Tuesday, December 14, 2021

Sekali Lagi, IBADAH NATAL dan PERAYAAN NATAL, hal berbeda !

 Hari-hari ini ramai diperbincangkan lagi boleh tidaknya umat Muslim mengucapkan Selamat Natal kepada umat Kristiani. Alasannya dulu, karena fatwa MUI mengharamkannya.
Tetapi , mantan Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin yang kini menjabat Wakil Presiden RI pernah menegaskan MUI tidak pernah mengeluarkan fatwa demikian. Bahkan sebuah video yg sdh menyebar, beliau sendiri sdh mengucapkan Selama Natal.
Yg benar, kata beliau, yg difatwakan MUI adalah larangan umat Muslim mengikuti peribadatan umat Kristiani.

Sebetulnya pemimpin-pemimpin umat Kristiani sdh lama paham akan hal ini.
Makanya pada setiap Hari Natal sering diadakan dua jenis acara. Satu, IBADAH NATAL dan dua, PERAYAAN NATAL.


Yg pertama, susunan acaranya (Liturgi) disusun secara ketat. Pujian, pembacaan Kitab Suci, doa dan sakramen lainnya. Perjamuan Kudus ( makan roti dan minum anggur), misalnya, tidak semua jemaat boleh ikut. Hanya mereka yg telah lulus mengikuti pendidikan Katekisasi dan diteguhkan sebagai warga sidi. Bagaimana mungkin umat lain bisa ikut peribadatan ini ? Jangankan umat Muslim. Antar sesama umat Kristiani saja belum tentu bisa ikut cara perbadatan di gereja yg berbeda denominasinya. Misalnya Katolik ke Protestan dan sebaliknya.


Kedua, PERAYAAN. Acara ini biasanya sesudah Ibadah Natal. Acaranya, tidak seketat liturgi. Lebih bernuansa ucapan syukur, sukacita dan gembira. Boleh menggunakan band serta artis-artis penyanyi kidung Rohani .


Nah pada kesempatan inilah biasanya tamu-tamu dan para sahabat non Kristiani didaulat ikut. Intinya tidak ada tata ibadah yg harus diikuti. Tapi, dalam berbagai komentar bbrp hari ini, nampaknya ada yg tak bisa membedakan kedua acara ini.
Seperti yg ditegaskan Ketua Umum MUI dlm ketika diwawancarai Rosi dari Kompas tv bbrp waktu lalu, yg dilarang adalah mengikuti Ibadah. Hal yg sesungguhnya oleh pihak gereja sendiri dianggap tidak etis, kecuali atas keinginan sendiri dan diijinkan.
Kesimpulannya, sebelum berkomentar, perlu tahu dulu perbedaan ini agar tak dikacaukan.***

KIDUNG PUJIAN ANTAR IMAN

 Akhir-akhir ini di HP kita, sering  dikirimi lagu puji-pujian rohani melalui You Tube. Ibu-ibu atau remaja putri berjilbab menyanyikan kidung rohani Kristen semisal “Kasih pasti lemah lembut” yang dulu dipopulerkan Ade Manuhutu, atau lagu “Hidup Ini adalah kesempatan” yang lagi hit hari-hari ini.

Lantas, ada orang bertanya-tanya, apakah mereka ini telah menjadi murtadin alias berpindah agama dari Islam ke agama Kristen ? Seperti para murtadin mantan uztad atau uztaza yang setelah beralih agama tapi tetap menggunakan pakaian mereka seperti semula memakai peci atau jilbab ?

Bagi penulis,  seseorang yang menyanyikan kidung rohani yang syairnya netral, seperti kedua lagu di atas yang tak menyebutkan secara spesifik nama tuhannya, tidaklah masalah. Biarlah masing-masing pelantunnya mengimajinasikan pujiannya kepada Tuhan yang dipercayanya  masing-masing.

Makanya lagu rohani dari pihak Muslim seperti “Keagungan Tuhan” yang dahulu dipopulerkan Ida Laila, menurut penulis boleh-boleh saja dinyanyian umat beragama lain, dan tidak perlu ada yang keberatan. Toh lagu ini hanya  mengingatkan setiap insan atau umat manusia, apapun agamanya, bahwa dunia ini hanya naungan pemberian Tuhan yang kelak akan binasa dan  karena itu harus selalu berbakti kepada Tuhan Maha Pencipta.

Kalau ini terjadi, maka kelak kita akan dapat menyaksikan adanya suatu komunitas yang dalam kebinekaan bersatu bersama memuji Tuhan dengan penuh sukacita dan kedamaian. Sungguh indah….***

 

 

Monday, December 13, 2021

Oh Yerusalem, Kota Mulia, Hatiku Rindu ke Sana…

Ada kebiasaan ibu pendeta kami, yang juga Ketua Jemaat, sebelum mengakhiri khotbahnya,  melantunkan kidung pujian sendirian di atas mimbar diiringi orgen. Senentara kami, Jemaat, hanya duduk manis di bangku seperti anak sekolahan  menyimak guru yang sedang mengajari mereka.

