Saturday, March 28, 2020

GOMBAL

Ketika ada keluarga dekat kami meninggal tiba-tiba belum lama ini, kami begitu sangat prihatin tidak dapat menghadiri acara mengantarkan kekasih kami itu ke peristraharannya yang terakhir. Tidak dapat juga mendampingi keluarga yang sangat terpukul oleh kehilangan tiba-tiba itu. Sebab saudara kekasih ini dikabarkan terindikasi terpapar virus coroa. Menghormati himbauan pemerintah dan juga atas kesadaran sendiri, kami dengan sangat berat hati mengurungkan keberangkatan kami ke rumah duka bahkan juga ke pemakaman. Tidak ingin kami menjadi kumpulan orang terpapar lalu menulari pula banyak orang di sekitar di manapun kami berada. Ketika Ibunda Bapak Jokowi meninggal beberapa waktu lalu – yang kita semua ikut berbelasungkawa – kita menghargai permintaan Presiden agar para menterinya tetap bekerja seperti biasa. Dengan kata lain, cukup menyampaikan pesan belasungkawa tanpa harus ke Solo. Barangkali cukup dengan ucapan belasungkawa atau mengirim karangan bunga. Kita menaruh penuh hormat kepada Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan mantan wakil Presiden Juruf Kala yang cukup mengucapkan ucapan belasungkawa dan tidak ke Solo. Konsekwen dengan himbauan bahkan instruksi Presiden dan para petinggi sebelumnya agar warga masyarakat membatasi diri tak berkerumunan serta menjaga jarak satu dengan yang lain. Tapi apa yang kita saksikan dalam acara pemakaman ibunda kekasih Bapak Jokowi ? Masalahnya bukan kehadiran para pelayat yang banyak itu. Tetapi kerumuman itu. Dan sayangnya yang nampak disaksikan rakyat di layar televisi malah muka-muka para pejabat tunggi. Menteri-menteri, gubernur, walikota dan pejabat-pejabat lainnya yang selama ini kerap menganjur-anjurkan rakyat agar tak berkerumun. Apakah bila tak datang, Pak Jokowi akan menilai solodaritas mereka kurang ? Rasanya tidak ! Apakah rasa hormat Pak Jokowi ke Pak Jusuf Kala akan berkurang ? Tidak. Disayangkan pula, para pelayat tak diatur sedemikian rupa, misalnya diatur bergantian, agar kerumunan tak terlalu nampak menonjol . Sekarang, ketika acara-acara pesta perkawinan dibubarkan, ketika orang berkumpul makan direstoran dibubar paksa, maka jangan salahkan rakyat bila mereka nanti menanggap sinis himbauan-himbaun para petinggi yang melanggar sendiri himbauan mereka. Mereka tak mempunyai kekuatan moral lagi. Gombal. Citra Presiden Jokowi juga mungkin bisa sedikit ternoda. Kalau instruksi larangan berkerumun harus dilaksanakan secara tegas oleh rakyat, tetapi terhadap para petinggi boleh tak perlu tegas. ***

Thursday, March 26, 2020

STRATEGI MELAWAN VIRUS CORONA

Tema yang sering dimunculkan di media masa khususnya televisi adalah “Perang melawan virus Corona”. Yang namanya perang, tentu disamping mengenal musuh dan tahu titik lemahnya, kita juga perlu memiliki strategi. Kalau kita diserang, kita juga harus tahu sudah sejauh mana musuh menginfiltrasi sehingga kita bisa mengantisipasinya. Faktanya kini, musuh kita yaitu virus Corona, hari demi hari nampak seolah-olah seperti makin ofensif. Terlihat dari jumlah warga yang terindikasi terpapar statistiknya terus meningkat. Yang meninggal lebih banyak daripada yang sembuh. Padahal yang kita harapkan grafik yang dilaporkan terpapar makin menurun. Para pakar kesehatan mengatakan, mereka yang meninggal itu umumnya adalah para lanjut usia dan yang daya tahan tubuh mereka lemah. Belum jelas benar apa standar menentukan mana yang daya tahan tubuhnya kuat dan mana yang lemah. Mungkin yang dimaksud lemah mereka yang membawa penyakit menahun bawaan ? Seperti penderita asmah yang memang sering mengalami kesulitan dalam pernapasan?. Yang kondisi mereka akan cepat memburuk bila terpapar virus Corona yang memang salah satu gejalanya susah bernapas ? Untuk lebih meyakinkan kesimpulan di atas, mestinya ditunjukan dengan analisis data / grafik. Grafik yang meninggal menurut usia dan grafik menurut jumlah penderita penyakit bawaan dan yang tidak. Hal yang sama juga diukurkan pada mereka yang sembuh. Data jumlah terpapar tersebut diatas disebut “seolah-olah”. Karena kalau mau berimbang, seharusnya dari jumlah mereka yang dites, bukan hanya yang positif terpapar saja ditonjolkan angkanya, tetapi juga jumlah mereka yang hasilnya negatif ditonjolkan juga. Jadi, tergambar dari jumlah sekian yang dites, ternyata yang positif terpapar sekian persen yang negatif sekian persen. Diharapkan tentunya yang negatif lebih banyak. Mengemukakan data yang positif terpapar yang nampak meningkat dengan cepat, perlu ditegaskan pula bahwa itu belum tentu menunjukan indikator kecepatan penyebaran virus corona. Karena pertambahan data yang cepat itu bisa juga disebabkan oleh makin intensif dan ektensifnya aksi pelacakan terhadap mereka yang terduga terpapar akhir-akhir ini. Apalagi dengan mulai digunakannya alat tes cepat yang kini juga sudah disebarkan ke berbagai rumahsakit dan Puskesmas. Harus diakui, ibarat perang, kita agak terlambat melakukan antisipasi. Mungkin semula kita mengira, musuh yang asal-muasalnya nun jauh di sana di Wuhan, Tiongkok, tak akan sampai ke Indonesia. Ketika sadar, musuh telah menginfiltrasi sampai jauh dan meluas bahkan sampai ke kursi menteri, walikota bahkan para dokter spesialis dan paramedis lainnya. Sekarang sudah susah mendeteksi. Mana warga, teman, famili, tetangga yang sudah terpapar, diduga terpapar karena pernah ke wilayah terpapar dan mana yang belum. Ibarat dalam perang kota, tidak tahu lagi mana kawan mana lawan. Sudah campur aduk. Maka barangkali perlu dipertimbangkan dilakukannya pembersihan. Wilayah demi wilayah, dimulai dari wilayah yang paling tinggi terpapar. Mirip dengan strategi Jan Pieterzon Cun jaman VOC dahulu. Wilayah terpapar ditutup total dalam waktu yang ditentukan. Keluar masuk orang dibatasi hanya kepada orang-orang mendapat tugas tertentu dan diyakini tidak terpapar. Selama masa penutupan itu seluruh warga di test cepat dari rumah ke rumah. Bila ada yang hasilnya positif terpapar, langsung bisa dikirim ke RS untuk dirawat dan yang berpotensi terpapar dikarantina guna dipantau lebih lanjut. Dengan selesainya pengetesan cepat dan mereka yang positif terpapar atau berpotensi terpapar telah “dibersihkan”, wilayah itu dapat diasumsikan telah bebas virus corona dan boleh dibuka kembali. Tentu saja – setelah itu harus dilakukan pengawasan yang lebih ketat dengan menggunakan test cepat – sehingga tidak kemasukan virus lagi. Cara ini mungkin dapat segera dimulai di kompleks-kompleks perubahan yang umumnya memiliki pintu keluar masuk terkontrol dengan adanya petugas Security/ Satpam. Masa penutupan dan pembersihan sebaiknya tidak terlalu lama. Kalau lama, maka perlu disediakan stok bahan kebutuhan pokok dalam wilayah itu, di mana warga masih bisa membelinya. Mungkin dapat ditunjuk Badan Usaha Daerah/ Desa untuk mengadakannya dengan harga yang tak terlalu mahal. ***

