Sejak
Jokowi-JK mengumumkan komposisi bakal kabinetnya yang terdiri dari 18
profesional murni dan 16 profesional partai, timbul kontroversi.
Para lawan politik kubu Jokowi-JK,
mengeritik dan menuduh Jokowi tidak konsisten dengan janjinya yang akan membentuk kabinet
kerja yang terdiri dari para profesional. Dengan menyebut adanya 16 posisi menteri yang diperuntukkan bagi
profesional parpol, Jokowi dikatakan telah melanggar janji kampanyenya sendiri.
Padahal yang dimaksud Jokowi adalah 16
profesional yang (kebetulan) berasal dari parpol.
Agaknya para pengeritik lebih menekankan “parpol”
daripada “profesional”nya. Memang ini hanyalah permainan kata-kata yang mencoba
menyimpangkan pengertian pendengar untuk kepentingan pilitiknya. Orang-orang yang bergiat di dunia politik
biasanya disebut “politisi” atau “politikus”.
Kalau nafkah kehidupannya bergantung
pada aktivitasnya sebagai politisi atau
politikus dapat disebut sebagai “politisi
profesional”. Misalnya para anggota Parlemen atau mereka yang mendapat gaji sebagai fungsio naris partai.
Nah, kalau “politisi profesional” dibandingkan
dengan “profesional politisi“, nampaknya
memang lebih berat pada politisi-nya.
Hukum MD (Menerangkan-Diterangkan) dari ahli
Tata Bahasa St. Takdir Alisjahbana agaknya juga belum tuntas dapat mempertegas
bedanya. Barangkali yang terakhir dapat diartikan “profesional yang juga
politisi”.
Kalau di bahasa Inggeris yang menganut
hukum DM bagaimana ? “Professional politician” bandingannya apa, “Political profession”?. Mungkin yang ahli bahasa dapat
menjelakannya lebih lanjut. ***
No comments:
Post a Comment