Dan pada ibadah Perjamuan Kudus yang baru lalu, ibu Pendeta menyanyikan reffrein Kidung “Oh Yerusalem” yang diulang dua kali. Beberapa jemaat memang nampak menggerak-gerakan tapak kakinya atau menangguk-angguk perlahan mengikuti irama lagu, tapi tak lebih dari itu.

Mendengar itu, hati penulispun ikut terharu. Karena pada sore itu, keluarga dan sanak famili kami, mungkin sedang atau barangkali baru saja selesai menurunkan jenazah sepupu, sahabat kental sepermainan saya semasa kecil ke tempat peristrahatannya terakhir untuk sementara waktu di salah satu TPU di Jakarta. Almarhum juga pernah jadi teman sekerja dan sepenanggunggan ketika koran tempat kami bekerja dulu di Jakarta diberangus oleh penguasa. Malam sebelumnya saya ikut memandikan jenazah saudara dan sahabat terkasih seusia ini. Dan pesan-pesan dukungan doa melalui WA banyak yang menyebut  “sudah kembali ke Yerusalem Baru” dan  kidung “Oh Yerusalem” ini.

Kembali pada topik awal tulisan ini, mungkin sudah tiba waktunya gereja-gereja yang sering disebut gereja tradisionil memberi keleluasaan terbatas kepada jemaatnya dalam menyatakan ekpresi sukacita mereka ketika memuji Tuhan. Seperti bertepuk-tepuk tangan,  menadahkan tangan bahkan berdiri atau yang lainnya tanpa mengganggu konsentrasi sesama jemaat di kiri-kanannya. Tak usah malu-malu dibilang ikut-ikutan cara gereja kharismatik atau jemaat oikumene.

Di jemaat asal kami di Sulawesi Tengah dahulu, jemaat tak pernah ada yang melihat buku nyanyian atau teks lagu ketika menyanikan kidung pujian dalam ibadah. Semua, hati dan pikiran terkonsentrasi  tertuju kepada Tuhan karena lagunya telah dihafal. Tak ada yang terpaku pada teks, apalagi bila lagunya baru. Padahal, menurut penulis saat  ibadah bukan tempatnya untuk belajar tetapi semata-mata untuk menyimak firman Tuhan dan memuji dengan sepenuh hati dan pikiran.

Karena itu barangkali sudah saatnya para pembina jemaat di bidang musik dan puji-pujian rohani membiasakan jemaat menghafal kidung pujian yang dapat dibawakan oleh semua anggota jemaat. Dimulai dari kidung pujian yang sudah populer dinyanyikan dan dikuasai jemaat. Tidak hanya menekankan pada paduan suara yang memerlukan latihan berhari-hari,  entah untuk ikut Pesparawi. Atau untuk dinyanyikan hanya oleh kelompok paduan suara itu dalam satu dua kali ibadah kemudian lama tak terdengar lagi. Tidak memasyarakat pada  semua jemaat untuk dinyanyikan secara rutin. ***

 

MIRIS, TEMPAT IBADAH DINAJISKAN

Miris memang kalau tempat ibadah, di mana mestinya seorang anak yang dititipkan orangtua untuk mendapatkan pendidikan agama dan moral, justru oleh oknum yang tak bertanggung jawab dijadikan tempat berbuat amoral.      Seperti diberitakan Radar.com 11/12/2021, kasus pelecehan seksual di lingkungan pendidikan informal terjadi di Tasikmalaya. Dua oknum guru pesantren yang tak disebut namanya, yang juga pengelola pondok pesantren (ponpes) mencabuli 9 santriwati.

       Kesembilan santri yang tersebut menurut  Ketua KPAID Tasikmalaya Ato Rinanto, mendapat perlakuan tak senonoh dari oknum guru pesantren  yang  berlokasi di wilayah Tasikmalaya Selatan itu. Namun baru  2 orang korban yang sudah dilengkapi dengan bukti kuat dan diproses oleh polisi setempat. Lima orang  telah mendapat pendampingan secara psikis dari KPAID. Diketahui pelakunya pun sebagai salah satu pengurus yayasan pesantren tersebut,” ujar Ato, Minggu (12/12/2021).

       Sebelumnya, diberitakan  telah terjadi kasus pemerkosaan terhadap 12 santri di Bandung yang dilakukan HW (36) pemilik ponpes.   Menurut , bisnis.com/read/20211210/16,salah seorang korban juga diketahui melahirkan dua kali, akibat tindakan keji HW. Hingga HW ditangkap pun masih ada santriwati yang mengandung. Perbuatan HW menimbulkan banyak korban dan dilakukan berkali-kali tanpa mempertimbangkan kondisi korban. Mengutip  keterangan Komisioner KPAI Retno Listyarti Retno, kepada para korban perlu diberi pemulihan psikologi akibat pemerkosaan tersebut.    

