Sunday, May 28, 2017

Wednesday, May 10, 2017

ANAK KANDUNG MENDURHAKA


      Adanya kasus-kasus anak kandung menggugat orangtua kandungnya ke depan meja hijau, sungguh mengherankan.  Dari sudut agama tidak dapat dibenarkan, karena bagi setiap penganut agama, menghormati orangtua adalah wajib.      

       Dalam Kitab Injil  penghormatan kepada orang tua itu tercatat jelas pada Hukum Sepuluh yang ke lima yang mengatakan “Hormatilah ayahmu dan ibumu supaya lanjut umurmu di tanah  yang diberikan TUHAN Allahmu kepadamu” (Kel.20:12).  Sering pula kita mendengar ungkapan “ Surga ada di telapak kaki ibu”.

        Demikian pula tradisi dan budaya yang beragam di negeri ini umumnya memberi penghormatan tinggi kepada orangtua atau yang dituakan. Terlihat misalnya dari simbol cium tangan atau menyentuh bagian bawah kaki.     Namun aneh tapi  nyata.

      Tanggal  26/3-2017 Ibu Siti Rokayah, 83, warga kec. Garut kota ,digugat   Rp 1,8 milyard  oleh anak kandungnya  Yani  Suryani dan suaminya  Handoyo Adianto  dalam hal utang pihutang.  

       Ibu Artija, 67, 1/10/2012 di Jember, digugat  oleh  anak kandungnya  Manisa,45  dengan tuduhan ibunya melakukan  pencurian  dalam  kasus rebutan tanah.   

       Achmad Tjakoen Tjokrohadi ,92,  di Malang, digugat  oleh anak kandungnya  sendiri  Ani Hadi Setyowati, dalam kasus  rumah warisan.

      Nenek Fatimah, 90, di Tanggerang, digugat  Rp 1 milyard oleh  Nurhanah dan suaminya Nurhakim dalam soal tanah.

     Ketika aku dirawat di rumah sakit, anak-anak begitu sibuk mengurusi dan memperhatikan, sampai-sampai ada yang minta cuti dari pekerjaannya.

       Melihat itu aku teringat kedua almarhum orangtuaku dahulu. Mereka begitu bekerja keras banting tulang untuk menghidupi keluarga kami. Tetapi ketika sudah “menjadi orang” aku tidak sempat lagi untuk berbuat sesuatu yang membahagiakan mereka. Aku sungguh menyesali itu.

       Aku ingat ketika ayah, untuk  mengurangi pegal-pegal pada tulang punggungnya, beliau menyuruhku memijatnya. Karena tanganku yang kecil tidak cukup membantu, maka beliau menyuruhku naik ke atas punggungnya, berjalan di sepanjang tulang belakangnya yang pegal-pegal sambil beliau menelungkup.

       Aku menolak, karena bagaimana mungkin aku bisa menginjak-injak tubuh orangtuaku ! Tapi karena beliau terus mendesak, maka aku minta syarat  agar punggung ayah ditutupi dahulu dengan selimut. Karena aku tidak mau tapak kakiku menyentuh tubuh orangtuaku. Dan beliau setuju.

    Maka aku tak mengerti  jalan  pikiran orang-orang yang sampai mendurhaka kepada orangtua kandung yang sudah sepuh seperti di atas.***

    

VONIS KONTROVERSIAL UNTUK AHOK


Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang diketuai Dwiarso Budi Santiarto tanggal 9 Mei 2017 akhirnya menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara kepada Ahok, Gubernur KDKI Jakarta dengan perintah untuk segera dikenakan penahanan.

Keputusan tersebut menimbulkan kontroversial, karena ada yang menganggap tidak adil, terlalu berat atau ringan dan ada yang merasa sudah cukup pantas.  Yang paling banyak dipersoalkan adalah masalah penahanan. Pihak Pengacara Ahok menganggap Majelis Hakim tidak berwenang lagi  memerintahkan penahanan karena proses pemeriksaannya sudah selesai.

