Sunday, March 27, 2022

KAPAN PEMBANTAIAN RAKYAT UKRAINA BERHENTI !!

 Sudah sebulan ini penulis berkali-kali membuka Youtube berharap perang sadis Rusia terhadap rakyat Ukraina berhenti melalui perdamaian. Tetapi yang kita dapatkan tetap saja tayangan mengerikan berupa peluncuran roket-roket raksasa yang meghujam kota-kota besar di Ukraina – di mana masih banyak warga sipil terjebak di dalamnya. Berlindung di lubang-lubang bawah tanah dengan kekurangan persediaan makanan, airminum, pakaian serta obat-obatan.

Flat atau rumah susun yang masih berpenghuni nampak lululantak dihajar rudal, yang ditembakan dari kejauhan. Dari peluncuran roket, tank-tank raksasa, pesawat dan helikopter tempur bahkan dari kapal perang di lepas pantai ! Kata yang punya alat penghancur massal itu, roket-roket dengan hulu ledaknya presisi. Tapi nyatanya banyak yang nyasar. Masih ingatkah kita di Jakarta dulu - ketika Rusia mau mendemonstrasikan pesawat barunya yang katanya canggih ? Nyatanya berakhir menubruk Gunung Salak. Masih beruntung reruntuhannya tak sampai menimpa kami yang ketika itu masih tinggal dekat kaki gunung  penanda kota Bogor itu.

Tak usah dipaparkan berapa jumlah korban selama sebulan ini. Dapat dibayangkan sendiri, baik personil militer kedua pihak, rakyat sipil, wanita, anak-anak, bayi, lanjut usia dan harta benda. Bahkan makam peringatan ribuan orang-orang Yahudi korban keganasan fasis Hitler di negeri itu juga porak-poranda.

Saya bayangkan, kalau satu saja rudal ICBM dijatuhkan di tengah-tengah kota Jakarta. Gimana jadinya ? Di Ukraina bukan cuma satu tapi ratusan. Maka mengherankan juga kalau masih ada tersisa mahluk yang hidup di kota-kota itu. Segala macam senjata mutakhir sampai yang mampu melumerkan tubuh orang ditembakkan. Hanya senjata nuklir saja yang belum diluncurkan. Tapi konon sekarang sudah disiapkan, tinggal tekan knop saja. Dan ngerinya, negara-negara nuklir lainnya kini telah melakukan hal yang sama.

Maka melihat ini, semua orang yang masih mempunyai rasa kemanusiaan harus segera melakukan usaha menghentikan invasi brutal ini. Bagi negara yang masih berfaham komunis seperti Rusia, asasinasi seperti ini mungkin hal biasa saja. Apalagi tokoh kuncinya Presiden Putin adalah mantan perwira KGB, organisasi intelijen militer yang terkenal sadis.

Teringat ucapan seorang tokoh Kremlin yang berujar, ”kalau untuk mewujudkan masyarakat komunis yang tulen, saya tak gentar berjalan di atas jutaan mayat manusia.”

Pada sidang-sidang Mahmillub (Mahkamah Militer Luar Biasa) sesudah peristiwa G.30.S/PKI tahun 1965, masih terngiang kudengar dialog antara Oditur Militer LetKol.Durmawel Ahmad, SH dan Ketua Mahkamah Kol.Hendotomo dengan terdakwa, salah seorang tokoh PKI yang terlibat dalam usaha koup itu -  tentang pandangan komunisme mengenai manusia. Dikatakan, “manusia itu tak lebih dari sepotong daging”.

Maka tak heran, kalau sekarang bisa terjadi seperti yang di Ukraina ini. Hal sama sudah terjadi di Tienanmin Tiongkok, terjadi di Madiun dan Lubang Buaya. Maka penulis heran, kalau masih ada saja di Indonesia yang setuju bahkan memuji-muji invasi Rusia ke Ukraina.

Yang juga mengherankan, Putin ini rupanya formalnya seorang Kristiani. Acara pembabtisannya dilakukan di sebuah gereja di St.Pettesburg (dulu Leningrad) dan  ditayangkan di televisi. Di mana pemahamannya tentang hukum pertama dan terutama kedua untuk mengasihi sesama manusia seperti yang diperintahkan Injil ? Menurut data di Google, ayahandanya memang seorang atheis, tetapi ibunya seorang Kristiani.