     Meskipun ini terjadi di lingkungan pendidikan nonformal Islam, namun lembaga pendidikan agama lainpun perlu waspada. Khususnya pada persekutuan-persekutuan ibadah  pemuda dan remaja malam hari. Baik di lingkungan rumah ibadah ataupun  retret di luar kota. ***

 

BERKAT DESEMBER, MUSIBAH DESEMBER

Sudah merupakan rutinitas umat Kristiani memperingati dan merayakan Hari Natal tanggal 25 Desember setiap tahun. Tak cuma tanggal 25 tapi juga ada pada tanggal-tanggal sebelumnya bahkan berlanjut sampai Tahun Baru. Ada juga yang sesudahnya dan menggabungkan perayaan Natal dan Tahun Baru.

Pada tahun-tahun lalu, perayaan natal biasanya dirayakan dengan penuh kemeriaan dan sukacita dengan segala macam hiasan, baik kecil maun besar. Di dalam rumah ibadah, rumah-rumah keluarga  Kristen bahkan sampai di jalan-jalan, gedung-gedung perkatoran dan bangunan umum lainnya. Maka tak heran, kalau kesempatan ini dimanfaatkan benar oleh para produsen barang dan para distributornya meningkatkan penjualan produk mereka, terutrama di mall-mall.

Demikian pula pada pengelola klub hiburan. Mereka menggunakan kesempatan ini dengan menampilkan kemewahan mereka dengan dilatarbelakangi pohon natal kemilau yang tak keruan lagi bahan dan bentuknya sehingga hampir-hampir tak terasa lagi nilai sakralnya. Padahal, meskipun Natal membawa berita sukacita dengan kelahiran Mesias untuk menebus dosa segenap umat manusia  sesuai yang telah lama dinubuatkan para nabi, namun harus diingat pula bahwa Yesus Kristus datang dalam suasana kesederhanaan dan kesunyian.

Apalagi pada hari-hari ini, ketika  Ibu Pertiwi sedang mengalami berbagai musibah. Meskipun kepulauan Nusantara  sering digambarkan sebagai sebuah hamparan permata di atas samudrera, indah semata, kaya dan subur, tapi dibalik itu juga sering mengalami musibah semisal erupsi gunung berapi diberbagai tempat. Seperti yang terjadi dengan Gunung Semeru yang belum berhenti hingga saat ini.

Memang, seperti sudah menjadi rutinitas, setiap bulan Desember yang selalu bertepatan dengan musim penghujan, terjadi banjir besar  dan luapan air yang menimpa  kota-kota besar dan wlayah pemukiman. Sebut saja  Jakarta, Makasar, Semarang dan lain-lain yang menimbulkan banyak kerugian harta benda bahkan korban nyawa, manusia maupun hewan.

Belum lagi tanah longsor, bendungan yang bobol yang menimpa banyak korban di hilir. Dan ingat, saat ini ancaman Covid 19 yang kabarnya sudah mengubah diri menjadi virus Omicron yang berlipat kali lebih ganas membuat semua orang mesti lebih berhati-hati.

Makanya dalam perayaan Natal dan Tahun Baru kali ini selayaknyalah kita tak terlalu mengumbar kemewahan dan kesemarakan yang akan dipertontonkan kepada  para korban bencana alam, para lansia, ibu-ibu hamil atau bayi-bayi yang kini masih berjubel di tenda-tenda pengungsian. Bukankah  akan lebih teberkati bila dana untuk kemewahan itu dialirkan kepada saudara-saudara kita yang menderita ??***

ANEH, FIRMAN TUHAN DILARANG DIPERBANYAK !

 Ada lembaga penerbitan  organisasi gereja yang melarang memperbanyak dalam bentuk apapun termasuk fotocopy naskah khotbah-khotbah singkat tentang firman Tuhan. Bahkan disertai ancaman limaratus juta rupiah bagi pelanggarnya sesuai Undang-undang No.19 Tahun 2002. Bagi saya ini aneh. Padahal  kumpulan khotbah-khotbah ini dimaksudkan sebagai tuntunan harian kepada umat selama 1-2 bulan bagi umat Tuhan di jemaatnya.

Kenyataannya, hampir dalam semua ibadah pendalaman Alkitab, naskah khotbah yang bertepatan untuk hari itu difotocopy dan dibagikan agar semua peserta dapat aktif mengikuti pembahasannya.

Kurang jelas alasannya. Mungkin khawatir dikutip sebagian-sebagian sehingga maknanya jadi berubah. Atau pertimbangan ekonomikah karena buku kecil ini memang harus dibeli meski dengan harga  sangat rendah, ataukah para penulisnya kurang p.d. alias kurang percaya diri dengan uraian firman Tuhan dalam naskah khotbahnya ? Umumnya, kalau umat membayar sejumlah uang untuk buku kecil kumpulan sabda ini, lebih dianggap sebagai persembahan dan bukan sebagai harga beli.

