Anas Urbaningrum, terhukum kasus
Hambalang, seorang doktor Ilmu Sosial Politik, tentu tidak asal
ngomong ketika ia berkata “ Sepeser saja Anas korupsi proyek Hambalang,
gantung di (tugu) Monas.”
Begitu pula ketika sesaat
setelah pembacaan vonis, ia mengajak
Majelis Hakim dan Jaksa bersama dirinya bersedia mengucapkan ”sumpa kutukan” .
Agar Tuhan menurunkan kutuk atas masing-masing mereka dan keluarga siapa yang bersalah. Biar tahu
siapa yang salah, siapa yang benar.
Pasti
ia tahu bahwa permintaannya itu
pasti tidak akan ada yang melaksanakan. Karena hukum acara di negeri ini tidak mengenal adanya hukuman gantung
apalagi di tugu nasional. Demikian pula sumpa kutuk. Kalau toh seandainya Majelis
hakim menerima tantangan itu, maka itu tindakan konyol, yang pasti akan
mendapat sanksi dari Komisi Yudisial. Itu berarti, malah terhukum yang
mengendalikan Sidang.
Lalu, kira-kira apa tujuan Anas
dengan ucapannya itu ? Kemungkinan besar, ia ingin tetap menjaga nama
baiknya. Menghilangkan atau setidak-tidaknya menunda keyakinan masyarakat bahwa ia bersalah
sehingga tidak cepat-cepat memberikan stgma negatif. Ia menggunakan kata-kata
bombastis, untuk meyakinkan.
Atau ia
sudah nekad memilih biar mati di tangan
Yang Mahakuasa daripada menjalani hukuman begitu lama ditambah denda yang
tak tanggung-tanggung ? ***
No comments:
Post a Comment