Tapi tak kurang-kurang, Paus dari Roma sendiri sampai memohon-mohon kepada Putin untuk menghetikan perang ini dan kembali menyelesaikan segala sesuatunya secara damai melalui perundingan. Demikian juga PBB dan negara-negara cinta damai lainnya, termasuk Indonesia. Namun, tetap saja Putin tak bergeming. Rudal-rudal, bom kecil besarnya tetap saja dihujamkan ke negeri tetangganya itu – dan menjadikannya seperti lapangan tembak uji-coba senjata pemusnah baru.

Maka penulis setuju sekali dengan sikap Pemerintah Indonesia yang ikut mengecam “operasi militer khusus” itu meski sebagai bayarannya oleh Rusia kita dimasukkannya dalam kelompok “negara tidak bersahabat”. Tak apa-apa. Dulu Uni Sovyet kita anggap sebagai negara sahabat. Banyak membantu dalam perjuangan Indonesia melawan kaum kolonial-imperalis. Hal itu ditandai dengan film “Kunjungan Sahabat”, yang awal tahun 60-an pernah diedarkan secara luas ketika Presiden Kruschev berkunjung ke Indonesia. Fotonya yang besar-besar dipajang di mana-mana. Tapi ini dulu. Politik luar-negeri kita sesuai UUD 1945 adalah bebas aktif. Meski kepada negara sahabat, kalau salah tetap kita katakan salah.

Menjelang KTT G-20 di Bali Nopember mendatang,  Indonesia sebagai Presiden G-20 diharapkan kembali bisa tampil berperan sebagai pemimpin dunia seperti Bung Karno. Pemrakarsa KTT Non Blok, Konferensi Asia Afrika, OKI, Asean, NEFOS.

Teringat juga peran kepala suku kami dulu yang juga kakek penulis. Meski suku kami terbilang kecil, tetapi melalui diplomasinya, beliau mampu mendamaikan dua kerajaan  besar yang selalu berseteru. Yakni Raja Bugis di perbatasan Sulawesi Selatan dengan Raja Marunduh, dari Kerajaan Mori yang wilayahnya kini meliputi Kabupaten Morowali Utara, tempat pabrik Nikel kebanggan Indonesia yang mendunia.***

 

Friday, March 18, 2022

MINYAK GORENG, OH..MINYAK GORENG !

 Dalam langkanya minyak goreng sekarang, pertama-tama penulis menganggap pemerintahan kita sekarang pemerintahan saudagar. Coba cermati.  Mayoritas para pejabat baik  di eksekutif maupun di legislatif rata-rata adalah pengusaha atau mantan pengusaha. Kalau meminjam istilahnya mantan wakil Presiden Jusuf Kalla, saudagar. Yang lain mengistilahkan kapitalis.

Maka tak heran, kebijakan-kebijakan perekonomian kita sekarang dominan disetir para saudagar ini, yang memegang posisi penting di jabatan-jabatan publik. Kalau posisi-posisi itu dipegang oleh saudagar “anasionalis”, istilah yang pernah ditolak pengusaha Jusuf Wanandi (Liem Bian Kun) dahulu, maka rusaklah perekonomian negeri ini. Dan inilah yang terjadi sekarang. Jangankan ekonomi, hukum pun seperti diucapkan secara lugas oleh Menko Polhukam Mahfud MD, sekarang sudah dijadikan obyek komersil. Di legislatif ada jual-beli pasal. Di urusan tuntut menuntut perkara di pengadilan, ada tawar-menawar pasal.

Maka tak heran kalau di bidang distribusi bahan kebutuhan pokok selama ini selalu ada ketidakberesan. Seperti kelangkaan-kelangkaan pasokan kebutuhan pokok. Kacang kedelelah, telur ayamlah, sampai cabe, gas, daging dan sekarang minyak goreng. Sampai-sampai ada ibu yang meninggal di antrian. Ibu-ibu lain yang kecapean mengantri dengan sandal-sandal mereka.