Demikian pula alasan penahanannya tidak dijelaskan. Karena menurut undang-undang, penahanan  dilakukan bila tersangka/terdakwa dikhawatirkan akan melarikan diri, akan menghilangkan barang bukti atau mengulangi lagi perbuatannya. Bahwa ia akan melarikan diri tidak mungkin karena ia sebagai Gubernur DKI Jakarta. Menghilangkan barang bukti juga tak mungkin, karena semuanya sudah dibundel jadi materi persidangan. Mau mengulangi lagi perbuatan yang dituduhkan, sama juga bunuh diri.

Penulis bukan berlatar belakang bidang hukum, namun mempunyai pertanyaan sendiri menyangkut pertimbangan Majelis Hakim.

Pertama,  kesaksian dari pihak Penasihat Hukum dan keterangan terdakwa, sama sekali atau kurang dipertimbangkan, khususnya mengenai penafsiran surat Al Maidah 51. Penafsiran berbeda-beda. Demikian pula dalam hal pendapat para ahli yang berbeda satu sama lain : apakah ucapan terdakwa merupakan penistaan agama atau bukan. 
Menurut saksi ahli bahasa dari Universitas Indonesia, dengan adanya kata "pakai" maka tidak ada penistaan surat Al Maidah 51 dalam ucapa Ahok. Al Qur'an tidak dinista, tetapi menurut Ahok, ada orang-orang yang menyalahgunakan untuk  maksud tiak baik.
    Mungkin sebagai ilustrasi dapat dibandingkan dengan kalimat ini : "Ada organisasi masa yang pake Pancasila untuk melindungi diri dari  gugatan hukum". Pancasila tidak dihujat atau netral, tetapi Ormas tersebut mencantumkan Pancasila sebagai dasar organisasinya. Ketika dituduh anti Pancasila karena dalam kegiatan-kegiatan dan pernyataan-pernyataan mereka sering tidak selaras dengan Pancasila, mereka membantah dengan menunjukan  Anggaran Dasar organisasinya yang menyebut berdasar Pancasila. Jadi ada penyalahgunaan Pancasila dibalik perbuatan anti  Pancasila.
         Kalau tak salah, dalam hal   ada ketidakpastian atau rancu demikian, hakim  harus memilih yang menguntungkan terdakwa. Mungkin dengan alasan demikianlah maka Tim Jaksa sebelumnya menggugurkan tuduhan pertama, yaitu penistaan agama, karena mereka tidak yakin.

Kedua, pertimbangan mengenai unsur niat dan unsur sengaja dalam kasus perbuatan pidana. Majelis hanya berbicara mengenai ucapan dan tulisan dalam buku karya terdakwa sebagai referensi kemudian menyimpulkan dengan asumsi bahwa terdakwa benar mempunyai niat dan sengaja untuk melakukan penistaan agama. Padahal, niat seseorang dalam sesuatu hal, setidaknya dapat dinilai dari ucapan lisan, sikap perilaku dan perbuatan-perbuatan seseorang sebelumnya. Dalam kasus ini, majelis hakim hanya menilai ucapan dan tulisan, tetapi tidak mempertimbangkan sikap Ahok di lingkungan keluarganya. Bahwa ia mempunyai orangtua dan saudara angkat yang Islam dan sangat dihormatinya. Demikian juga perbuatan-perbuatan Ahok sebagai Gubernur yang membangun banyak sarana-sarana ibadah Islam, membiayayi para pengurus masjid untuk naik haji, selalu menyumbangkan hewan kurban dan banyak lagi. Hal ini belum pernah dilakukan Gubernur sebelumnya, yang Muslim sekalipun. Apakah orang demikian menurut pikiran waras akan punya niat jahat ?

       Niat juga adalah selalu sejalan dengan rencana. Niat Ahok ke Pulau Pramuka adalah untuk memajukan budi daya ikan. Bukan untuk menghina agama !
      Penulis khawatir apakah keputusan hakim ini tidak didasarkan pada pertimbangan politik. Keputusan dirancang terlebih dahulu dengan kalkulasi politik lalu kemudian dicari dalil-dalil yang mendukung keputusan. Sedang fakta dan kesaksian yang akan melemahkan keputusan dikesampingkan. Jadi tiak obyektif.