Kalau pertanyaan terakhir ini yang terjadi, maka sungguh disayangkan. Menurut penulis, uraian firman Tuhan yang disampaikan kepada umat, pertama-tama memang harus diyakini betul kebenarannya. Memang pemahaman akan firman Tuhan bagi  setiap hambah Tuhan tidaklah sama. Yang muda dan yang sudah berpengalaman beda. Tapi, seperti pesan rasul Paulus kepada Timotius yang muda, janganlah ada orang yang mengatakan engkau muda. Jangan takut melayani, jangan takut memberitakan firman, sesuai karunia yang Tuhan turunkan !

Mungkin saja sekali-sekali ada kekeliruan dalam pemahaman. Dan kalau itu yang terjadi dan ada yang menasehati sesuai cara yang diajarkan Tuhan, janganlah kita kecil hati. Harus siap terbuka menerima untuk merenungkannya kembali. Karena tak ada manusia di muka bumi ini yang dapat memahami sepenuhnya firman dan pikiran Tuhan dalam Alkitab seperti dikatakan para nabi dan pemazmur. Apalagi Tuhan banyak menyatakan berbagai hal dalam bentuk perumpamaan, simbol-simbol atau kiasan.

Namun apapun kendalanya, firman Tuhan harus terus disebarkan dan diberitakan seluas mungkin sesuai talenta yang dikaruniakan Tuhan pada setiap kita. Tidak di kalangan sendiri saja, tetapi kepada siapapun. Terlebih kepada mereka yang belum pernah berkesempatan mendengar firman Tuhan dan sedang haus  mencari kebenaran. Selamat melayani.***

Sunday, December 5, 2021

Debat Antar Iman di You Tube : (2)MENGABARKAN INJIL KABAR BAIK, TAK PERLU NGOTOT

Mengikuti debat mengenai ajaran agama di You Tube, khususnya antara apolget Kristen dengan para apologet Islam, sering kelihatan seperti ada saling ngotot. Ketika membahas suatu pokok ajaran, baik dari kitab suci Islam maupun Kristen, terkadang seperti main taruhan. “Kalau anda dapat menjawab pertanyaan saya, saya akan masuk Islam !”. Atau sebaliknya,”Kalau anda dapat menjawab pertanyaan saya, saya akan masuk Kristen !”.

Bahkan ada yang bertaruh, mau memberikan uang sekian milyard atau  mobil mewah. Bahkan kerap juga ada pihak yang nampaknya tak sabar. Inginnya yang satu seperti mendesak atau memojokan lawan debatnya dengan rentetan pertanyaan dengan harapan agar saat itu juga mau “menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruslamatnya” atau saat itu juga mengucapkan dua kalimat syahadat.

Padahal, mengubah keyakinan seseorang yang telah lama dijalaninya tidaklah secepat membalik tapak tangan. Menerima suatu keyakinan baru, memerlukan waktu untuk memikirkan dengan tenang. Banyak hal-hal yang masih memerlukan penjelasan. Baik pada waktu perdebatan ataupun sesudahnya, setelah melalui perenungan. Memaksakan seseorang yang berbeda iman mengikuti keyakinannya secara instan, sama saja dengan seorang yang menodongkan senjata pada orang lain untuk memenuhi kemauannya seperti sering kita dengar dilakukan para teroris.

Padahal, dari pihak Kristen, dalam setiap sakramen apapun, baik pembabtisan, pengakuan sidi ataupun pemberkatan nikah selalu ada pertanyaan yang harus dijawab dengan tiga kata  menerima  “ dengan segenap hati”. Untuk memberi persembahan saja, Tuhan meminta kita memberi dengan sukacita. Bukan dengan duka atau paksa.

Jadi, dalam pengabaran injil kabar baik, kita tak perlu mendesak-desak. Namun kita wajib memberi penjelasan sampai sejelas-jelasnya apa yang ditanyakan mengenai ajaran Alkitab. Kalau belum jelas juga,  mungkin penjelasan bisa didapatkan dari pasal lain  Alkitab mengenai topik yang dibahas. Mungkin di sana ada uraian yang lebih lengkap. Semua harus didasarkan pada firman Tuhan dalam Alkitab dan menghindari tafsiran menurut pikiran sendiri yang mungkin sekali bisa melenceng dan menyesatkan.

Perbantahan menurut saya tidak perlu. Kalau lawan debat cenderung mau selalu membantah apa yang diberitakan secara benar, maka diskusi sebaiknya dihentikan atau dialihkan kepada orang lain yang sungguh-sungguh ingin mencari kebenaran. Alkitab mengajarkan agar kita jangan berdebat dengan orang bebal. Jangan memberikan barang yang suci kepada binatang yang akan menginjak-injaknya kemudian ia balik menyerang kita.

Pengibjilan harus disampaikan dengan kasih. Soal orang lain menerima atau tidak pengabaran kita bukan bagian kita. Tapi bagian dari Roh Kudus. Kita hanya diperintahkan memberitakan Injil kabar baik serta mengajarkannya kepada yang terbuka mau menerimanya. Jadi, kalau seseorang tak berhasil kita injili, jangan tawar hati. Tetapi kita bisa tahu apakah ia telah mendapat kasih karunia Tuhan untuk menerima janji keselamatan itu atau belum.