Padahal, permukaan bumi negeri ini termasuk kampung halaman penulis, hutan-hutannya nyaris habis dicukur untuk menanaman kelapa sawit. Kebakaran hutan untuk penanaman kelapa sawit dari tahun ke tahun merepotkan warga asli sekitar. Bahkan juga banyak protes negara tetangga. Dan, aneh rakyat-rakyat kecil ini sulit mendapatkan minyak goreng !

Menjadi tanda tanya : apakah kelangkaan ini disebabkan kebijakan para pejabat saudagar anasionalis ini yang lebih banyak mengekspor untuk lebih menguntungkan konco-konco saudagarnya karena harga di luar negeri lebih tinggi ? Lalu mengabaikan pasokan dalam negeri sehingga merugikan rakyat kecil ? Atau barangkali memang para pejabatnya yang bermasalah. Entah menteri atau jajarannya yang tak mampu bekerja. Mengatur tata distribusi, tak mampu mengawasi. Atau barangkali memang ikut kongkalingkong dengan para penimbun ? Kalau ini terjadi, mengapa mereka tidak diganti ?

Agaknya, sistim perekonomian kita sekarang benar-benar harus banting stir. Dikembalikan lagi secara nyata ke pasal 33 UUD 1945 dengan memberi peluang dominan kepada koperasi. Koperasi, terutama koperasi konsumsi,  benar-benar harus diberi peluang berperan. Terutama bidang distribusi kebutuhan pokok utama rakyat. Bisakah untuk bahan-bahan kebutuhan pokok tertentu hak pendistribusiannya diserahkan hanya kepada koperasi ? Bisakah setiap keluarga diwajibkan menjadi anggota koperasi untuk bisa mendapatkan bahan pokok tersebut ? Dengan demikian, pendistribusian bahan kebutuhan pokok esensial  oleh koperasi sendiri. Apabila pasokan kurang, mereka akan berteriak kepada pengurus koperasi mereka sendiri dan anggota dapat ikut mengawasi pekerjaan pengurus.

Dituduh pemerintah terlalu banyak ikut campur ? Boleh saja, tetapi bukankah konstitusi menegaskan bahwa cabang-cabang produksi dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara ?

Dulu badan-badan pelayanan masyarakat seperti kereta-api, pos, penerangan, rumahsakit berbentuk Jawatan yang semata-mata hanya melayani masyarakat tanpa motif mencari untung. Sekarang semua jadi PT yang bertujuan mencari untung. Bahkan rumahsakit, perguruan tinggi sudah mirip-mirip PT.

Tak melaksanakan pasal 33 UUD 1945 in, berarti  kita, atau setidaknya para pejabat pemegang kebijakan utama, baik di eksekutif maupun legislatif  tidak konsisten. Tidak mengikuti maksud para pendiri negeri ini dan menyeleweng ke arah ekonomi kapitalis-liberal. Kalau tak dilaksanakan, berarti kita menjadi bangsa munafik. Sering membangga-banggakan gagasan sistem ekonomi gotong-royong  koperasi , tetapi dalam praktek tak nyata. Kalaupun ada, kondisi koperasi-koperasi ini lebih mirip-mirip lembaga sosial yang mati tapi dihidup-hidupkan.

Sekarang memang sulit diputar kembali karena perekonomian negeri ini telah telanjur dikuasai kaum kapitalis-liberal berkolaborasi dengan kaum politisi anasional yang duduk di lembaga-lembaga negara. Dibutuhkan tindakan berani dan drastis alias revolusioner. Tetapi kalaupun sulit, bisa dimulai secara bertahap.. ***

Thursday, March 17, 2022

PERPANJANGAN MASA JABATAN PRESIDEN, PERLUKAH ?

     Akhir-akhir ini ramai diperbincangkan mengenai perpanjangan masa bakti Presiden.  Cara yang disebut-sebut, pertama melalui penundaan pemilihan umum dan kedua melalui amandemen Undang-Undang Dasar ( Konstituasi).

Kalau ditela’ah, masalah perubahan mas a bakti Presiden diatur dalam pasal 7 UUD 1945 hasil amendemen terakhir. Pasal itu menyatakan, Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Sedangkan mengenai tujuan pemilihan umum menurut pasal 22 E UUD 1945 ini, hanyalah untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden dan DPRD. Tak ada sama sekali menyinggung soal masa bakti lembaga-lembaga negara.

