Salah satu
trik Jokowi-Ahok dalam memulai tugas
mereka sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI adalah segera mendapatkan
kepercayaan dari masyarakat dengan jalan memberikan contoh bukti awal prestasi atau keberhasilan mereka.
Contoh bukti itu segera ditunjukan dalam bentuk keberhasilan seperti
: menertibkan kesemrawutan di Pasar
Tanah Abang, Waduk Pluit, Rumah Susun, Kartu Sehat, Kartu Pintar dan
seterusnya.
Trik yang sama agaknya dapat pula
dilaksanakan, manakala Jokowi-JK nanti mulai
berkantor di Istana Kepresidenan. Misalnya, mengurangi bahkan menghentikan distribusi BBM Premium yang sarat dengan subsidi itu, dan
pada saat yang sama menurunkan harga Gas 3 kg serta dibarengi dengan peningkatan
distribusinya.
Hal ini tentu hanya mungkin dilakukan bila memang benar pontensi
kekayaan gas kita masih cukup besar seperti yang sering dikemukakan para pakar.
Cara pembatasan distribusi BBM
bersubsidi, misalnya dengan mempersulit mobil-mobil pribadi yang selama ini ternyata paling banyak menikmati subsidi,
untuk tidak terus-menerus lagi menikmati
subsidi yang seharusnya dimaksudkan untuk
rakyat ekonomi lemah.
Teknisnya, misalnya dengan memasang
patok-patok besi pada jalan masuk ke
SPBU Premium sedemikian rupa sehingga
yang dapat masuk hanya kendaraan roda dua. Dengan demikian tidak akan
ada lagi antrian mobil. Pembelian dengan
jerigen atau wadah lain agar dilarang.
Apa efek dari kebijakan di atas ? Pembatasan
konsumsi BBM bersubsidi akan mengurangi biaya subsidi secara signifikan yang
dapat digunakan untuk melaksanakan program yang lebih merakyat.
Sedangkan penurunan harga Gas 3 kg, memang akan membutuhkan anggaran
ekstra, namun hal itu tidaklah begitu
berarti dibandingkan dengan timbulnya simpati dan dukungan masyarakat luas yang memang
sedang menantikan bukti awal. ***
No comments:
Post a Comment