Satu lagi. Memahami firman Tuhan dalam Alkitab tidaklah semudah kita mempelajari ilmu pengetahuan seperti di bangku sekolah. Apalagi banyak hal dalam Alkitab diuraikan dalam bentuk perumpamaan dan kiasan-kiasan. Makanya, setiap pembawa khotbah dalam ibadah selalu didahului dengan doa memohon bimbingan Roh Kudus sebelum membaca Alkitab. Supaya akal pikiran dibukakan dan diberikan pengertian.

Jadi kalau ada ayat Alkitab yang belum kita pahami sepenuhnya, janganlah sungkan-sungkan mengakui dan mengatakannya. Karena firman Tuhan yang adalah pikiran Tuhan terlalu tinggi buat kita manusia. Seperti syair pertama dari sebuah lagu,”Indah rencanaMu Tuhan di dalam hidupku. Meski ku tak tahu dan tak kumengerti semua jalanMu…”.

Tak ada salahnya kita mengajak mitra debat kita untuk menemukan penjelasan pada pasal lain dari Alkitab yang menguraikan lebih luas tentang topik yang dibahas. Karena harus diakui, para apologet dari kalangan Islam nampak kebanyakan lebih unggul dalam hal hafal-menghafal pasal-pasal dan ayat-ayat Alkitab. Lihat saja apologet Muslim seperti Zakir Naik. Karena sejak kanak-kanak mereka telah dibiasakan bahkan diharuskan menghafal isi kitab suci mereka, sekalipun bukan dari bahasa mereka sendiri dan tidak diharuskan untuk mengerti artinya.

Kalau jawabannya belum ditemukan juga, maka kitapun tak perlu sungkan-sungkan juga untuk menyatakan kita memerlukan bantuan hamba Tuhan lain yang mungkin diberi karunia untuk mengartikan. Karena kepada setiap pengikut Kristus diberi macam-macam karunia yang berbeda. Ada karunia menyembuhkan orang sakit, karunia mengajar, karunia berbahasa roh, karunia mengartikannya, karunia menjelaskan makna mimpi dan lain sebagainya. Contohnya, mengenai pemahaman tentang Trinitas. Hal ini sejak abad 4 hingga kini masih banyak diperbincangkan. Bahkan tak sedikit orang yang tersandung akibat pemahaman yang salah. ***

 

Saturday, December 4, 2021

SEKIRANYA MUI DIPIMPIN PARA ULAMA MODERAT

Ya, sekiranya Majelis Ulama Indonesia (MUI) dipimpin para ulama moderat seperti  Abdulrrahman Wahid (alm), Quraish Shihab, tokoh Muhammadyah Buaya Syafii, Mustofa Bisri (Gus Mus) dan lain-lain, maka peristiwa  penangkapan ZA, anggota Komisi Fatwa MUI bersama dua orang yang diduga terlibat jaringan teroris oleh  Tim Densus 88 Polri, mungkin tak akan terjadi.

     Akibat peristiwa ini, muncul di media sosial “tagar bubarkan MUI” yang mendesak agar lembaga ini dibubarkan saja. Agung Wibawanto, seorang pengamat politik dari Yogya, mengeritik Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas yang pernah meminta agar Presiden membubarkan Densus 88. Tetapi  bungkam saat salah seorang anggota pengurus Komisi  Fatwa MUI pusat ditangkap Densus 88 karena diduga terlibat jaringan teroris. Karena itu  ia meminta MUI dibubarkan saja.  “Jika memang tidak memiliki fungsi dan legitimasi lagi, maka lebih baik MUI dibubarkan saja agar menghemat uang negara,” katanya saat ditemui media, (18/11) lalu.

      Segera setelah munculnya tagar dan desakan itu, bermunculan  tanggapan keras dari  berbagai tokoh agama, pejabat pemerintah, partai politik dan organisasi kemasyarakatan yang menentang. Bahkan Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam video yang diterbitkan Setwapres, Selasa (23/11),mengatakan, bila terjadi masalah di dalam internal organisasi, maka seharusnya dibenahi dan mencari jalan keluar dari masalah tersebut."Jangan karena satu orang, rumahnya dibakar”.Namanya penyusupan, di mana-mana ada. Jadi, bukan rumahnya yang dibakar, tapi ya tikusnya itulah," 

Dia menilai, MUI harus tetap eksis dan berdiri di Indonesia. Pasalnya, sudah   banyak kontribusi nyata MUI dalam pemberantasan tindak pidana terorisme selama ini. Mulai dari pembuatan Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2004, tentang Terorisme hingga ikut menginisiasi dibentuknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPT). Selain itu, kata mantan Ketua Umum MUI itu,  MUI sebagai organisasi Islam tidak hanya membuat fatwa, tapi juga membuat lembaga yang menanggulanginya, namanya Tim Penanggulangan Terorisme (TPT).