Dengan demikian pendapat untuk memperpanjang masa bakti presiden melalui penundaan Pemilu, menurut penulis, hanya akal-akalan. Tidak konstitusional. Yang masuk akal dan konstitusional adalah dengan mengubah ketentuan masa jabatan pada pasal 7 UUD 1945 tersebut. Dari memungkinkan dua kali masa jabatan menjadi lebih dari dua kali masa jabatan melalui amandemen. Misalnya menjadi tiga kali masa jabatan.

Sesuai pasal 3 UUD 1945 hasil amandemen terakhir, yang berwenang melakukan perubahan dan menetapkan Undang-undang Dasar adalah MPR. Pasal 2 menyatakan, MPR terdiri dari anggota-anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilihan umum. Bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di Ibukota Negara – dan segala keputusannya ditetapkan dengan suara terbanyak.

Namun proses usulan perubahan dimaksud tidaklah mudah. Urusannya berliku-liku dan membutuhkan waktu yang tak sedikit. Pertama, perlu mencermati kembali pasal-pasal UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR,DPR dan DPRD yang menjabarkan lebih rinci operasionalisasi lembaga-lembaga negara tesebut. Pimpinan MPR harus menyusun rencana, lalu pelakasanaannya dibantu oleh sebuah Panitia ad hoc. Panitia ad hoc menyiapkan bahan-bahan persidangan dan menyusun rancangan putusan MPR.

Yang mungkin dapat membuat persidangan berkepanjangan atau bertele-tele adalah berkembang dan melebarnya usulan materi perubahan. Bukan saja terbatas pada perubahan masa jabatan Presiden, tetapi juga dapat bertambah dengan usulan-usulan menyangkut berbagai hal yang lagi aktual saat ini. Karena pimpinan MPR tak dapat membatasi hak bersuara setiap anggota.

Maka untuk menempuh proses ini, mesti dipertimbangkan saat akhir masa jabatan Presiden sekarang ini. Jangan sampai sidang MPR belum mencapai keputusan, masa jabatan Presiden sudah berakhir – yang berarti akan ada kevacuman pimpinan pemerintahan. Kecuali kalau MPR sepakat untuk menetapkan keputusan tersendiri. Dan jangan lupa, sidang MPR harus dilaksanakan di Ibukota negara. Sedangkan Ibukota baru RI (IKN) di Kalimantan kini baru mau mulai dibangun, meskipun secara formal sudah dikukuhkan dengan undang-undang.

Bagi penulis, diperpanjangnya atau tidak masa bakti Presiden tidak masalah – asalkan konstitusional. Tidak sependapat dengan adanya pendapat yang mengatakan, kalau Presiden sekarang setuju diperpanjang masa jabatannya sebagai pengkhianatan. Presiden/Wakil Presiden dalam sumpa/janji mereka – mereka tak menyatakan akan menjabat selama lima atau sepuluh tahun. Sumpah mereka adalah akan taat pada konstitusi. Kalau konstitusi baru mengamanatkan tiga kali masa jabatan, ya tiga kali masa jabatan. Bukan taat pada konstitusi lama yang tak berlaku lagi.

          Yang penting adalah urgensi dari perubahan konstitusi tersebut. Kalau memang dianggap sangat urgen, maka tak salah kalau konstitusi diubah. Ukurannya adalah kepentingan rakyat dan bangsa. Rakyat lebih utama dari konstitusi. Rakyat bukan untuk konstitusi, tapi konstitusi untuk rakyat. Jangan dibalik.

Jadi, kalau memang kepeminpinan Jokowi masih benar-benar dibutuhkan untuk kepentingan rakyat dan bangsa ke depan - maka biarlah rakyat yang menentukan. Memang kepemimpinan Jokowi hingga saat ini dianggap relatif tetap bagus. Dan masih banyak program-programnya yang perlu dituntaskan, semisal IKN. Dan bila diganti dalam waktu dekat, maka tak ada jaminan apakah semua program itu akan dituntaskan. Dan apakah kepemimpinannya akan sebaik atau lebih baik dari  Presiden Jokowi.***


Thursday, March 3, 2022

Apa yang dicari Rusia : RAKYAT UKRAINA DIBOMBANDIR RUDAL

Setiap mengikuti jalannya pertempuran hebat antara Ukraina dan militer Rusia yang kini sudah berlangsung seminggu , penulis selalu teringat dan membayangkan peristiwa heroik perlawanan rakyat  Surabaya tanggal 10 Nopember 1945. Ketika itu pasukan sekutu memborbardir kota Surabaya dari laut dan udara. Dengan persenjataan bambu runcing dan senjata seadanya hasil rampasan dari  balatentara Jepang yang sudah menyerah, mereka melakukan perlawanan. Tak terhitung jumlah korban yang jatuh.

