Ketika Hashim
Djojohadikumo Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Partai Gerindra mendengar Ahok, Wakil Gubernur KDKI Jakarta mengundurkan diri secara
mendadak dari Partai Gerindra, ia marah besar. Hanya dalam tempo kurang dari 24
jam dan tanpa konsultasi dulu dengan pimpinan Dewan Pembina Partai.
Dari satu sisi, kemarahan adik Prabowo
Subianto itu dapat dimakumi. Tetapi kalau dia coba memahami apa yang terjadi dalam proses pengunduran diri itu,
mungkin ia akan dapat memaklumi mengapa Ahok atau Basuki Tjahaya Purnama bertindak seperti itu. Apalagi kalau sudah
tahu temperament seorang Ahok. Dia tak mau ditantang-tantang.
Asal mulanya adalah pernyataan Ahok
yang secara tegas menyatakan secara pribadi dia tidak setuju dengan RUU Pilkada
yang kini sedang diproses di DPR, - yang menyatakan agar Pilkada dikembalikan lagi dari
cara Pemilihan Langsung ke Pemilihan oleh DPRD. Para pendukung RUU itu berasal dari Koalisi
Merah Putih yang dimotori Partai Gerindra, salah satu Jokowi-Ahok pada Pilkada
DKI dahulu.
Atas pernyataan Ahok itu M. Taufik Ketua DPD Gerindra DKI menuntut agar Ahok
segera mundur dari Gerindra karena sudah menentang kebijakan Partai. Begitu ada
surat pengunduran Ahok, “seketika itu juga akan saya tanda tangani surat
pemberhetian”, kata Anggota DPRD Gerindra DKI itu dalam sebuah wawancara
televisi. Bahkan ybs. Juga mengancam
untuk mengadukan Ahok ke Polisi karena
dituduh melakukan penghinaan.
Mendapat tantangan seperti itu, bukan
Ahok namanya kalau tidak segera memberikan reaksi keras. Ia segera membuat
surat pengunduran diri bahkan sampai
mempertontonkannya kepada para wartawan. Mungkin ia merasa martabatnya seperti
dilecehkan.
Mestinya
juga Hashim menegur fungsionaris
Gerindra DKI yang kurang bijaksana itu.
Contoh yang baik telah
ditunjukkan seorang tokoh PPP
yang menegur Haji Lulung kader PPP di DPRD DKI karena mencaci Ahok yang disebutnya “orang benar” dan “gentlement”.***
No comments:
Post a Comment