Thursday, April 26, 2018

Cuci Otak


Ini tiddak lagi ada hubungannya dengan dr. Terawan yang terancam dipecat dari IDI (ikatan Dokter Inonesia) dan dicabut ijin prakteknya sebagai dokter.
Tapi berkaitan dengan  perikop khotbah di ibadah Minggu di gereja kami minggu lalu. Ibu Penatua mengangkat ceritera dramatis ketika Yesus  yang baru bangkit dari kematian, suatu pagi sesudah sarapan, “mengetes” kembali kesetiaan Simon Petrus.
Sang murid yang boleh dibilang paling senior dari ke-12 rasul. Ketika tengah berlangsung interogasi terhadap Tuhan Yesus oleh Majelis Agama Yahudi, diketahui ia mengangkal tidak kenal Yesus sampai tiga kali.
Padahal ketika Sang Guru memberitahukan kepada murid-muridNya  bahwa beberapa waktu lagi Ia akan ditangkap, dianiaya dan disalibkan mati oleh pemuka-pemuka Yahudi, Petrus dengan sesumbarnya menjawab, hal itu tidak akan terjadi. Dia rela mati untuk membela gurunya.  Saat itu ia justru ditegur Yesus, yang mengingatkan pemikirannya itu berasal dari iblis.
Nah, sehabis sarapan itu seperti dapat dibaca pada Injil Yohanes 21 : 15-19, Yesus bertanya kepada Simon Petrus dengan pertanyaan yang sama sampai tia kali : “Simon anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih daripada mereka ini ?”. Dan setiap sang murid menjawab :    “Benar Tuhan, Engkau tahu aku mengasihi Engkau”, Yesus menjawab: “Gembalakanlah domba-dombaKu”.
Petrus merasa sedih dan serba salah dalam situasi ini. Pertanyaan yang sama sampai tiga kali. Mungkin ia menyadari kesalahannya yang pernah tekebur tetapi tidak berani membuktikan ucapannya ketika diperhadapkan dengan ancaman yang sesungguhnya.
Namun iman dan ketulusan Petrus meloloskannya dari “test ulang” itu. Ternyata imannya tetap teguh.
Ia kembali dipanggil Yesus “Ikutlah Aku”. Tetapi ada missi yang harus dilakukan : “Gembalakanlah domba-dombaKu”.
Di kekemudian hari, sesuai yang telah dinubuatkan oleh Gurunya, ia memang menjadi  “batu karang” tempat di mana Yesus  membangun JemaatNya.  Paus di Vatican hingga saat ini diyakini sebagai penerus missi Santo Petrus oleh umat Katolik.
Menarik juga untuk mengambil hikmah dari perikop ini dalam menyikapi perilaku para pemimpin kita di negeri ini.
Ketika dilantik atau berkampanye untuk dapat dipilih menjadi calon pemimpin, mereka mengumbar janji ini dan itu yang muluk-muluk. Mereka berjanji kepada rakyat dan berjanji kepada Tuhan pakai sumpah akan melakukan yang terbaik bagi  bangsa ini.
Suatu ketika mungkin mereka ingkar dan tak mampu mewujudkan janjinya. Maka pada saat itu akan dipertanyakan integritasnya. “Sungguhkah mereka mengasihi Ibu Pertiwi atau negeri ini ?” Tiak cukup hanya sekali ditanyakan. Tapi perlu berulang-ulang. Dan setiap kali ada jawaban, yang pasti “Ya, dengan segenap hati” atau yang sejenisnya, setiap kali juga diingatkan kembali tugas panggilan dari Ibu Pertiwi :” Sejahterakanlah anak-anakku, anak Bangsa ini”. *** (Sam Lapoliwa)








Contact Form

Name

Email *

Message *