   Siapakah tokoh-tokoh utama kepengurusan MUI Pusat saat ini ?   Sidang formatur tujuh belas orang yang berlangsung  (27/11)  di  Jakarta dan dipimpin Ketua umum MUI demisioner sekaligus Ketua Tim Formatur KH. Ma’ruf Amin, menetapkan Pimpinan Harian MUI periode 2020-2025, adalah sebagai berikut :

Ketua Umum MUI : KH. Miftachul Akhyar

Wakil Ketua Umum MUI 1 : Dr. Anwar Abbas

Wakil Ketua Umum MUI 2 : KH. Marsudi Syuhud

Wakil Ketua Umum MUI 3 : Drs. H. Basri Bermanda, MBA.

 

Ketua MUI KH. Masduki Bidlowi
Ketua MUI Dr. Yusnar Yusuf Rangkuti
Ketua MUI Prof. Noor Achmad
Ketua MUI KH. Abdullah Jaidi
Ketua MUI KH. Afifuddin Muhajir
Ketua MUI KH. Dr. Sodikun
Ketua MUI Dr. Lukmanul Hakim
Ketua MUI KH. Sholahuddin Al Aiyubi
Ketua MUI Prof. Amany Lubis
Ketua MUI KH. Cholil Nafis
Ketua MUI Dr. Jeje Zainuddin
Ketua MUI Dr. Asrorun Niam Sholeh
Ketua MUI Dr. Sudarnoto Abdul Hakim
Ketua MUI Prof. Dr. Utang Ranuwijaya

   Nampaknya, para tokoh diatas tak ada yang diragukan. Tetapi bagaimana kok bisa kecolongan ? Namun dari pernyataan Muhammad Makmun Rasyid, ada harapan, lembaga yang idealnya menjadi panutan ini, kedepannya dapat dibenahi dan menjadi solusi sehingga kasus  memalukan ini tak  terulang lagi.        

       Pengurus Harian Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BET) MUI Pusat ini mengatakan, "Ke depannya, salah satu yang akan kita lakukan di MUI adalah profilling dan upaya pembersihan di internal. Ini sebagai bentuk instropeksi diri kita bahwa dalam profilling perekrutan di Majelis Ulama Indonesia sangat dibutuhkan ke depan," tutur Makmun di Mabes Polri, Jakarta  (17/11/2021).

     Mungkin ada baiknya bila tokoh-tokoh moderat populer seperti Prof.Dr. Quraish Shihab ayahanda Najwa Shihab pembawa acara dan jurnalis senior itu, ulama K.H. Abdul Syakur, pendiri Ponpes Cadangpinggan, Buya Syafii, Mustofa Bisri (Gus Mus) atau ulama Ahmad Muwafiq, yang di kalangan publik sudah dikenal dengan ceramah-cerama  mereka yang selalu bernuansa teduh, santun dan kedamaian.

    Bila mereka diakomodir, maka citra MUI diharapkan akan lebih baik. Apalagi bila gagasan Islam Nusantara digagas almarhum KH Maimoen Zubair atau Mbah Maimoen dapat dijadikan pula sebagai salah satu rujukan oleh MUI.

 

 

Thursday, November 25, 2021

“PEMUDA PANCASILA” MASIH PANCASILAIS KAH ?

 Mendengar nama organisasi pemuda yang bernama Pemuda Pancasila, siapa warganegara pecinta NKRI yang berdasarkan Pancasila ini yang tak akan merestui. Lebih-lebih ketika akhir-akhir ini mulai bermunculan narasi-narasi yang ingin mengubah NKRI yang diproklamasikan tahun 1945 menjadi sebuah negara kilafah berdasarkan suatu agama. Seharusnya Pemuda Pancasila lah yang diharapkan maju paling depan dan vokal membela negara Pancasila ini.

Tetapi alih-alih harapan itu jadi kenyataan, pada saat yang sama kita sering  mendengar  terjadinya perbuatan-perbuatan anarkhis yang dilakukan sejumlah oknum pemuda dan warga masyarakat yang menggunakan seragam loreng hitam oranye dari organisasi Pemuda Pancasila ini.

Belum lama berselang, Jumat 19/11/21  terjadi bentrokan antara oknum-oknum   Pemuda Pancasila berhadapan dengan kelompok lainnya dari ormas FBR (Forum Betawi Rempug) di Pasar Lembang, Ciledug. Asal muasalnya, dipicu perebutan lahan parkir yang mengakibatkan beberapa orang terluka dan dua orang ditahan.

Lalu yang terjadi Kamis tanggal 25/11/21 lalu, benar-benar sudah kelewatan. Seorang perwira menengah polisi berpangkat AKBP, yang tengah bertugas menertibkan demonstrasi ormas tersebut di gedung MPR/DPR Jakarta, kepalanya berdarah-darah sehingga harus dirawat di RS Polri Kramat Jati.

Menurut Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Tubagus Ade Hidayat kepada wartawan, 20 orang dari aksi anarkis ini ditangkap dan 15 orang ditahan. Dari mereka disita senjata tajam. Bahkan dari salah seorang diantaranya ditemukan dua butir peluru tajam dari senjata sejenis Revolver. Dan polisi menduga orang ini juga memiliki senjatanya.

