Salah satu program utama pemerintahan
Jokowi-JK yang akan datang adalah bidang pendidikan. Bicara soal pendidikan,
biasanya langsung terbayang Pendidikan Dasar seperti SD, SLTP dan SLTA
serta Pendidikan Tinggi seperti Universitas dan Akademi.
Ada satu hal yang patut mendapatkan perhatian dalam dunia pendidikan
kita, yaitu banyaknya angkatan muda yang putus sekolah di tengah jalan karena
kesulitan biaya atau oleh sebab lain.
Banyak pula yang setelah lulus pendidikan sulit mendapatkan lapangan
kerja. Sampai-sampai ada seorang sarjana yang baru-baru ini mengajukan ijin legalisasi untuk bunuh diri akibat putus asa setelah ia
berulang kali mengalami kegagalan dalam melamar pekerjaan.Salah satu sebabnya
mungkin karena kurangnya ketrampilan.
Sebagai saah satu jalan keluarnya agaknya perlu diperbanyak balai-balai latihan
kerja. Kalau bisa di tiap Kecamatan Pemerintah membangun minimal satu Balai
Latihan Kerja (BLK) untuk memberikan ketrampian dan keahlian kepada
pemuda-pemuda dan siapa saja yang ingin melakukan peningkatan diri dengan
mendapatkan ketrampilan sesuai yang diminatinya.
Mereka diarahkan untuk kelak dapat menjadi wiraswasta muda yang dapat
menciptakan usaha sendiri, bahkan juga dapat membantu dan menampung para
pencari kerja lainnya.
Disamping para instruktur pelatihan, di tiap BLK juga disediakan inovator
untuk membangkitkan dan meningkatkan semangat para peserta didik untuk mandiri serta mampu melihat peluang-peluang
berusaha yang mungkin sudah tersedia.
Mengapa perlu diperbanyak BLK-BLK Pemerintah yang dapat dengan mudah dimasuki warga masyarakat tanpa terlalu banyak persyaratan
(asal mampu baca tulis atau menyimak) ?
Kenyataan menunjukkan, pelatihan-pelatihan
untuk mendapatkan ketrampilan selama ini umumnya diadakan oleh lembaga-lembaga swasta atau intern
perusahaan. Sebagai perusahaan, tujuan mereka tentunya mengejar keuntungan
sehingga mereka akan mematok biaya yang relatif mahal.
Pelatihan untuk para Pembantu Rumah
Tangga (PRT) atau TKI misalnya, selama ini dilaksanakan oleh para penyalur PRT
atau TKI tanpa dapat diketahui hasilnya memadai atau tidak.
Demikian pula banyak warga masyarakat
yang sesungguhnya masih merupakan angkatan kerja potensial, atau para siswa putus
sekolah yang ingin mendapatkan ketrampilan tertentu tetapi sulit menemukan tempatnya.
Contoh lain, pernah terjadi seorang prajurit
TNI yang secara profesional ketrampilannya hanya pegang senjata, ketika pensiun
dalam usia limapuluhan, merasa masih memiliki kemampuan untuk berkarya, tetapi
bingung mau melakukan apa karena tidak mempunyai ketrampilan lain.
Hal yang sama juga bisa terjadi pada pensiunan pegawai negeri sipil yang
hanya mempunyai ketrampilan pada bidang tugasnya sebelum pensiun. Mereka perlu
diberikan wadah untuk mendapatkan ketrampian baru dengan biaya murah.***
No comments:
Post a Comment