    Protes dari seluruh dunia juga mulai muncul. Dari tokoh-tokoh dunia maupun organisasi internasional seperti PBB, Asean dll. Mudah-mudahan tidak sampai menimbulkan dampak ekonomi yang berkelanjutan. Yang pasti telah mempunyai pengaruh pada Bursa Efek dan juga nilai tukar rupiah. Jangan sampai Amerika atau Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) dan negara-negara lain memboikot produk-produk eksport Indoneia sebagai protes.***

Monday, May 8, 2017

PASKAH , PENGADILAN AHOK DAN PILKADA


Sementara  segala macam proses Pemilihan calon Gubernur DKI  Jakarta tanggal  19 April  2017 berjalan, sidang-sidang pengadilan   Ahok yang didakwa  melakukan penistaan agama telah banyak  menarik perhatian. Tidak saja dari warga DKI Jakarta, tetapi juga secara nasional bahkan internasional.
Tidak mengherankan, karena  kota Jakarta adalah Ibukota Negara yang sering kali menjadi contoh bagi  Daerah-Daerah Propinsi lainnya, Pusat Pemerintahan dan pusat segala macam kegiatan ekonomi, politik dan sebagainya.
Ahok adalah pejabat petahana yang ikut  kembali sebagai calon untuk memperebutkan kursi DKI-1.  Pencalonannya makin menjadi sorotan karena dia  dituduh melakukan penistaan Kitab Suci agama Islam sedangkan dia bukan seorang Muslim. Meskipun yang bersangkutan membantah dan didukung oleh banyak  tokoh dari berbagai keahlian, tetapi  tetap saja tuduhan penistaan agama itu disuarakan.
Banyak komentator berpendapat kasus ini telah dipolitisasi  untuk menguntungkan calon gubernur penantang ( Anies-Sandi) meskipun hal  itu dibantah. Demikian pula kecurigaan akan adanya upaya-upaya sekelompok orang untuk menggulingkan pemerintahan pusat yang sah.
Sementara proses pengadilan dan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) DKI berlangsung, tiba pula masa, ketika umat Kristiani memperingati  hari-hari  Kesengsaraan Yesus Kristus, yaitu Jumat Agung hari Jumat tanggal 14 Aprl  2017 . Kemudian berlanjut dengan Perayaan Paskah hari Minggu tanggal  16 April  2017.
Peringatan Jumat Agung dan Paskah adalah peringatan akan saat-saat ketika Allah menggenapi janjiNya untuk menyelamatkan umat manusia dari ganjaran hukuman api  naraka akibat dosa mereka melalui penebusan korban Yesus Kristus. Ini sesuai dengan yang telah dinubuatkan para nabi ribuan tahun lalu ( Yesaya 53 : 1-10) .
Penebusan itu diawali dengan Perjamuan Kudus, yaitu memperingati ketika Yesus makan malam terakhir   bersama kedua belas murid-muridNya. Pada kesempatan itu Ia memberitahukan simbol  roti yang dipecah-pecahkan yang mereka akan makan  sebagai tubuhNya yang akan dicabik-cabik. Cawan anggur yang akan mereka minum sebagai simbol darah penebusan yang akan dicurahkan  sebentar nanti.
Ia minta supaya setiap kali mereka makan roti dan minum anggur mereka buat sebagai suatu tanda peringatan akan kematianNya. Dan itu memang terjadi hanya berselang beberapa jam kemudian.
Umat Kristiani memandang itu sebagai perintah.  Itulah sebabnya  maka setiap tahun umat Kristiani merayakannya dan sekaligus berlanjut dengan perayaan Paskah, yaitu memperingati hari kebangkitanNya dari  dalam kubur pada hari ketiga sesudah kematianNya.
Sesudah “Last Super” atau makan malam terakhir itu,  Yesus Kristus dan para murid langsung pergi bermalam di Taman Getsemani. Pada malam itu juga  Yesus ditangkap. Ia ditangkap sesaat setelah menjalani pergumulan berat dalam doa agar diberi kekuatan oleh Bapa di surga  pada waktu menjalani penganiaan sampai mati yang diketahuiNya akan segera terjadi.