Saturday, March 21, 2020

Arogansi Wakil Rakyat di Blora

Perlakuan kasar terhadap Tim Medis Dinas Kesehatan Kabupaten Blora yang tengah menjalankan tugas tanggal 20 Maret 2020 baru lalu oleh rombongan DPRD Kabupaten Blora sehabis melakukan kunjungan kerja di Lombok, NTB, tak boleh dibiarkan begitu saja. Paling tidak ada tindakan dari Badan Kehormatan DPRD setempat meskipun kita agak meragukan akan dapat memberikan penilaian yang independen dan adil. Dalam sebuah video pendek yang viral dimedia sosial, nampak dan terdengar suara membentak dari seorang anggota rombongan DPRD, “Pakai aturan, mana undang-undangnya? Kita tugas dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan TKW kita. Mana suratnya?," hardik pria bertopi. "Perintah dari mana " sambung anggota DPRD Blora yang lain. Padahal, tim medis itu sedang menjalankan tugas negara dari atasan mereka. Mendapat perlakuan begitu, tim medis itu hanya bisa diam menunduk. Menurut salah seorang anggota rombongan DPRD itu mereka sesungguhnya bukannya menolak untuk dites kesehatan mereka. Tapi maunya mereka dilakukan di rumah sakit. Bukan di terminal bandara. Padahal menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, pemeriksaan di terminal itu atas permintaan dan kemauan Ketua DPRD Kabupaten Blora sendiri. Dinas Kesehatan sendiri sebenarnya sudah menyiapkan pemeriksaan di RSUD Kabupaten Blora. Tapi karena ada permintaan Ketua DPRD akhirnya dikirimlah Tim Medis ke Terminal Bandara. Dengan demikian, tim medis Dinkes Kabupaten Blora ini telah menjadi korban perilaku sewenang-wenang dari sesama pejabat negara yang arogan. Mungkin Tim medis ini tidak tahu kalau penugasan mereka atas permintaan Ketua DPRD sendiri kepada atasan mereka. Tentulah tidak pantas kalau mereka menanyakan pada atasan, atas dasar apa mereka ditugaskan melakukan pemeriksaan di Terminal. Namun dapat dimaklumi bahwa pemeriksaan dini di Bandara terhadap setiap pendatang baru dari wilayah yang telah menyatakan diri dalam status siaga darurat satu virus Corona seperti NTB, sebagai keputusan bijaksana. Daripada rombongan DPRD itu pulang dulu ke tengah-tengah keluarga atau ke tempat-tempat umum baru diperiksa. Kalau setelah dites benar sampai ada yang positif mengidap virus corona, maka yang pertama-tama menjadi korban mereka adalah keluarganya sendiri. Maka tidaklah mengherankan bila sikap para anggota DPRD yang arogan itu mendapat kecaman keras. Bukan saja dari para nitizen tapi juga dari warga Blora sendiri. Salah seorang warga Blora, Seno Margo Utomo . yang kini menjadi Tenaga Ahli di DPR dan sebelumnya pernah menjadi anggota DPRD Blora, menentang keras junjungan kerja ke daerah bderstatus darurat corona itu. Ia minta agar semua anggota rombingan kunker DPRD Blora itu dikarantina terlebih dahulu selama 14 hari. Sebab bila tidak, akan membahayakan 700 ribu warga Blora. ucap Seno seperrti dikutip dari Liputan6.com. Kunjungan kerja itu sendiri sebetulnya tidaklah terlalu mendesak. Seorang anggota DPRD Blora mengatakan, alasan kunjungan kerja karena telah dijadwalkan dalam badan musyawarah sebulan sebelum adanya wabah Covid-19 masuk di Indonesia. Disamping itu biaya hotel untuk 4 hari sudah dibayar. Sedangkan tujuan kunker untuk study banding alat kelengkapan dewan (AKD) non-komisi. Meskipun kebutuhannya tidak terlalu mendesak dan Pemerintah telah beruang-ulang menganjurkan agar semua kunjungan kerja ditunda dulu supaya semua fokus menanggulangi wabah virus Corona, namun kunker tetap dilakukan juga, Padahal di NTB ketika itu virus Corona sudah mulai mewabah. Disamping perlu diperiksa BK-DPRD, pimpinan kunker dan Ketua DPRD patut meminta maaf kepada Tim medis Dinas Kesehatan Kabupaten Blora atas perlakuan sekasar itu. Kalau tidak, semangat pengabdian para pekerja sosial bidang kesehatan itu serta teman-teman seprofesi mereka akan mengendor dalam melayani warga Blora. Karena tugas mulia mereka seperti tidak dihargai. ***

