Wednesday, December 24, 2014

DESEMBER KELABU, DESEMBER CERIA



Setiap bulan Desember umat Kristiani di seluruh dunia termasuk di Indonesia menyambut Natal dengan berbagai cara. Karena libur terkait Natal ini dekat bahkan nyambung  dengan libur Tahun baru, sehingga menjadi lumayan panjang, maka bukan umat Kristiani saja yang ikut menikmatinya. Entah bertamasya, mengunjungi keluarga dan lain sebagainya.
Nyatanya, menjelang Natal, semua tiket-tiket perjalanan, kereta api, bus, pesawat terbang bahkan kapa laut habis sebelum waktunya. Semua orang tanpa lihat agamanya ikut memanfaatkan masa libur ini dengan sebaik-baiknya. Ada sukacita di dalamnya.
Hanya saja di Indonesia,  karena siklus musimnya , yaitu pada bulan-bulan berakhiran ber sampai bulan-bulan awal tahun berikutnya merupakan musim penghujan, menyebabkan sering terjadi musibah banjir dan longsor. Dan entah mengapa, berbarengan dengan itu terjadi juga letupan-letupan gunung berapi di  sejumlah tempat. Semua ini menimbulkan bencana yang membawa kergian banyak korban jiwa, harta benda dan lingkungan.
Tidak cukup dengan itu bulan Desember tahun ini kita dikejutkan pula oleh berbagai tindak kriminal yang sadis. Pembantaian 141 anak-anak sekolah beserta guru-guru mereka di Pakistan, penyekapan dan penyiksaan para majikan pada pembantu rumah tangga mereka. Ada anak membunuh ibu bapanya, memperkarakan ibunya, janda lanjut usia, dan ada ibu yang dikabarkan menghabisi nyawa lima anaknya tanpa jelas penyebabnya.
Pada perayaan Natal tahun inipun, umat Kristiani bahkan juga aparat keamanan masih ada yang mengkhawatirkan terjaminnya kenyamanan mereka dalam ibadah Natal ini. Masih belum lenyap dari ingatan akan pengeboman gereja-gereja pada waktu-waktu yang lalu. Sampai-sampai polisi dan aparat keamanan lainnya bahkan salah satu ormas Islam, Banser, menyiapkan diri ikut mengamankan.
Begitu gelapkah masa depan bangsa ini ? Agaknya tidak. Dengan pemerintahan baru pimpinan Jokowi-JK, yang kini bertekad untuk memperbaiki kehidupan bangsa ini ke depan, ada harapan akan menjadikannya semua jadi lebih baik.

ALANGKAH INDAH GOLKAR HIDUP RUKUN

 


    Pada suatu perayaan Natal tahun 90-an, kami dari Paduan Suara Jemaat  GPIB Marturia Jakarta Timur saat itu diundang ikut dalam perayaan Natal  Partai Golkar di Kantor DPP di kawasan Slipi Jakarta.
    Di tempat itu  beberapa waktu lalu  para pemuda Golkar baku jotos, untuk memperebutkan kantor ini oleh pihak yang pro Munas Bali dan kelompok yang pro Munas Ancol Jakarta. Lalu, di tempat itu pula hari ini (23/12/14) juru runding dari kedua kubu yang berseteru ini bertemu untuk mencoba mencari upaya perdamaian dan penyatuan kembali.
     Kedua peristiwa inilah yang menginspirasi penulis mengisahkan kembali kenangan pada perayaan Natal Golkar ini. Ketika itu sedang hangat-hangatnya masa kampanye pemilihan umum, di mana seperti biasanya terjadi saling menonjol-nonjolkan kelebihan figur-figur partainya dan pada saat yang sama membuka-buka kekurangan bahkan aib pihak pesaingnya. Dan akibatnya di beberapa tempat nyaris terjadi konflik fisik.
Maka dalam suasana Natal namun  situasi politik yang memanas saat  itulah , maka  kami bawakan Kidung Pujian-Pujian dari Mazmur 133, suatu kidung yang indah   ciptaan Raja (Nabi) Daud yang yang menganjurkan perdamaian dengan judul “Persaudaraan Yang Rukun”.
Bait-baitnya seperti di bawah ini :

 Sungguh, alangkah baik,
Alangkah baik dan alangkah indah
Alangkah baik, alangkah baik.

Sungguh, alangkah baik,
alangkah baik dan alangkah indah
Bila saudara diam bersama,
Bila  bersama saudara hidup rukun
Diam bersama dengan rukun,
Alangkah indah hidup rukun

Seperti minyak di atas kepala
Tebarkan harum basahi leher jubah
Bagai embun sejuk di puncak gunung,
Alirkan subur tanah di lembah
Alangkah baik, ya sungguh baik
Alangkah baik, oh sungguh baik

Oh karena ke sana TUHAN memerintahkan,
Karena ke sana TUHAN memerintahkan
Berkat kehidupan selama-lamanya,
Berkat kehidupan selama-lamanya.
Alangkah baik, alangkah baik.