Ia kemudian digiring menghadap Kayapas, Imam Besar Yahudi di Yerusalem. Segeralah dipanggil sidang darurat Majelis Mahkamah Agama Sanhedrin untuk mengadili Yesus.
Pengadilan tidak adil karena anggota-anggota Sadhedrin yang pro Yesus seperti guru agama Yahudi Nikodemus tidak diundang. Demikian juga banyak dihadirkan saksi-saksi palsu untuk memberatkan Yesus.
Yesus dituduh “menistakan agama” Yahudi, karena  Yesus menyebut-nyebut diriNya  “Anak Allah” serta akan meruntuhkan Bait Allah yang suci lalu akan membangunnya kembali dalam tempo tiga hari. Kata-kata diatas memang benar pernah diucapkan  Yesus, tetapi dalam pengertian rohani. Tetapi Imam Besar dan Sanhedrin mengartikannya secara harfiah, sehingga mereka tetap bersikukuh untuk menjatuhiNya dengan hukuman mati.
 Israel  waktu itu dalam penguasaan Romawi. Kewenangan menjatuhkan hukuman mati hanya berada di tangan Pontius Pilatus  Gubernur Romawi di Yerusalem. Maka Yesus pun digiring menghadap Pilatus untuk  untuk menguatkan dan melegalkan keputusan mereka.
Pilatus menanyai Yesus beberapa saat, tetapi segeralah ia menyadari orang itu tidak bersalah secara hukum. Ia berupaya melepaskan Yesus bahkan melepaskan dirinya sendiri dari kemelut itu. Ia melempar bola dengan  mengirimkan Yesus  ke raja Herodes seteru politiknya, yang kebetulan sedang berada di Yerusalem. Tapi Herodes pun tidak tertarik menyelesaikannya lalu mengembalikan lagi Yesus kepada Pilatus.
Isteri Pilatus yang terganggu oleh mimpi-mimpi buruk malam itu akibat penganiayaan Yesus, ikut berupaya mendesak suaminya untuk membebaskan Yesus karena tidak bersalah.
Lalu Pilatus menawarkan   kepada massa untuk memilih pembebasan satu dari dua tahanan sebagai hadiah pada hari raya Paskah Yahudi saat itu. Yesus atau Barabas, seorang tokoh pemberontak terhadap kekuasaan Romawi.
Pilatus berharap pemimpin-pemimpin Yahudi dan massa   akan memilih pembebasan Yesus daripada Barabas tokoh  pemberontak yang terlibat pembunuhan itu. Tapi nyatanya  massa makin brutal. Mereka tetap menuntut Yesus disalibkan dan memilih Barabas dibebaskan. Bahkan pemimpin-pemimpin mereka ulai menakut-nakuti Pilatus akan melaporkannya ke Kaisar di Roma karena mau membebaskan orang yang menyebut dirinya  “raja orang Yahudi”.
Merasa tak berdaya lagi, akhirnya  Pilatus mengalah. Ia mengabulkan tuntutan hukuman mati bagi Yesus. Namun sebelumnya itu, ia meminta sebaskom air. Di depan para tokoh Yahudi dan massa yang histeris ia mencuci tangannya dan menyatakan tidak bertanggungjawab atas penumpahan darah orang tak bersalah itu. Dan massa menjawab, biarlah itu menjadi tanggungjawab mereka dan keturunannya.
Selama proses yang berkepanjangan itu Yesus terus-menerus mengalami penganiayaan fisik dan mental yang sangat mengerikan. Dicambuk dengan rantai berkepala  potongan-potongan besi tajam, dipasangi paksa  mahkota duri, diludahi.  Mulai dari kaki tangan penguasa-penguasa Yahudi,  serdadu-serdadu Romawi maupun Herodes.
Sesudah makan malam terakhir itu, tak ada disebutkan dalam Injil, apakah selama penganiayaan itu ia pernah diberi makan atau minum ataupun  istrahat sampai akhirnya dipaksa memanggul salib ke bukit Golgota lalu disalib.