SAATNYA INTROSPEKSI DIRI DI HADAPAN TUHAN

Di tengah badai penyebaran virus Corona saat ini - yang dipikirkan semua orang hanyalah bagaimana melawannya sebatas kemampuan manusia. Mencegah dengan menjauhkan diri dari orang-orang yang sudah terpapar.Mereka yang diduga sudah terpapar di dikarantina untuk dapat dipantau. Yang jelas-jelas sudah positif terpapar dirawat. Hanya sekedar untuk meningkatkan daya tahan tubuh pasien karena hingga kini belum ditemukan obat yang dapat membinasakan virus aneh ini. Para ahli farmasi juga tak kalah sibuknya berlomba untuk menemukan obat penangkalnya. Dalam situasi seperti ini kurang ditonjolkan pengobatan secara rohani yaitu peran Tuhan. Sudah terbaca kini, bahwa dalam keadaan sulit ini kita lebih mengandalkan otak manusia daripada lari kepada Tuhan ! Tayangan di layar televisi, sebagai satu-satunya media audio-visual yang paling efektif menjangkau orang banyak, selalu saja didominasi statistik korban terpapar, yang meninggal dunia, cara mencegah atau petunjuk-petunjuk bagaimana sebaiknya bersikap dengan lingkungan. Pengobatan atau penguatan secara rohani yang menyangkut perlawanan terhadap virus Corona jarang kita saksikan. Penguatan kepada para keluarga yang ditinggalkan, kepada mereka yang sedang terbaring dalam perawatan dan kepada mereka yang cemas di luar sana tak pernah kita lihat dilakukan melalui televisi. Yang ada, kalau bukan apa yang diutarakan di atas, adalah musik-musik murahan, iklan-iklan yang cenderung mengelabui orang, gosi-gosip yang seringkali malah ikut-ikutan mempertajam pertentangan atau tontonan orang yang lagi rakus melahap makanan. Katanya sih, untuk memperkenalkan aneka kuliner kita guna peningkatan pariwisata. Tapi dengan cara itukah ? Lalu, lagak-laku orang-orang kaya baru yang gemar memamerkan kekayaannya itu. Kita merindukan, agar para rohaniwan kembali diberi kesempatan tampil lagi di layar televisi menyampaikan suara kenabian. Menguatkan, menumbuhkan kembali pengharapan rakyat yang tengah dirundung malang ini. Bahwa ada Yang Mahakuasa di atas kedahsyatan virus corona. Warga negeri ini semua umat beragama. Tapi bukan lagi membahas ini ayat paling benar dan itu salah. Atau yang ini paling suci itu tidak. Bahwa ada Tuhan yang Mahakuasa dan Mahakasih tempat berlindung yang paling aman. Dia sudah berjanji untuk melindungi orang-orang yang dikasihNya. Dia tak pernah tidur. Dan tak akan ada selembar rambutpun yang akan rontok tanpa ijinNya. Kalaupun pada akhirnya terkena musibah juga, itu artinya memang sudah seijin Dia dan mungkin memang sudah waktunya untuk kembali ke asal. Jadi, sambil tetap berusaha tetap juga pasrah. Tak perlu takut atau cemas karena takut dan cemas tak kan menolong. Malah membuat semangat makin menurun. Namun dibalik kasih dan janji perlindunganNya itu, Dia juga memberi peringatan akan adanya ganjaran hukuman bagi orang-orang durhaka yang tidak patuh pada kehendak dan perintah-perintahNya. Maka itu pada masa yang sulit ini, segenap umat perlu introspeksi diri. Sudahkah tiap pribadi melakukan kehendakNya dalam hidupnya ? Sudahkan para tokoh dan pembimbing umat melakukan kewajiban mereka ? Apakah bangsa ini sudah hidup selaras dengan hukum-hukumNya ? Kalau kita jadikan Hukum Sepuluh sebagai acuan, khususnya bagi umat yang mengimaninya, rasa-rasanya pada jaman akhir ini jawabanya belum. Bandingkanlah apa yang tersurat dan apa yang terjadi di tengah-tengah-tengah bangsa ini. Tuhan menghendaki Jangan ada padamu ilah lain. Tapi pada jaman “nau” agaknya ilah yang banyak dipuja-puja adalah materi, kekayaan, kedudukan dan kecantikan. Wajah direparasi sampai menjadi beda dari aslinya. Jangan membuat dan menyembah patung. Tapi masih saja banyak yang menyimpan dan memuja-muja benda mistik yang dianggap keramat dan melalui benda itu mereka sujud menyembah dan memohon sesuatu. Tuhan tidak menghendaki itu karena Dia ingin kita hanya menyembah Dia sebagai pencipta dan sumber pertolongan kita. Jangan menyebut nama Tuhan dengan sembarangan. Saat-saat ini sedikit kesenggol saja sudah menyebut nama Tuhan. Orang mengalami musibah karena kesalahan sendiri di bilang “sudah kehendak Tuhan”. Padahal dia sendiri yang melangkah ke tempat mesum yang sebetulnya firmanNya dan hukum melarang. Dia yang berbuat salah, terkena celaka, lalu bilang Tuhan memang menghendakinya. Padahal Tuhan tidak menghendaki seorang manusiapun binasa. Ada satu hari khusus dalam seminggu umat diperintahkan datang beribadah kepadaNya. Tapi hari-hari ini tidak sedikit umat malas pergi beribadah di hari yang dikhususkan itu. Kalaupun pergi mungkin dirasakan sebagai beban. Pikirannya melantur ke dunia lain, tak betah sehingga gelisah dan ingin segera keluar. Tujuan utamanya keluar rumah bukan pergi beribadah. Tetapi ke tempat lain. Hanya sekedar“mampir dulu”beribadah. Padahal mestinya, beribadah di hari khusus itu adalah salah satu perintah Tuhan untuk tidak menjauhkan diri dari persekutuan umat. Hari khusus dimana kita datang bersyukur, memuliakanNya, mendengar suaraNya dan memberikan sekedar persembahan. Sebagai wujud rasa syukur terima kasih atas kasih anugeahNya sepanjang hudup kita. Khususnya selama seminggu yang baru lewat. Baik kesehatan segenap keluarga , berkat, ketenteraman dan damai sejahtera dan banyak lagi. Di saat itu kita menyimak pesan-pesan firman yang dikhotbahkan sambil memikirkan apa yang dapat kita lakukan berkenaan dengan pesan firman Tuhan itu. Memuji dan memuliakan Tuhan dalam suasana hati bersyukur dan berterterimakasih, sungguh akan menimbulkan sukacita !. Dan jangan lupa, di awal ibadah pertama-tama kita sudah diingatkan lagi bahwa pertolongan kita adalah dalam nama Tuhan yang menjadikan langit dan bumi. Dan menjelang akhir ibadah, pada kita ditegaskan lagi janji Tuhan bahwa Dia akan memberkati kita, melindungi kita, memberi kita kasih karunia dan memberi kita damai sejahtera. Atas janji ini, ditambah keyakinan bahwa pertolongan kita adalah dalam Dia yang menjadikan langit dan bumi, maka tak ada alasan apapun lagi, seorang beriman untuk takut kepada siapapun dan atas masalah apaun. Pulang dengan percaya diri, dengan wajah ceria dan sukacita dari rumah Tuhan ! Maka sangatlah disayangkan apabila kita keluar dengan perasaan hampa, tetap ada beban. Tak ada perasaan bahwa ada Yang Mahakasih dan Mahakuasa yang selalu mengiringi, menjaga dan melindungi. Di sisi lain, kita juga prihatin ketika umat dihambat dalam beribadah. Sudah dipersulit mendirikan rumah ibadah tetapi ketika beribadah di luar rumah ibadah diserang. Tuhan melihat itu. Tapi Ia panjang sabar, menunggu ada pertobatan. Hingga batas kesabaran itu tiba dan kehangatan murkaNya menjala-nyala. Hormatilah ayah dan ibumu. Adakah anak-anak Indonesia tetap menaruh hormat terhadap orangtuanya pada jaman “nau” ? Saya ragu untuk menjawabnya “ya”. Pada jaman milenial ini orangtua yang sudah uzur banyak dititipkan ke rumah jompo untuk tidak merepotkan di rumah. Tidak lagi mau menerima nasehat orangtua karena merasa sudah berpendidikan tinggi, sudah memiliki data informasi lebih luas melalui internet, lebih berada dan banyak “lebih-lebih” yang lain lagi. Ada yang bersifat kasar kepada ibu bapanya yang tak lagi berdaya. Beberapa orangtua sampai dihadapkan ke pengadilan, ada yang sampai ditendang. Hormat kepada orangtua kadangkala hanya dimaknai sebatas cukup memberi harta materi. Tetapi nasehat-nasehatnya sekalipun masuk akal tak lagi didengar. Malah kerap dibantah. Jarang diajak ngobrol menyebabkan mereka seperti merasa disisihkan. Maka tak heran kalau banyak orang lanjut usia lebih memilih hidup menyendiri diluar keluarga anak cucunya. Inikah yang dikehendaki Tuhan ? Jangan membunuh. Wah ! Hampir tiada hari di layar televisi negeri ini yang tanpa berita pembunuhan. Sungguh mengerikan bila dipaparkan dalam tulisan ini. Tapi yang lebih mengerikan lagi kira-kira bagaimana kehangatan murka Tuhan melihat tubuh manusia yang diciptakan menurut gambar wajahNya dicincang, dibakar, dimasukan ke lobang …… Firman Tuhan kepada Nuh dari kitab Kejadian 9 ayat 5-6 mengatakan :” Tetapi mengenai darah kamu, yakni nyawa kamu, Aku akan menuntut balasnya; dari segala binatang Aku akan menuntutnya, dan dari setiap manusia Aku akan menuntut nyawa sesama manusia. Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambarNya sendiri”. Ada perintah, jangan berzinah. Tapi makna perkawinan atau pernikahan nampaknya jaman akhir ini makin merosot. Meskipun dilakukan dengan tata cara agama, dan sakral, tetapi apa yang terjadi sebelumnya maupun sesudahnya ? Setiap hari dipertontonkan tayangan pasangan-pasangan “hidup bersama” meskipun belum menikah resmi. Suami atau isteri ada yang diam-diam menjalin hubungan gelap dengan orang lain. Menyebabkan akhirnya terjadi keretakan rumah tangga. Bahkan ada yang tegah nenghabisi nyawa pasangannya secara sadis. Dan yang ikut menjadi korban berikutnya adalah anak-anak. Jangan mencuri. Sekarang teknik mencuri sudah sangat canggih. Ikut-ikut menggunakan teknologi tinggi. Kalau dahulu hanya mengambil barang orang ketika pemiliknya lengah, kini ATM orang dapat dibobol yang membuat dalam sekejap hasil keringat orang selama bertahun-tahun hilang lenyap. Kondisi demikian jelas akan menghilangkan damai sejahtera yang jadi korban. Bahkan bisa putus harapan yang berujung pada bunuh diri. Penderitaan seperti ini mungkin tidak disadari pelakunya atau dia tidak peduli. Tapi Tuhan melihatnya. Jangan menjadi saksi dusta terhadap sesamamu. Berdusta sudah merupakan pelanggaran etik. Tapi kesaksian dusta terhadap sesama merupakan kejahatan. Tuduhan melakukan kejahatan terhadap orang baik dapat mengakibatkan orang tak bersalah mendapat hukuman, jadi sengsara serta menderita. Tuhan juga tak menghendaki ini terjadi. Jangan mengingini milik kepunyaan sesamamu. Ingin memiliki kepunyaan orang lain acapkali menjadi pendorong untuk melakukan kejahatan yang lain seperti mencuri, membunuh dan juga berdusta. Ketika orang berusaha untuk menyembunyikan kejahatannya maka yang dilakukan adalah berdusta. Sekarang, apakah kita mengakui semua ini terjadi ? Dan bangsa ini bahkan dunia ini mau mengaku berdosa ? Pengakuan dosa dan mohon pengampunan, bisa menyurutkan murka Tuhan. Lalu mengampuni, membatalkan hukuman atau meringankannya. Kota Ninive yang jahat - melalui nabi Yunus diancam akan di tunggangbalikan dalam tempo empatpuluh hari bila mereka tidak bertobat. Mereka bertobat dan bencana itu dilewatkan. Raja Daud yang berselingkuh dan membuat rencana jahat membunuh panglima tentaranya sendiri demi menutupi perselingkuhannya, diringankan hukumannya setelah mengakui dosanya dan mohon diampuni. Lalu kita ?***

