Kalau
benar APBN 2015 produk DPR dan pemerintahan SBY telah mengunci pembiayaan untuk pelaksanaan program
Pemerintahan Jokowi-JK, maka ini berarti proses peralihan kekuasaan secara h
elegan dari pemerintahan lama ke pemerintahan baru seperti yang sering ditonjol-tonjolkan
oleh SBY, maka itu tidak lebih hanya omongan kosong. Mana kesinambungan
anggarannya ?
Nah, kalau memang sudah kepepet, maka
jalan satu-satunya Jokowi-JK harus kembali lagi kepada para pendukungnya. Kalau
DPR/DPRD tidak mendukung program yang merakyat, maka DPR/DPRD jalanan yang terdiri dari ribuan
organisasi relawan Jokowi-JK yang masih
tetap eksis harus siap-siap.
Bahkan kalau perlu rakyat akan rela untuk
sekali lagi mau berpartisipasi dalam pengumpulan dana
program. Kalau untuk pemenangan Pilpres saja
mereka mau dan dapat terkumpul miliyaran
rupiah, masakan tidak akan mendukung program untuk rakyat yang riel.. Coba saja
tawarkan, misalnya “Dana Program
Pembangkit Listrik”, “Dana Modernisasi Kapal Nelayan” dsbnya.
Apalagi yang mau diharapkan dari pemerintahan
yang sekarang akan segera berakhir ? Malahan sekarang mulai ada lagi akal muslihat untuk
menciptakan produk hukum yang nantinya dapat digunakan mengganjal program merakyat yang telah diagendakan pemerintahan
Jokowi-JK. Diantaranya dengan cara Koalisi Merah Putih mau menguasai
mayoritas suara di DPR bahkan belum cukup, masih mau menjegal lagi peluang Partai pendukung Jokowi-JK sebagai pemenang Pemilu Pilpres menjadi
Ketua DPR-RI dan DPRD.
Padahal, sejak masa reformasi
piimpinan DPR menurut tradisi otomatis menjadi hak partai pemenang. Bahkan
lebih ekstrim lagi, sistim Pemilihan
langsung oleh rakyat akan dicabut dan dikembalikan lagi ke DPR/DPRD. Mulai dari
Pemerintah Daerah, dan agaknya nanti juga meningkat ke pemilihan Presiden.
Sedangkan sudah bukan rahasia umum lagi,
bahwa sesungguhnya sebagian terbesar dari dari
anggota-anggota DPR/DPRD kita yang terpilih dari masa ke masa tidak
dikenal oleh rakyat. Karena kurang sosialisasi, rakyat pemilih asal coblos
saja gambar-gambar orang yang
sesungguhnya tidak dikenal yang berada di bawah gambar partai yang dikenalnya.
Lalu, sekarang “orang-orang tidak
dikenal” itu akan memilihkan “orang
tidak dikenal” pula untuk menjadi pemimpinnya. Sudan tidak kenal “pemimpin”nya,
tidak tahu apa yang akan dikerjakannya, apalagi tahu alasan “orang-orang tidak
dikenal” di DPR/DPRD itu sehingga memilihnya. Yang selama ini sering
dikemukakan, adalah adanya transaksi-transaksi
kepentingan antara kedua pihak. Jadi, sistim yang terbaik dan lebih demokratis bagi
rakyat dalam memilih pemimpinnya adalah dengan sistim pemilihan langsung.. ***
No comments:
Post a Comment