Sekarang, Rusia tak segan-segan menghujani kota-kota Ukraina dengan berbagai rudal canggih jarak jauh. Menghujam bukan saja obyek-obyek dan markas-markas militer, tetapi juga pemukiman rakyat sipil seperti rumah susun, perkantoran, pembangkit listrik dan sarana umum lainnya. Tetapi dalam situasi persenjataan tak seimbang dengan pihak agresor, dan itupun sudah banyak dihancurkan, militer Ukraina di bawah Presidennya Zelensky bersama rakyatnya, nampaknya tetap maju tak gentar melakukan perlawanan. Berbeda ketika 20 Agustus 1968 Uni Sovyet menyerbu Cekoslowakia. Ketika itu Rusia yang memimpin Pakta Warsawa memasuki Praha ibukota Cekoslowakia dengan ratusan pasukan mobil lapis baja didukung antara 175 – 500 ribu personil militer.

Perdana Menteri Alexander Dubcek dan Presiden Ludwig Svoboda memerintahkan militernya tak mengadakan perlawanan karena percuma dan hanya akan menimbulkan banyak korban. Alexander Dubcek yang juga saat itu merangkap  Sekretaris Jendral Partai Komunis di negaranya sedang mengkampanyekan reformasi ekonomi dan sosial yang  dikenal dengan “Musim Semi Praha”. Ia kampanyekan sistem ekonomi pasar untuk menggantikan ekonomi terpusat dan melonggarkan kebebasan pers. Ia mendapat dukungan rakyat tetapi pemerintah Kremlin tak menyetujui.

Meski pemerintah dan militer Cekoslowakia tak mengadakan perlawanan, tetapi rakyat  tidak setuju dan melancarkan demonstrasi besar-besaran. Mereka ditindas dengan keras sehingga menimbulkan korban 208 tewas dan 500 lainnya terluka.

Ada persamaan dan perbedaan dengan ketika Rusia menyerbu Ukraina sekarang. Persamaannya, kalau dulu Uni Sovyet  menunjukkan keangkuhan kepada negara-negara kecil yang akan dicaploknya dengan keunggulan tank-tank bajanya. Sekarang mau menakut-nakuti dengan rudal-rudal balistik dan senjata nuklirnya. Kalau dulu Uni Sovyet menyerbu Cekoslowakia dengan dalih mau menolong elemen-elemen pro Rusia di negeri itu, sekarang dengan dalih mau menolong kaum separatis  di dua wilayah Ukraina sesudah Rusia terlebih dahulu mengakui keduanya  sebagai negara merdeka. Persamaannya yang lain adalah dua-duanya karena timbulnya rasa takut Rusia akan pengaruh NATO. Dulu, pakta pertahanan negara-negara Atlantik utara ini merupakan saingan Pakta Warsawa selama perang dingin. Sekarang, Rusia takut  dengan keinginan Ukraina untuk menjadi anggota NATO. Khawatir kalau NATO membangun pangkalan peluru kendali dan nuklir disitu yang dapat mengancam langsung wilayah Rusia. Padahal negara-negara Nato yang dipimpin Amerika Serikat itu  belum memenuhi keinginan Ukraina itu. Moskow sendiri menginginkan Ukraina tetap menjadi negara netral atau pro Rusia.

Sedangkan perbedaan penyerbuan Rusia dahulu dengan yang sekarang, adalah reaksi dari pemerintah, militer dan rakyat Ukraina serta negara-negara simpatisan. Semuanya kompak melakukan perlawanan. Putin, Presiden Rusia mengira akan dapat menundukan Ukraina dalam perang kilatnya selama empat hari. Ternyata gagal total. Pemerintah, militer dan rakyat Ukraina tidak lagi takut digertak. Mungkin ia lupa kalau rakyat Ukraina selama ini sudah mengalami enaknya hidup sebagai negara demokrasi dan kadung dengan kebebasan. Dan pemimpin mereka yang sekarang, Presiden Volodymyr Zelensky, seorang bekas komedian yang sangat populer dan disenangi rakyat. Terbukti pada pemilu lalu ia keluar sebagai pemenang, mengalahkan petahana sebelumnya yang pro Mokwa.