Friday, March 20, 2020

WAJIB TAAT PADA PEMERINTAH, TERLEBIH DI SAAT GAWAT CORONA SEKARANG

Di saat seluruh umat manusia sedang menghadapi ancaman gawat virus Corona termasuk Indonesia, perlu sekali rasanya ditekankan kembali pesan rasul Paulus agar kita taat kepada Pemerintah. Masalahnya, di beberapa tempat, ada orang atau sekelompok orang yang mbalelo terhadap pengaturan pemerIntah dalam situasi perang melawan virus Coroha ini. Ada yang mentang-mentang anggota DPR/DPRD menolak untuk diperiksa kesehatannya, apalagi dikarantina karena diduga terpapar virus Corona. Bila tidak dikarantina dapat menularkan virus itu pula kepada keluarga sendiri atau banyak orang. Ada kelompok keagamaan yang tidak mengindahkan himbauan pemerintah dan tokoh-tokoh agama agar untuk sementara menunda dulu kegiatan-kegiatan yang mengumpulkan banyak orang. Pada ayat 1 kitab Roma Pasal 13, Paulus memesankan agar, “Tiap-tiap orang harus tunduk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada ditetapkan oleh Allah.” Ayat 4 “Karena pemerintah adalah hamba-hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat”. Mengherankan, karena pesan itu disampaikan Paulus ketika ia sendiri saat itu berada dalam sekapan pemerintah Romawi dan orang-orang Nasrani dikejar-kejar. Sebagian dibakar hidup-hidup. Bahkan Paulus sendiri pada akhirnya mati dipancung. Tentu saja Paulus melihat pentingnya dalam tataran yang lebih luas, di mana saja dan dalam situasi apapun. Ia tidak melihat dari kepentingan dan kondisi pribadinya saat itu. Makanya, patut kiranya dipikirkan kembali agar dalam situasi memprihatinkan sekarang, segala polemik kontroversial di media umum terutama media televisi dan media sosial dihentikan dulu. Perlu”gencatan senjata” untuk tidak menyampaikan kecaman-kecaman kepada jajaran pemerintah, apalagi bila mengandung motif-motif politik. Acara-acara televisi seperti “dua sisi”, “lain arah” dan sejenisnya dengan menampilkan politikus-politikus dari pendukung dan oposisi pemerintah membahas soal penyebaran virus corona yang samasekali bukan bidang mereka, sebaiknya dihentikan. Merasa benar sendiri, sikap angkuh dan membangkang sebaiknya ditinggalkan.Menggantikannya dengan rendah hati. Hanya akan mengganggu konsentrasi mereka yang tengah berjuang memerangi virus corona. Mengemukakan apa yang masih kurang boleh saja bahkan perlu. Tapi disertai saran solusi dan tidak lupa mengapreasi segala upaya yang telah dilakukan. ***