Ya, alangkah baik  pesan kidung yang indah ini direnungkan kembali oleh setiap insan Golkar !! Andai Golkar cepat rukun kembali dan menyeleggarakan lagi perayaan Natal serta bermaksud menikmati kembali kidung rohani ini, maka dapat saja mengundang Paduan Suara salah satu Jemaat Gereja. Karena kidung ini begitu indahnya  maka sering  dinyanyikan, khususnya di kalangan Jemaat Kristen Protestan.

Tuesday, December 23, 2014

KETIKA ORANG TIDAK LAGI TAKUT MEMBUNUH



Tayangan televisi mengenai kriminalitas akhir-akhir ini sering membuat kita terenyu. Bagaimana tidak. Begitu  ringannya tangan orang menghilangkan nyawa manusia sesamanya dengan cara sadis. 
Pada beberapa kejadian, bukan saja satu dua orang yang menjadi korban, tetapi sampai belasan orang. Ada yang jasadnya disayat-sayat atau dimutilasi, ada yang dibuang di lubang WC, bahkan ada yang sampai memotong-motong dagingnya lalu menjualnya bak daging hewan, dan orang  yang tak tahu memakannya. Sungguh mengerikan !! Padahal, satu dari lima dasar negara kita Pancasila, adalah Kemanusiaan yang adil dan BERADAB.
Di beberapa tempat, sering diberitakan ada majikan yang  menyekap para pencari kerja yang tertipu bahkan sampai ada yang meninggal. Seperti  kasus keluarga Syamsul Anwar di Medan yang diberitakan beberapa waktu lalu menghabiskan nyawa beberapa pembantu rumah tangga (PRT). Di Brebes ada anak yang tega-teganya membunuh kedua ibu bapanya hanya karena permintaannya untuk dibelikan motor oleh orangtuanya tidak dapat dipenuhi.
Begitu murahkah sekarang nyawa manusia di zaman ini. Belum lama ini  dunia kembali dikejutkan dengan  pemberondongan 132 anak-anak sekolah usia SD berikut 9 guru mereka di Pakistan oleh sekelompok teroris Taliban.
Padahal manusia adalah ciptaan Tuhan yang  termulia dari segenap makluk  bumi yang dijadikan. Sampai-sampai diciptakan  menurut  “rupa dan gambar”-Nya. Kemudian mereka ditaruh di tempat yang khusus pula, sebuah tempat yang indah, Taman Firdaus.
Sesudah seluruh  umat manusia kecuali keluarga Nuh  dimusnahkan karena Tuhan melihat kejahatan manusia telah memenuhi  muka bumi, Tuhan lalu membuat perjanjian dengan Nuh dan keturunannya. Salah satunya, agar manusia tidak menumpahkan darah sesamanya, karena dalam darahlah terlekat nyawa manusia.
Larangan itu, begitu  sungguh-sungguh, dari  manusia Allah akan menuntut nyawa sesama manusia yang dikorbankannya. Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia sebab, “ Allah membuat manusia itu menurut gambar-Nya sendiri”. Bahkan kepada segala binatang pun, yang melakukan penghilangan nyawa manusia Tuhan akan menuntut balas. (Kejadian 8 : 5-6).
Perintah  untuk tidak melakukan pembunuhan terhadap sesama ini dipertegas lagi pada zaman nabi Musa  di Gunung Torsina ketika Tuhan menurunkan ”Hukum Sepuluh”.Pada  urutan ke-6 dari perintah itu tertulis “Jangan Membunuh”.
Lalu, kalau selama ini masih saja, bahkan orang makin ringan tangan saja untuk membunuh, siapa yang harus bertanggungjawab ? Selain diri pribadi masing-masing pelaku, tentu tidak lepas pula orang-orang terdekat, seperti  orangtua yang bertanggungjawab mendidik sejak awal, para pendidik,  khususnya para rohaniwan di mana seseorang senantiasa mendapatkan  tuntunan untuk berbuat baik.
Jadi, kalau suatu ketika ada  kejadian seperti di atas, maka patut pula dipertanyakan sejauh mana lembaga keagamaan tempat yang  bersangkutan menjadi jemaahnya telah melaksanakan fungsinya. Semestinya  pimpinan  Gereja, Masjid, atau rumah ibadah agama lainnya merasa malu, apabila ada  anggotanya yang tersangkut tindak pidana, apalagi kriminal.
Dalam Yehezkiel  33 : 11, sebetulnya Tuhan sendiri tidak menghendaki kematian orang jahat/fasik. Ia menghendaki pertobatan, pertobatan dan bertobat dari kelakuannya  supaya hidup.  Mengapa manusia harus mati ??
Dalam kaitan ini  kepada setiap orang diwajibkan mengingatkan  sesamanya yang diketahuinya berbuat atau akan  berbuat kesalahan yang akhirnya  akan berakibat mencelakakan orang lain atau mencelakan dirinya sendiri. Apabila orang itu tidak diingatkan dan kemudian ia kehilangan nyawa dalam kejahatannya, maka nyawa orang itu kelak akan dituntut pula pertanggungjawabannya kepada orang yang tidak berbuat apa-apa untuk menyadarkannya.( ayat 8-9).
Bagaimana dengan kejahatan kemanusiaan dalam praktek politik, seperti pada peristiwa kerusuhan 1988, peristiwa Trisaksti, Semanggi I, II, kematian  Munir  pembela hak-hak azasi mansia dan kehilangan  sejumlah aktivist pada waktu lalu ? Pengadilan dunia mungkin tak akan dapat menyelesaikannya  secara tuntas. Dan para pelaku yang bertanggungjawab mungkin  tenang-tenang saja di dunia ini. Apalagi sebagian dari para penuntut keadilan untuk merek a kini sudah berkurang karena sudah meninggal dunia.
Tetapi satu hal darah mereka, yaitu nyawa mereka, seperti juga darah Habil yang dibunuh kakaknya, terus-menerus berteriak menuntut keadilan dari Yang Maha Kuasa. Dan apabila saat  pembalasan Tuhan itu datang saatnya, maka siap-siaplah mengalami apa yang dilukiskan  dalam lagu  “Insyaflah”  seperti yang dilantunkan oleh Ida Laela.
Satu-satunya  jalan yang ditunjukan Kitab Suci untuk terhindar dari hukuman abadi itu adalah pertobatan seperti  disebutkan diatas yang didahului oleh pengakuan bersalah. Berdamailah dengan Allah yang empunya pemegang hak pembalasan itu sebelum terlambat.
Bertepatan, Presiden Jokowi berkeinginan  untuk menyelesaikan semua kasus kemanusiaan yang  terus menggantung itu hingga kini melalui pengadilan. Dan setelah diputus Pengadilan, Presiden menjajikan untuk  memberikan pengampunan dalam rangka rekonsiliasi.
Apabila  dalam pengadilan pihak yang bersangkutan mengakui kesalahannya dengan tulus dan memohon maaf, kita percaya para keluarga korban juga akan memaafkan, karena bangsa kita terkenal dengan budaya pemaaf. Apabila itu terjadi, akan terciptalah kelegaan. Baik bagi negara karena dapat menyelesaikan tunggakan masalah yang rumit  dengan tuntas dan damai, bagi para keluarga korban lega karena  kasusnya telah mendapatkan kepastian hukum, dan bagi yang merasa salah,  proses  hukum duniawi / negara sudah mereka lewati. Sedangkan ganjaran dari Yang Maha Kuasa, kita percaya Tuhan akan mengampuni. Ini bisa terjadi apabila kita mengimani  janji Tuhan dalam Kitab Nabi Yesaya 1 : 18 yang mengatakan : “ Marilah, baikah kita berperkara !- firman TUHAN. Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju;  sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba”.