Pengadilan Yesus dan Ahok
           Aneh tapi nyata. Ada beberapa persamaan antara pengadilan Ahok dengan pengadilan Yesus. Sama-sama didakwa penistaan agama.  Sama-sama  banyak massa yang menuntut agar terhadap terdakwa dihukum berat. Sama-sama ada saksi-saksi yang diragukan kebenaran kesaksiannya alias kesaksian palsu.  Sama-sama ada perbedaan penafsiran atas materi dakaan. Ada dua pihak massa. Yang mayoritas berteriak-teriak . Kalau orang Yahudi berteriak : "Salibkan dia, salibkan dia", maka massa kecil yang hampir tak terdengar suara mereka meminta "bebaskan dia, bebaskan dia".

Sama-sama ada tawaran dua pilihan. Yang berkaitan dengan Pilkada, pilihan tokoh nomor  3  atau nomor 2 dimana Ahok termasuk. Sedang dalam pengadilan Pilatus, pilihan Barabas atau Yesus.
Yang masih menjadi tanda tanya, adalah bagaimana keputusan Majelis Hakim tgl 9 Mei 2017. Apakah juga mereka cenderung menganggap terdakwa Ahok tidak bersalah dan mau membebaskann seperti Pilatus ?  Bahwa banyak orang meminta untuk memutus bebas karena tidak bersalah seperti isteri Pontius Pilatus, sudah pasti. Ataukah nanti Majelis akan tunduk pada tuntutan massa demonstran, agar  dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman, nanti vonnis merekalah yang memastikan.
Libur panjang Paskah
Namun khusus untuk  warga Jakarta  atau mereka yang bekerja di Jakarta saat-saat Jumat Agung dan Paskah ini  dirasakan pula membawa berkah. Karena hari Jumat Agung adalah hari libur resmi dan di Jakarta hari Sabtu juga sebagai hari libur, maka kesempatan ini digunakan sebagai liburan panjang sampai hari Minggu. Bukan saja oleh umat Kristiani tetapi juga oleh masyarakat pada umumnya.  Mereka dapat berekreasi bersama keluarga ataupun mengunjungi sanak keluarga yang jauh. ***

ACT dan ACT



Ketika sedang ribut-ribut soal Cak Budi yang kabarnya menyalahgunakan sumbangan untuk orang miskin, saya tertarik dengan organisasi ACT (Aksi Cepat Tanggap). Kenapa ? Karena ini dapat disalahpaami dengan ACT (Action by Churhes Together), sebuah lembaga sosial gerejani internasional yang berpusat di Swiss. Lembaga kemanusiaan ini khusus mmbantu para korban bencana alam dan korban kerusuhan di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Bencana alam Aceh, Nias, Bengkulu, Lebak, Purworejo,, NTT, Luwuk Banggai, Poso, Sangir Talaud, Ambon dan banyak lagi.

          Di Indonesia ACT Internasional pernah bekerjasama dengan Yayasan Tanggul Bencana (YTB) yang didirikan dengan dukungan Dewan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). Dana bantuan diperoleh dari jemaat-jemaat gereja pendukung di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Penyaluran dan penggunaannya diawasi ketat oleh ACT Swiss. Pertanggungjawaban penggunaan dana dan penyalurannya harus selalu dilaporkan secara terbuka kepada donatur, diperiksa  Akuntan Publik dan sewaktu-waktu juga oleh ACT sendiri.    

          Ketika penulis menjadi Asdir Keuangan di YTB, saat itu (th.2000an) setiap bantuan harus segara disalurkan secepat mungkin kepada para korban bencana, jangan ditahan-tahan, atau dibungakan dulu dsb. Boleh mengambil untuk biaya operasional sekian persen, tidak lebih dari sepuluh persen. Kerena tidaklah mungkin karung-karung beras atau bantuan dalam bentuk barang berjalan sendiri ke lokasi bencana. Perlu alat angkutan dan tenaga pikul.

            Kembali soal ACT, sebaiknya organisasi Aksi Cepat Tanggap (ACT) ini berganti nama lain untuk mencegah hal-hal yang tisak diinginkan. ACT Internasional ini, yang sudah sejak lama beraktivitas di seluruh dunia, mungkin mengambil nama mereka terinspirasi dari Kitab Suci Kisah Para Rasul (inggerisnya : Act) .Mungkin mereka sungkan untuk mempermasalahkan nama ini , tetapi sebagai bangsa yang beretika mestinya kita bijaksana.

             ACT juga senantiasa menyediakan dana darurat untuk membantu para korban yang memerlukan bantuan sangat mendesak, yaitu dana RRF (Rapid Reaction Fund). - Sam Lapoliwa, mantan Financial Assistan-YTB).

Contact Form

Name

Email *

Message *