Friday, March 13, 2020

Alternatif Kedua Penyelesaian KKB di Papua (II)

Ketimbang penyelesaian secara militer atau kekerasan, tentu lebih dikehendaki penyelesaian secara damai. Tanpa kekerasan dan tanpa ada yang merasa kehilangan muka atau “win-win solution”. Memang mudah diucapkan tapi sulit diwujudkan. Namun kita barangkali dapat menimba pengalaman dari penyelesaian damai pasukan bersenjata GPST (Gerakan Pemuda Sulawesi Tengah) awal tahun 60-an. Ketika propinsi Sulawesi Utara-Tengah terbentuk tahun 1957, tiba-tiba saja Gubernur Sipil Sumual dan Gubernur militer Mayor Somba mendeklarasikan pembentukan organisasi Permesta di lapangan Sario Manado terpisah dari NKRI. Mereka kemudian mendukung PRRI di Sumatera Barat yang sudah pula mengumumkan pemisahan diri dari NKRI. Para tokoh dan pemuda-pemudi Sulawesi Tengah menentang pemisahan itu. Mereka masuk hutan mempersiapkan perlawanan terhadap tentara pendudukan Permesta. Tanggal 5 Desember 1957 mereka membentuk organisasi perjuangan Gerakan Pemuda Sulawesi Tengah. Sejumlah mantan bintara dan perwira ex. KNIL dahulu ikut aktif memberikan pelatihan militer bahkan kemudian didaulat menjadi komandan. Serangan demi serangan serta penghadangan dilakukan. Karena mendapat dukungan rakyat, khususnya logistik, dalam waktu tidak lama seluruh wilayah Sulawesi Tengah dapat dibebaskan. Banyak senjata, baik ringan maupun senjata berat modern asal import seperti basoka dan watermantel berhasil direbut. Ketika tentara Pusat (TNI) yang sebelumnya sibuk dengan operasi di Sulawesi Utara, Sumatera Barat dan Riau mendarat di Poso, semua wilayah Sulawesi Tengah sudah aman dikuasai GPST. Hanya kemudian terasa ada dualisme penguasa militer. TNI meminta agar tanggungjawab keamanan diserahkan kembali ke TNI sebagai aparat resmi. Tetapi para komandan GPST yang didukung tokoh-tokoh masyarakat mengusulkan agar GPST diresmikan menjadi divisi baru dalam TNI. Usul ini ditolak sehingga berujung pada ketegangan bahkan konflik-konflik bersenjata. Pasukan demi pasukan TNI dan Brimob dikirim untuk coba menundukkan pasukan GPST yang ketika itu dikomandani Herman Parimo yang legendaris. Tetapi setiap kali habis operasi, pasukan TNI itu pulang dengan menbawa jenazah rekan mereka yang jadi korban. Itu bisa terjadi, bukan saja karena rakyat tetap mendukung memberi informasi tentang gerakan pasukan, tetapi juga karena pemuda-pemuda GPST lebih menguasai medan. Bagi pendatang baru memang cukup berat, medan yang terdiri dari hutan lebat, pegunungan, lembah dan sungai besar-besar yang dihuni banyak buaya. TNI yang ketika itu berasal dari Bn. 502 Brawijaya menjadi frustrasi. Puncaknya, ketika mereka akan digantikan kesatuan lain dari Bn. 508. Mereka mengambil paksa 9 (sembilan) dari 11 tokoh cendekiawan Poso yang sudah ditahan sebelumnya dengan alasan akan diadili di Jakarta. Tapi apa yang terjadi. Malam itu para cendekiawan ini, salah satunya Direktur SGA Negeri Poso Karawi, diangkut dengan truk ke arah Tentena dan kemudian dibantai dan dibuang ke jurang, 22 km dari kota Poso. Untunglah Bupati Poso saat itu, Ngitung, dan Komandan pasukan Bn.508 yang telah mulai pengambil alih kepemimpinan TNI cukup bijaksana. Pagi berikutnya, dengan menggunakan mobil pengeras suara mereka berkeliling kota Poso menyerukan rakyat agar tidak tersulut emosi. Tetap tenang dan bisa membedakan antara satuan Bn 508 dengan pasukan yang baru mereka gantikan. Pagi itu berbaurlah para anggota GPST, rakyat dan pasukan TNI dari Bn. 508. Mereka bersama-sama mengantarkan dan memberi tembakan penghormatan kepada para jenazah di pemakaman Taman Pahlawan Kusuma Bangsa Kawua. Saat BN.508 digantikan kesatuan TNI Bn.604 Tanjungpura dari Kalimantan, suasana keamanan makin konduksif. Entah dari siapa penggasasnya sehingga dicapai kesepakatan. Para pemuda GPST akan diintegrasikan ke dalam kesatuan-kesatuan TNI setelah melalui seleksi. Bagi yang tidak lulus seleksi atau yang tidak ingin melanjutkan karier selanjutnya di militer, ditawari mengerjakan proyek-proyek besar infrastruktur. Sadar bahwa jalan-jalan di wilayah Sulawesi Tengah khususnya Kabupaten Poso ketika itu memang sangat buruk, maka tawaran itupun diterima pula. Bahkan penulis pernah ikut terlibat dalam pekerjaan proyek-proyek itu karena diajak sepupu yang menjadi pengawal pribadi Wakil Komandan GPST. Ruas jalan antara kota Pandiri ke arah Tentena adalah contoh hasil karya anak-anak GPST. Dari ceritera diatas, mungkin saja cara penyelesaian ini dapat diterapkandi Papua dan Papua Barat. Penulis yakin, para putra Papua yang masih di hutan-hutan akan senang bila dapat diterima menjadi anggota tentara sungguhan dalam TNI setelah melalui seleksi persyaratan fisik dan kesehatan. Bagi yang tidak lolos seleksi, akan dengan senang hati pula bila mereka diberi kepercayaan mengerjakan sendiri sebagian proyek-proyek infrastruktur yang kini sedang digalakan di Papua. Proyek di tanah leluhur mereka sendiri, dikerjakan sendiri dan manfaatnya dapat dinikmati oleh mereka sendiri pula. Tentu saja perlu didampingi para konsultan yang ahli. Proyek itu kelak akan menjadi kebanggaan, baik mereka maupun keturunan mereka. (Sam Lapoliwa).