Begitu kuatnya dukungan rakyat kepada pemimpin pilihan mereka yang dipilih secara demokratis itu, segenap rakyat dengan bersemangat menyambut setiap seruan Presiden Zelensky agar bersatu mempertahanankan negeri. Setiap orang yang mau berperang dilatih menembak dan dibagi-bagi senjata dengan cukup hanya memperlihatkan KTP. Para perempuan ramai-ramai merakit bom molotov dan mempersiapkan makanan dan minuman buat ribuan prajurit dadakan itu. Seorang miss dunia, berpose dengan menyandang senjata otomatis. Demikian pula para atlit terkenal dan profesional ramai-ramai mendaftar, menerima senjata dan berlatih menembak.

. Saat iring-iringan tank penyerbu memasasuki jalan-jalan kota, mereka akan menghujaninya dengan bom-bom molotov bensin dan tembakan. Rudal-rudal panggul akan menghantam setiap pesawat atau helikopter yang melintas. Ini sudah terjadi sehingga sejumlah tank hangus dilalap api dan lainnya ditinggalkan penghuninya guna  menyelematkan diri. Di suatu tayangan televisi, seorang perempuan nampak mendemonstrasikan kebolehannya mengemudikan tank Rusia yang telah ditinggalkan.

Maka tidaklah heran, jika laju tentara merah yang bersenjata serba canggih itu tertahan, bahkan ada yang berhasil dipukul mundur. Sementara itu beberapa negara yang bersimpati, secara terbuka atau diam-diam telah memasok senjata-senjata anti tank dan anti pesawat kepada militer dan rakyat Ukraina. Karena itu jalannya perang ini diprediksi akan berjalan lama.

Kalaupun akhirnya pemerintah dan militer Ukraina dapat dikalahkan lalu Rusia membentuk pemerintahan boneka, itupun tak akan berlangsung lama dan sia-sia. Perlawanan rakyat akan terus terjadi. Mereka sudah marah dengan tembakan-tembakan rudal jarak jauh dan brutal menghancurkan kota-kota dan membunuh banyak orang itu. Tekanan-tekanan internasional, baik politik maupun ekonomi, pada akhirnya akan memaksa Rusia harus angkat kaki dari Ukraina dan menempuh jalan damai. Apalagi, terakhir dikabarkan, banyak orang-orang asing seperti dari Inggeris ikut  menjadi relawan, mempersenjatai diri dan mendaftar untuk ikut bertempur bersama pasukan Ukraina. Pemerintah Ukraina mengijinkan lalu mefasilitasi mereka dengan membentuk pasukan Legiun Asing.

Namun Ukraina pun perlu memahami akan kekhawatiran Rusia. Mereka sebaiknya secara sadar dan sukarela menerima status sebagai negara nonblok seperti diharapkan Rusia. Tidak menjadi anggota pakta pertahanan NATO ataupun blok Rusia dengan diikat  perjanjian internasional. Sebagai imbangannya, keutuhan wilayah negaranya harus dijamin. Dan dalam dalam urusan-urusan politik, ekonomi dan masalah non militer lainnya tak boleh diintervensi. Ukraina mesti menyadari bahwa sengketanya dengan Rusia bukan saja berdampak untuk kedua negara tetapi juga akan sangat berpengaruh pada ekonomi global.

Pelajaran apa yang dapat ditarik dari perang Ukraina-Rusia ini ? Persenjataan canggih ternyata tidak selamanya dapat menjamin langgengnya penguasaan atas wilayah lain yang diduduki. Dan kebijakan Sistem Pertahanan Rakyat Semesta yang mengandalkan kekuatan rakyat seperti yang selama ini dianut Indonesia dan bukan pasa alusista canggih semata , terbukti tetap relevan.***

 



Contact Form

Name

Email *

Message *