Maka tak heran kalau sampai ada warga masyarakat seperti Wakil Ketua II DPR Junimart Girsang meminta Pemerintah, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri untuk memanggil dan memperingatkan pimpinan kedua organisasi tersebut. Kedua ormas ini  disebutnya kerap membuat onar dan tidak lagi memenuhi ketentuan anggaran dasar organisasi mereka yang wajib menjaga keamanan dan ketertiban. Bila tidak dipatuhi, diminta agar perijinan mereka tidak diperpanjang lagi.

Permintaan anggota DPR yang juga mantan pengacara kawakan ini kontan mendapat tantangan dari para pimpinan Pemuda Pancasila melalui pengacara mereka.

Perncabutan ijin atau pembubaran organisasi masyarakat memang sebaiknya tidak dilakukan. Bila saja pimpinan mereka mau dan berani melakukan penertiban dan pendisipilinan terhadap anggota mereka. Misalnya, memecat pimpinan-pimpinan bawah yang tidak layak. Bahkan bila perlu membekukan sementara cabang atau ranting organisasi yang banyak menimbulkan masalah. Tetapi nyatanya, yang kita dengar selama ini hanya polisi saja yang selalu turun tangan. Tak pernah kita dengar adanya tindakan tegas dari para pimpinan ormas ini yang melakukan tindakan penertiban, pendisiplinan atau sanksi kepada anggota yang melanggar.***

Thursday, October 21, 2021

DARI DEBAT ANTAR IMAN DI YOU TUBE: (1). CATATAN SAYA

 Menarik juga mengikuti  berbagai dialog atau perdebatan antar iman selama ini di You Tube. Tetapi selama itu pula saya hanya mendengar, melihat dan menyimak. Dan belum terdorong ikut melibatkan diri. Namun ada beberapa catatan yang dapat kutarik dari berbagai dialog dan perdebatan ini, khususnya antara apologet Kristen versus apologet Islam.

1.          Dialog antar iman antara apologet Islam dan apologet Kristen memang tak dapat dihindarkan. Karena pemeluk kedua agama ini terbilang terbanyak di negeri ini.Dan faktanya isi kedua kitab suci kedua agama tersebut terdapat persinggungan bahkan tumpang tindih ayat-ayatnya.  Ada yang selaras tetapi ada juga yang bahkan seperti bertentangan. Dan pada yang terakhir inilah umumnya terjadi debat. Dikatakan “seperti”, karena ada yang perbedaannya sebenarnya hanya pada penafsirannya. Dan bila ditela’a lebih mendalam, sebetulnya ada titik temu.

2.          Adanya ruang diskusi di You Tube ini, di mana segala hal bisa dibukakan kepada umum tanpa batas, mengingatkan saya pada nats Alkitab Markus 4: 22 yang menyatakan, “tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan tersingkap. ”Apa-apa, atau ayat-ayat yang oleh satu pihak dituduhkan kepada pihak lain dan demikian pula sebaliknya, sebagai disembunyikan, kini mulai diungkap satu persatu. Sehigga bagi penulis, semua ini bisa dianggap sebagai “second opinion” atau pembanding yang berharga. Disatu pihak, secara internal sebagai bahan introspeksi dan dari eksternal sebagai tambahan referensi untuk lebih mengernal ajaran Islam.

3.          Mencermati jalannya sejumlah dialog atau perdebatan selama ini, ada yang cukup santun, saling menghargai pendapat dan menghormati privasi partner dialog. Tetapi sayangnya banyak juga yang berlangsung memanas, saling memaki, merendahkan dan meyudutkan.

          Dari sisi Kristen, penulis berdiri pada posisi tidak setuju dengan cara-cara mendebat atau ngotot bahkan ikut-ikutan memaki dengan suara tinggi. Pernah, ketika menyaksikan suatu debat yang sudah seperti arena debat kusir, seperti mau menang-menangan, penulis dua kali menulis komentar, untuk berhenti mendebat dengan mengingatkan pesan Alkitab pada Matius 7 : 6 yang mengatakan, “janganlah kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu berbalik mengoyak kamu”. Maksudnya, kalau firman Tuhan yang disampaikan tidak mau diterima, jangan dipaksakan.

       Dalam soal tutur kata dan sikap, perlu pula selalu dijaga agar kita tidak menjadi sasaran teguran Tuhan dalam Roma 2 : 24 yang menyatakan,” seperti ada tertulis :” Sebab oleh karena kamulah nama Allah dihujat di antara bangsa-bangsa”. Lagi Amsal 26:4 menasehatkan,”Jangan menjawab orang bebal menurut kebodohannya supaya jangan engkau sendiri menjadi sama dengan dia”.