Alternatif Penyelesaian KKB di Papua (1)

Berita-berita mengenai jatuhnya korban anggota Polri, TNI dan warga biasa oleh gerombolan KKB (kelompok kriminal bersenjata) di Tanah Papua tentu saja membuat setiap warga Indonesia yang cinta NKRI merasa gemas. Apalagi bagi para mantan sukarelawan Trikora, termasuk penulis. Saat masih di SMA dahulu, kami sempat dilatih kemiliteran berminggu-minggu. Baris-berbaris, latihan bela diri, perkelahian sangkur sampai teknik dan latihan tempur. Tinggal menunggu dipersenjatai untuk diterjunkan ke daerah operasi melawan pasukan Belanda di Tanah Papua yang disebut Irian Barat ketika itu. Hanya pengumuman PBB saja yang menghentikan semuanya. PBB mengumumkan penghentian tembak-menembak karena Belanda diberitakan sudah bersedia menyerahkan kedaulatan atas Irian Barat ke pangkuan RI melalui UNTEA (United Nations Temporary Executive Aauthority). Operasi Mandala dibubarkan. Lalu mereka yang berpikiran pendek bertanya, mengapa Pemerintah dan TNI sekarang tidak menggempur saja gerombolan pengacau KKB sekali tuntas agar tidak terus-menerus menimbulkan korban dan mengganggu ketenteraman penduduk setempat ? Tentu saja ini menjadi salah satu alternatif. Tetapi belajar dari pengalaman pemberlakuan DOM (Daerah Operasi Militer) di beberapa daerah sebelumnya yang menimbulkan berbagai ekses, maka pemerintah nampaknya bersabar untuk tidak memberlakukannya lagi. Lebih memilih pendekatan kesejahteraan. Dengan membangun berbagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, diharapkan pada anggota KKB itu sadar lalu menghentikan aksi-aksi kekerasan mereka dan ikut berpartisipasi dalam upaya peningkatan kesejahteraan itu. Tetapi sampai kapan mereka akan sadar ? Dan kalau tidak sadar-sadar juga lalu apa ? Menurut penulis. Ada dua cara pendekatan. Pertama, tentu dengan operasi militer sekali tuntas. Tetapi dengan syarat harus meminimalisir ekses-ekses seperti yang terjadi pada pemberlakuan DOM di masa lalu itu. Kedua, penyelesaian damai atas dasar “win-win solution” atau tanpa kehilangan muka. Kalau pilihan pada alternatif pertama, maka untuk menghindari korban-korban rakyat biasa, maka : - sebelum operasi dilakukan, seluruh penduduk di wilayah operasi yang akan disasar harus diungsikan sementara. Ditampung dan ditanggung pemerintah segala kebutuhan pokok mereka. Mengapa harus diungsikan ? Bukan saja untuk menghindari terjadinya salah tembak saat kontak senjasta, tetapi juga untuk memutus hubungan antara pihak KKB dengan warga sipil yang mungkin bekerjasama. Baik dalam suplai senjata gelap, amunisi dan bahan makanan, maupun informasi sebagai mata-mata. Selain itu, untuk menghindari adanya penyamaran sebagai warga biasa oleh anggota KKB. Dan mengapa harus pemerintah yang mengungsikan ? Kalau bukan pemerintah, maka pihak KKB lah yang akan aktif melakukan. Seperti yang terjadi di Tanah Mori Sulawesi Tengah dahulu. Karena TNI tak bergerak, pemberontak TII aktif meneror penduduk sehingga mereka semua lari mengungsi ke wilayah tetangga. Maka tanpa berperang, pihak pemberontak dengan mudahnya mampu memperluas wilayah kekuasaan defacto mereka sekecamatan lagi. - Masa berlaku DOM harus dibatasi. Dalam masa itu Polri dengan dukungan TNI ditargetkan sudah harus dapat menguasai kembali wilayah operasi. - Cara penguasaan kembali wilayah dari pihak KKB dilakukan dengan sistim “bentengstelsel”. Meniru strategi Jan Pieterzon Cun dahulu ketika VOC merebut sedikit demi sedikit wilayah kekuasaan raja-raja di Jawa. - Wilayah operasi yang sudah dikuasai, dikembalikan lagi tanggungjawab pengamanannya kepada aparat keamanan teritorial seperti KODIM dan Polres. Pada saat itu penduduk yang diungsikan dikembalikan lagi ke tempat masing-masing sehingga kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat dapat berjalan normal kembali. - Selama masa operasi militer, pasukan Polri-TNI harus terus ofensif seperti tatkala penuntasan pemberontakan Kahar Muzakar dahulu di Sulawesi. Bila defensif seperti sekarang akan membuat KKB menjadi aktif ofensif. Mengapa pengacauan TII di Sulawesi dan RMS di Maluku dulu berlarut-larut ? Karena operasi tidak pernah tuntas dan TNI nampak lebih banyak defensif, bertahan. Mungkin juga TNI ketika itu agak terkendala oleh beberapa partai politik berpengaruh yang cenderung mendukung tujuan politik para pemberontak. Baru pada masa pemerintahan Presiden Suharto tindakan tegas dapat dilakukan. Kahar Muzakar, pemimpin tertinggi TII berhasil dilumpuhkan dan pemberontakan RMS pun berhasil diakhiri. Kita yakin, bila hal yang sama diberlakukan juga terhadap KKB, hasilnya akan sama. - Selama masa operasi militer, tindakan kekesaran atau pelanggaran hukum oleh aparat Polri/TNI sedapat mungkin dihindari karena akan dijadikan KKB sebagai bahan kampanye negatif mereka di mata internasional untuk menjelek-jelekan Indonesia. Sekaligus agar internasional menekan Indonesia untuk menghentikan operasi militer. - Kepada dunia internasional, harus terus-terus ditekankan bahwa yang dilakukan Polri dengan dukungan TNI adalah aksi polisionil, aksi penegakan hukum, sebagaimana juga Belanda dahulu mengkampanyekan ketika mereka berusaha menguasai kembali wilayah RI pada masa perang mempertahankan kemerdekaan. Diplomasi internasional pada masa ini mutlak diintensifkan. Pendekatan dengan negara-negara tetangga yang selama ini agak miring mendukung KKB lebih ditingkatkan. - Sepanjang aturan hukum memungkinkan, untuk sementara waktu jaringan komunikasi media sosial dibatasi dan diawasi. - Selama operasi berjalan, wilayah laut dan perbatasan darat di sebelah barat diawasi ketat untuk mengcegah terjadinya penyelundupan senjata, amunisi dan logistik oleh para pendukung KKB. - Tawaran amnesti umum atau pengampunan kepada para anggota KKB yang mau kembali ke pangkuan NKRI terus disebarkan, termasuk melalui udara. Cara ini dulu cukup efektif dan berhasil mengakhiri perlawanan sisa-sisa kaum pemberotak Permesta di Sulawesi. Alternatif kedua, yaitu “win-win solution” simak di tulisan berikutnya. ***

