu apa hasil bisik-bisik dalam lobi 4 jam. Yang mereka tahu yang paling otentik adalah apa yang disuarakan dalam sidang pleno. Lobi hanya satu alat untuk memperlancar pembahasan dalam sidang.
Partai Demokrat membela diri dan menyalahkan PDIP yang tak merespons 10 catatan opsi Partai Demokrat. Padahal seluruh rakyat dari Sabang sampai Merauke yang ikut bergadang sampai lewat tengah malam mendengarkan langsung dukungan penuh PDIP, HANURA dan PKB atas opsi Demkorat dalam sidang. Mereka tidak tahu apa hasil bisik-bisik dalam lobi 4 jam. Yang mereka tahu yang paling otentik adalah apa yang disuarakan dalam sidang pleno. Lobi hanya satu alat untuk memperlancar pembahasan dalam sidang.
Tidak
jelas siapa yang paling berperan dalam adu taktik-strategi ini, apakah
SBY dengan Partai Demokratnya yang semula merasa PENTING, sebagai faktor
penentu kemenangan dengan jumlah 148 kursi di DPR (lama) dalam usaha mencapai
tujuan politiknya.
Ataukah
barangkali KMP yang lebih lihay yang malah mampu memainkan
kartu penentu Partai Demokrat itu
sambil memanfaatkan kelemahan taktis strategi kelompok KKH.
Hal ini bisa dimengerti dengan adanya Amin Rais di sana. Dahulu sebagai Ketua MPR ia mampu mengatur
strategi yang berhasil menaikan Gus Dur sebagai Presiden dengan menempatkan Ibu Mega Ketua Umum PDIP hanya menjadi RI 2.
Padahal PDIP yang unggul dalam pemilu legislatif. Tapi dia juga yang kemudian
menaikan Ibu Mega ke RI-1 dengan setelah melengserkan Gus Dur.
Dalam hal taktik,, di kubu KMP selain Letjen Prabowo Subijanto yang mantan Pangkosrad dan Danjen Kopasus, di sana juga banyak
jendral-jendral purnawirawan bahkan mantan
Panglima TNI dan mantan Kepala Staf TNI. Jadi ada ahli strategi, juga banyak yang
ahli dalam mengatur taktik di lapangan..
Kalau
hal ini terjadi dalam pertempuran
merebut penguasaan wilayah kedaulatan
dari musuh, sungguh dibanggakan. Tapi karena yang menjadi taruhan dalam pertarungan di DPR ini adalah hak rakyat dalam memilih sendiri Pemimpinnya, maka jadilah ia menjadilah tontonan yang tidak elok.
Sebetulnya, kalau kubu PDIP
mau, mereka bisa menggagalkan pengambilan keputusan persetujuan RUU
Pilkada tidak langsung ini dengan ikut meninggalkan sidang sehingga quorum tak
lagi tercapai. Tetapi itu tidak dilakukan, karena hal itu bukan tindakan
simpatik di mata rakyat.***
No comments:
Post a Comment