Thursday, December 4, 2014

BENARKAH ARB LEBIH UNGGGUL DARI TOKOH KMP LAIN ???



Mendengar rekaman pembicaraan Nurdin Khalid dalam perdebatan di layar televisi seusai Munas Golkar kubu ARB di Bali, saya teringat ucapan lucu di sebuah iklan  TV  “Aku ini berarti nggak sih ?”
Dalam iklan itu ada sepasang suami-isteri muda tengah asyik menonton pertandingan sepakbola favorit mereka. Tiba-tiba sang isteri memberi aplaus kepada pemain idolanya setelah berhasil menyarangkan bola ke gawang lawan.
Tanpa diduga sang suami marah. Rupanya ia cemburu. Sambil membelakangi isterinya ia mengomel, ternyata benar juga apa kata orang selama ini. Lalu, tiba-tiba ia berbalik badan lagi dan menukas pada isterinya : “Aku ini berarti nggak sih ?”.
Kaitannya dengan pembicaraan Nurdin Khalid, adalah ketika dalam analisis politiknya, ia menyimpulkan bahwa dalam kubu KMP sesungguhnya Golkarlah yang lebih menentukan daripada partai lainnya. Alasannya, karena Golkar sebagai partai besar memiliki lebih banyak kursi di DPR dari yang lainnya. Sedang dalam tubuh Golkar sendiri hanya ARB yang dianggap lebih mampu memimpin partai ini ke depan.
Akan halnya di lingkungan Golkar, biarlah orang-orang Golkar sendiri yang menilai. Tetapi klaim bahwa Golkar lebih menentukan dalam KMP, agaknya masih dapat diperdebatkan. Karena masalah siapa yang lebih berperan, tidak dapat hanya dengan melihat jumlah kursinya. Tetapi juga faktor ketokohan dan kharisma dalam organisasi.
Dalam blog ini saya pernah menulis, bahwa tanpa Prabowo Subijanto, Ketua Umum Gerindra, KMP akan buyar. KMP memperoleh kekuatan dari kharismanya. Hal itu ditandai pula dengan penyebutan kubu Prabowo untuk KMP.
Demikian juga tokoh Amien Rais, Ketua Dewan Pertimbangan Partai PAN yang penulis yakini sebagai tokoh brilian perancang strategi politik KMP selama ini, agaknya ikut diremehkan. Padahal Golkar baru bergabung ke kubu Prabowo pada saat-saat terakhir setelah ARB  kebingungan, setelah bertemu Jokowi di Pasar Gembrong dan ditolak PDIP karena terlalu banyak syaratnya. ***

Contact Form

Name

Email *

Message *