Wednesday, March 11, 2020

Mengapa Lebih Baik Lapor Bila Menduga Tertular Virus Corona

Beberapa waktu yang lalu diberitakan dua orang terduga terinfeksi virus corona di Batam melarikan diri dari tempat karantina pasien terinfeksi virus corona. Salah seorang menolak dikarantina dengan alasan akan kehilangan nafkah buat keluarga dari pekerjaaannya sebagai pengemudi ojol selama karantina. Sebelumnya keduanya sempat mengadakan kontak langsung dengan asisten rumah tangga seorang warga Singapura yang positif terpapar virus corona. Meskipun alasan pengemudi ojol ini bisa dipahami, namun mestinya dapat dipahami oleh keduanya, dan juga oleh siapa saja yang merasa pernah berkontak langsung dengan orang yang terpapar virus, bahwa adalah lebih baik bagi dirinya bila melaporkan diri dan bersedia diperiksa kesehatannya. Bahkan bersedia memasuki karantina guna dapat dipantau selama waktu yang dibutuhkan untuk memastikan apakah benar ia positif terpapar atau tidak. Baiknya adalah, bila benar terpapar, maka ia akan langsung mendapatkan perawatan lebih lanjut secara gratis sampai ia sembuh. Gratis, oleh karena semuanya ditanggung pemerintah. Aturan penjaminan biaya perawatan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/104/104/2020. Biaya perawatan pasien yang dianggap tertular virus mematikan tersebut langsung ditanggung rumah sakit rujukan yang telah ditetapkan Kementerian Kesehatan. Semua biaya ditanggung pemerintah, asal terkait dengan virusCovid-19, Apabila tidak lapor, atau coba menghindari dan menolak untuk dikarantina, maka ia akan kehilangan kesempatan untuk dipantau dan dirawat. Bila benar ia positif terpapar dan tetap di rumah bersama anak-isteri atau orangtua - maka keluarga yang dicintainya itu juga akan ikut menjadi korban terpapar. Bahkan bukan hanya keluarga saja., tetapi juga teman-teman, tetangga serta teman sekerja akan ikut menjadi korban terpapar oleh karena dia. Maka adalah tindakan terpuji – ketika warga Malaysia keturunan Jepang - yang begitu dinyatakan ia positif terpapar virus corona oleh para dokter di negerinya, ia segera menelpon dan memberitahu temannya di Depok - yang sebelumnya mengajarinya berdansa. Guru dansa perempuan berusia 31 tahun ini – yang waktu itu memang sudah minta dirawat karena suatu penyakit yang belum diketahuinya, segera memberitahukan ke pihak rumahsakit. Ia kemudian dirujuk ke RSPI Sulianto Saroso Jakarta dan akhirnya dinyatakan positif terpapar virus corona , dicatat sebagai Pasien 01. Keterlambatan penyampaian informasi tersebut berakibat ibu dari si Pasien No. 1 ini juga ikut terpapar. Diketahui setelah dilakukan pemeriksaan medis dan dicatat sebagai Pasien terpapar no.02. Oleh sebab yang sama beberapa orang lainnya yang ditelusuri sebelumnya pernah berkontak langsung dengan kedua pasien ini – ketika diperiksa ternyata juga positif telah ikut terpapar. Contoh ini menunjukkan betapa pentingnya siapapun yang merasa pernah berkontak langsung dengan seseorang yang diduga terpapar virus corona – dengan kesadaran sendiri, untuk kesehatan sendiri, keluarga dan keselamatan banyak orang – untuk secepatnya memeriksakan diri. Bila perlu bersedia dikarantina untuk pemantauan kesehatannya. ***

Monday, March 2, 2020

ANTISIPASI KORBAN TNI-POLRI DI PAPUA

Dalam beberapa kali kontak senjata antara anggota TNI-POLRI dan gerombolan KKB (kelompok kriminal bersenjata) di Papua seperti yang kita baca di media massa, nampaknya TNI-POLRI selalu dalam posisi defensif. Selalu saja yang jatuh korban di pihak TNI-POLRI. Tidak ada disebutkan korban di pihak KKB. Kondisi demikian, dapat menurunkan kepercayaan rakyat terhadap kemampuan personil TNI-POLRI. Hingga dapat timbul kesan, hanya hebat di tayangan latihan tetapi yang nyata di lapangan berkata lain. Bahkan tahun lalu ada perwira kopasus yang jadi korban. Ini cukup merugikan citra pasukan elit yang dahulu dibanggakan ketika masih menyandang nama Korps Komando Angkatan Darat (RPKAD). Padahal para anggota Kopasus telah mendapatkan latihan berat, termasuk perang rimba. Dengan naiknya Letnan Jendral Purn. Prabowo Subiyanto, mantan Danjen Kopasus menjadi Menteri Pertahanan, tadinya diharapkan korban-korban anggota TNI-POLRI di tangan KKB tak akan ada lagi atau berkurang. Tentu ada kebijakan pemerintah untuk tidak menjadikan Tanah Papua menjadi daerah operasi militer (DOM) yang memungkinkan operasi penumpasan geromboan KKB sampai tuntas. Sebab DOM akan tambah menyengsarakan rakyat setempat lalu itu dijadikan bahan propaganda oleh OPM. Untuk mencegah jatuhnya korban jiwa, barangkali para anggota pasukan yang berpatroli dalam jumlah kecil dapat dilengkapi dengan jaket anti peluru sehingga apabila terkena tembakan gelap, tidak sampai berakibat fatal.***

WASPADA, VIRUS CORONA SUDAH DI ANTARA KITA !!