4.          Menurut penulis, orang Kristen hanya diperintahkan memberitakan Injil dan tidak memaksakan untuk diterima. Bila belum jelas dan minta dijelaskan, jelaskan. Kalau ada yang menolak atau membantah, tak perlu didebat, kita menghormati pendapatnya, dan perlu didoakan semoga Roh Kudus membukakan hatinya. Kesaksian lebih baik dialihkan kepada para pemirsa yang mungkin ratusan atau ribuan yang mengikuti diskusi. Diarahkan kepada mereka yang benar-benar haus dan ingin mendengar Injil keselamatan.

5.          Perihal kasus Mohamad Kece (MKC) yang dipersangkakan melakukan penistaan agama dan kini sedang berproses menuju sidang Pengadilan, memang sungguh memprihatinkan. Dalam beberapa hal, penulis juga kurang setuju dengan tutur kata MKC yang rupanya ikut terpancing dalam bereaksi terhadap perilaku dan ujaran beberapa oknum ulama yang juga dianggapnya telah melakukan penistaan terhadap agamanya. Namun, dilain pihak dari kesaksian MKC, penulis merasa memperoleh banyak tambahan pengetahuan baru mengenai ajaran Islam. Khususnya mengenai ajaran-ajaran yang banyak dipertanyakan para apologet Kristen seperti ajaran dari beberapa aliran Islam yang membolehkan membunuh penganut-penganut agama lain. Semua ini telah melengkapi pengetahuan penulis mengenai ajaran-ajaran Islam. Termasuk tentang kebaikan yang sebelumnya telah banyak juga kupelajari. Dengan demikian dapatlah dipahami mengapa seringkali terjadi aksi-aksi teror di negeri ini.

6.          Satu hal yang sungguh disesalkan adalah terjadinya penyiksaan luar biasa terhadap MKC sebagai tahanan di Badan Reserse Kriminil Markas Besar Kepolisian RI !!  Sebagai wartawan anggota PWI Seksi Polri dahulu, dari masa sebelum Kapolri Jenderal Polisi Hoegeng Iman Santoso sampai Kapolri Widodo Budidarmo, hampir setiap hari penulis bersama rekan-rekan wartawan lainnya memasuki kompleks itu yang dipasangi monumen Patih Gajah Mada, Bhayangkari negara Kerajaan Majapahit yang terkenal. Kami dibekali berbagai hal mengenai kepolisian RI, mulai dari doktrin Tribrata, tupoksi Kepolisian, dipersenjatai dan ikut dalam operasi-operasi memberantas kriminalitas serta aktivitas lainnya. Sungguh tak terbayangkan sebelumnya, seorang Jenderal Polisi aktif bintang dua melakukan tindakan kriminal brutal. Sampai-sampai memasukan kotoran manusia ke mulut tersangka yang adalah tokoh agama. Perbuatan kiriminal yang belum pernah kita dengar terjadi di manapun di muka bumi ini. Dan ini terjadi di Markas Besar Kepolisian RI ! Sungguh perbuatan yang benar-benar merusak citra Kepolisian yang “love humanity, help delinquency dan fight crime”. Kakak tertua penulis adalah purnawirawan Mobrig yang mendapat penghargaan sebagai perintis kemerdekaan. Saudara-saudara sepupu, sampai kemanakan-kemanakan dan anak-anak mereka banyak yang memilih profesi menjadi anggota Polri. Mendengar perbuatan bejat oknum petinggi mereka ini, rasa bangga diri mereka sekonyong-konyong melorot. Tapi kita berharap, mereka tak akan terpengaruh mengikuti perbuatan tercela ini. Sebaliknya bersama teman-teman anggota Polri lainnya, akan tetap menjadi bayangkari sejati yang akan dapat memulihkan kembali citra Polri yang kini jatuh ke titik nadir.

7.          Dari sisi hukum, perlakuan terhadap MKC saat ini, oleh sebagian orang secara hukum tidak adil . Karena pihak-pihak lain yang juga mereka nilai sebagai penista agama yang menyebabkan MKC bereaksi, tidak diperlakukan tindakan hukum yang sama. Sehingga mereka menganggap selayaknya MKC dibebaskan. Namun dari sudut iman Kristen, apa yang dialami MKC ini merupakan suatu pengorbanan besar di mata Tuhan sehingga kelak layak pula mendapatkan upah (pahala) yang besar. Makanya setiap orang Kristen yang teraniaya, sekalipun menderita secara lahiriah tetapi bersukacita secara bathiniah.

8.          Apabila kasus MKC ini benar-benar nanti sampai ke pengadilan, maka persidangan ini bagi MKC, tidak saja menjadi forum untuk mendapatkan keadilan, tetapi juga sekaligus menjadi forum kesaksian. Pada saat sidang terbuka untuk membacakan pembelaannya, MKC dapat memaparkan secara sistematis tentang Injil yang dipercayanya. Dan karena kasus ini sudah menjadi perhatian dunia, maka sudah pasti akan diliput massmedia lokal, nasional maupun internasinal. Maka tak heran seorang apologet Kristen seperti tak sabar menantikan momen kesaksian itu. Seperti halnya Paulus ketika bersaksi di depan penguasa-penguasa Romawi.***

 

 

 

Contact Form

Name

Email *

Message *