Suka tidak suka, virus Corona akhirnya masuk juga ke negeri kita Indonesia tercinta ini. Dua orang yang terindikasi positif terpapar virus ini sudah dalam perawatan dengan pengawasan ketat di RS. Sulianti Saroso di Jakarta Utara. Tak kurang dari Presiden sendiri Senin tanggal 2 Maret 2020 menyampaikan langsung berita memprihatinkan ini ke seluruh rakyat Indonesia. Dan apa mau dikata, lokasi rumah ibu dan anak yang pertama terpapar virus corona di Indonesia ini hanya terpaut beberapa kilometer dari tempat kediaman kami di Depok, Jawa Barat. Apa yang dapat dilakukan, hanya selalu berdoa mohon perlindungan Tuhan Yang Maha Kasih, tetap tenang dan lebih waspada lagi. Mengikuti petunjuk-petunjuk yang telah diberikan para pemimpin kita, khususnya jajaran kementerian Kesehatan yang dipimpin dr.Terawan Agus Putranto : sering-sering mencuci tangan dengan benar, memakai masker, sedapat mungkin mengurangi kerumunan orang banyak, sering mengukur suhu badan dan tidak menyentuh muka dengan tangan yang tidak steril. Mantan Direktur Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat ini, penulis percaya seorang dokter yang dipakai dan diberkati Tuhan dalam pelayanannya. Suatu masa ia sempat dibuli bahkan dipecat oleh organisasi profesinya sendiri karena metoda pengobatannya yang pernah populer dengan “cuci otak” dinilai sedikit menyimpang dari yang umum. Tetapi terbukti telah menyembuhkan banyak orang. Diantaranya banyak petinggi negeri ini yang kemudian satu persatu menuturkan pengalaman mereka dengan dr. Terawan sambil menyatakan pembelaan mereka melalui media sosial. RSPAD Gatotsubroto yang dipimpinnya telah berulang kali dipercaya melakukan pengetesan kesehatan para calon Presiden RI. Maka tak heran kalau pemerintah kemudian menaikkan pangkatnya menjadi jenderal bintang tiga. Bahkan tak lama setelah itu, tak disangka dokter yang pernah dipecat IDI itu, malah dipercaya menjadi Menteri Kesehatan oleh Presiden Jokowi. Ketika pandemi virus Corona mulai merebak di Tiongkok, kepiawaian dokter Terawan sekali lagi diuji. Dia menjadi salah seorang penanggungjawab utama dalam upaya evakuasi ratusan WNI dari Tiongkok ke tempat observasi di Natuna. Dan setelah diobservasi dipulangkan ke keluarga masing-masing. Dan berhasil. Semoga evakuasi dan observasi 188 ABK dari kapal pesiar World Dream dan 69 ABK dari Diamond Princess yang kini juga berlangsung di Pulau Sibaru, Kepulauan Seribu, dapat pula berjalan dengan baik. Maka tak salah kalau Presiden Jokowi memilih sosok ini, seorang yang beriman dan rendah hati. Ini kita ketahui dari beberapa kesaksian imannya di Youtube. Semoga melalui pelayanannya, bangsa ini diselamatkan dari ancaman virus yang mendunia ini.*** (Gambar : Ketika Dr.Terawan berusaha meyakinkan keamanan warga Natuna yang semula menolak).

TIM, Riwayatmu Dulu..

Dulu, sebelum koran kami, Harian Kami diberangus rezim Suharto tahun 1974, sedikitnya dua kali seminggu saya pergi nonton acara kebudayaan di Taman Izmail Marzuki dan diminta Goenawan Mohamad, redaktur kebudayaan kami saat itu untuk mengkritisinya. Sekarang, alat-alat berat terus-menerus memporak-porandakan bangunan-bangunan di Pusat Kesenian Jakarta yang berlOkasi di Jalan Cikini Raya 73 itu. Termasuk bangunan Planetarium didekatnya, tempat yang biasanya ramai dikunjungi anak-anak sekolah untuk lebih memahami ilmu perbintangan yang mereka dapatkan di sekolah. Cukup banyak sebenarnya fasilitas kesenian yang disediakan di situ. Di sini terletak Institut Kesenian Jakarta. Selain itu, Ada enam teater modern, balai pameran, galeri, gedung arsip, dan bioskop. Acara-acara seni dan budaya dipertunjukkan secara rutin di pusat kesenian ini, termasuk pementasan drama, tari, wayang, musik, pembacaan puisi, pameran lukisan dan pertunjukan film. Berbagai jenis kesenian tradisional dan kontemporer, baik yang merupakan tradisi asli Indonesia maupun dari luar negeri. Disitu dipentaskan bermacam-macam acara. Mulai dari drama, pertujukan dan diskusi film, pementasan drama seperti Apa yang kau cari Palupi, sampai The Twelve Angrymen atau yang diindonesiakan dengan Laki-laki Pemberang dan dibawakan para dramawan top Arifin C.Nur dan kawan-kawan. Panggung TIM semakin marak dengan karya-karya eksperimen yang sarat ide. Ini ditandai oleh sejumlah kreator seni yang sempat membuka peta baru di atas pentas. Di antaranya Rendra, pimpinan Bengkel Teater Yogya dari kampung Ketanggungan Wetan Yogyakarta. Menyusul pentas drama klasik Yunani "Oedipus Rex", "Menunggu Godot", "Hamlet" dan karya pentas mini kata lainnya. Lalu Koreografer senior, Bagong Kusudiardjo, Huriah Adam, pelukis Affandi, Trisno Soemardjo, Hendra Gunawan, Agus Djaya, Oesman Effendi, S. Sudjojono, Rusli, Rustamadji, Mustika mengisi TIM dengan karya-karya mereka yang indah dan artistik. Tak hanya itu. Sering juga ada Orkes Kroncong, sendratari dan Lenong. Lenong Betawi dalam pakaian khas jaman baheula seperti pakaian hitam urakan dengan golok panjang di pinggang, serta jurus-jurus silat dan dialog mereka yang polos sedikit kasar sungguh lucu dan menarik untuk ditonton. Lakon seperti Jampang Jago Betawi, Si Pitung yang membela rakyat kecil dari penindasan para kapitan yang diperalat kompeni masih tetap membekas dalam ingatan. Seniman-seniman Betawi pada jaman itu, di bawah Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, mendapatkan kesempatan yang cukup besar untuk berkreasi. Maka mencuatlah seniman-seniman Lenong Betawi seperti Bokir, Anen, Nasir, mpok Siti, Nirin dan lain-lainnya. Koran-koran setiap harinya memuat acara-acara di TIM sehingga kesinambungan acara di pusat kesenian itu tetap terjaga dengan pengunjung tetap ramai. Sekarang, Pusat Kesenian Jakarta di areal seluas 9 ha itu mulai diratakan dengan tanah oleh
Gubenur Anies Baswedan. Konon untuk direvitalisasi menjadi pusat kesenian bertaraf internasional dengan anggaran Rp 1,8 trilyun. Tapi gagasan yang dilakasanakan melalui BUMD PT.Propertindo (Jakpro) itu diragukan oleh berbagai pihak. Terutama oleh para seniman. Pertama, karena para seniman tak pernah dilibatkan. Baik dalam perencanaan, apalagi pelaksanaan. Kedua, rencana untuk membangun hotel bertingkat bintang lima di situ. Ditambah lagi dengan adanya ijin kepada BUMD itu untuk boleh mengkomesilkan segala fasiltas di situ. Para seniman mencurigai, gagasan revitalisasi itu lebih cenderung ke komersialisasi daripada untuk memajukan kesenian. Peran para seniman akan tersingkir. Bagaimana tidak. Pengelolanya sebuah badan usaha yang kerjanya melulu hanya mencari untung. Kalau ditelusuri, latar belakang pendidikan Gubernurnyapun lebih banyak di bidang ekonomi. Padahal pada awal pendiriannya, pengelolaan TIM yang namanya diambil dari nama Ismail Marzuki tokoh seniman asli Jakarta itu, diserahkan sepenuhnya kepada para seniman, melalui organisasi Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Sedangkan DKJ itu sendiri dibentuk melalui sebuah formatur yang anggotanya juga terdiri dari para seniman : Mochtar Lubis, Asrul Sani, Usmar Ismail, Rudy Pirngadi, Djajakusuma, Gajus Siagian dan Zulharman Said yang ketika itu juga menjadi Pemimpin Umum suratkabar Harian Kami.

Contact Form

Name

Email *

Message *