Monday, April 17, 2017

BILA ISIS MENGUASAI INDONESIA


   Bukan menakut-nakuti tapi sebagai peringatan untuk tetap waspada dan selalu berusaha menangkalnya. Sebab kalau ISIS benar-benar berhasil menguasai Indonesia, dan hal ini diharapkan tidak terjadi, maka yang akan terjadi tidaklah akan jauh dari apa yang diperkirakan sebagai berikut ini :
  1. Akan terjadi penangkapan besar-besaran dan pelenyapan tokoh-tokoh agama, politisi dan pimpinan-pimpinan aparat keamanan yang selama ini tidak sehaluan dan menentang ISIS.
  2.  Bangunan-bangunan, patung-patung dan benda-benda lain peninggalan sejarah seperti candi-candi, monumen, akan diledakan dan dihancurluluhkan seperti yang terjadi Afganistan, Irak  dan Suria.
  3. Gereja-gereja, Vihara dan Kelenteng bahkan mesjid dari umat Islam yang tak sealiran akan dihancurkan.
  4. Indonesia akan terpecah-belah seperti jaman penjajahan dan masa Repubik Indonesia Serikat dahulu. Papua, Bali, Pasundan, Aceh, Bangka-Belitung dan lain-lain akan memisahkan diri. Kerajaan dan Kesultanan-kesultanan yang dahulu ada, mungkin akan dihidupkan kembali. Seperti Kerajaan Mataram, Kerajaan Goa, Bone, Ternate, Tidore dan lain-lainnya.
  5. Di antara negara-negara kecil yang memisahkan itu akan terjadi sengketa-sengketa bahkan peperangan menyangkut tapal batas dan zona ekonomi masing-masing.
  6. Di internal negara-negara kecil itu akan terjadi perpecahan antara kelompok-kelompok rakyatnya karena perbedaan agama, haluan politik, sosial dan ekonomi.
  7. Negara-negara kecil yang sumber ekonominya terbatas atau kekuatan militernya lemah akan meminta bantuan atau bekerjasama dengan negara-negara asing, sehingga secara politik dan militer dikendalikan pihak asing. Bahkan mungkin ada yang menawarkan Pangkalan Militer !
  8. kecuali Bali dan negara-negara kecil yang mempunyai obyek wisata kelas dunia,Negara-negara kecil itu, akan jarang terdengar namanya di forum internasional karena tak masuk hitungan.
  9. Akan terjadi krisis sosial sosial di tiap-tiap negara kecil karena terbatasnya sumber-sumber ekonomi dan lapangan kerja serta seringnya terjadi bencana alam.
  10.  Akan banyak terjadi pelanggaran hukum, ketidak-adilan dan pelanggaran Hak-hak Azasi Manusia oleh penguasa-penguasa lokal yang otoriter dan kelompok-kelompok mayoritas. Kebebasan beribadah akan sangat dibatasi.
  11.  Akan terjadi perusakan lingkungan yang amat sangat dan tak terkendali akibat eksploitasi bumi, air dan laut untuk mendapatkan “pendapatan asli negara”.
  12.  Dapat terjadi diskriminasi  yang berkaitan dengan etnis, suku dan agama sehingga terjadi eksodus atau pengungsian besar-besaran keluar akibat teror dan intimidasi oleh penguasa atau kelompok dominan.
     

 

Saturday, April 15, 2017

MA YANG TAK BERPERILAKU AGUNG


Kejadian yang memalukan itu  terjadi tanggal 3 April 2017 di lingkungan Dewan Perwakilan Daerah RI (DPD-RI). Dorong-dorongan, caci-mencaci. Sampai ada yang terjatuh dan menderita luka. Aneh bisa terjadi antara orang-orang  yang mestinya memperlihatkan perilaku terhormat dan patut diteladani. Karena mereka adalah orang-orang pilihan yang dianggap terbaik oleh rakyat daerahnya.
Entah apa maunya, DPD membuat aturan tata-tertib yang tidak selaras dengan konstitusi  bahwa Pengurus  selalu berganti setiap lima tahun, seirama dengan  siklus Pemilu. Mereka  membuat aturan tata-tertib sendiri. Aturan yang lazimnya  masa bakti  pimpinan selama lima tahun diubah  menjadi dua setengah tahun. Mungkinkan  agar fasilitas yang menggiurkan disana dapat dinikmati secara bergilir ?
Karena  aneh, maka  tak heran kalau ada yang  mengadukan peraturan tata-tertib bermasalah itu ke Mahkamah Agung (MA). Mahkamah Agung ternyata sependapat dengan pengadu, tata tertib itu  tidak benar. Karena itu mereka cabut.
 Tapi sayang, lembaga terhormat itupun ikut berbuat fatal. Ada salah ketik. Akibatnya  terjadi perbedaan penafsiran sehingga membuat perpecahan di DPD semakin tajam. Seharusnya Dewan Perwakiran Daerah (DPD)  terketik  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).  Obyek yang dipersoalkan “peraturan tata tertib” terketik “undang-undang”.
Fatal. Karena  satu kelompok menganggap Keputusan MA itu salah alamat dan cacat secara hukum sehingga tidak berlaku. Tetapi  pihak lainnya menganggap kesalahan itu hanya masalah administrasi yang tidak mengubah isi pokoknya. Meski MA kemudian memperbaiki kekeliruan itu,  tetapi  kelompok pertama tidak menggubrisnya lagi dan terus saja melakukan sidang pemilihan pengurus baru berdasarkan  peraturan Tata tertib yang dicabut MA.
Seharusnya DPD tidak perlu melakukannya dan membiarkan saja Pengurus lama  tetap bertugas  sampai genap masa bakti mereka  lima tahun sesuai surat pelantikannya. Untuk jabatan kosong yang ditinggal penjabatnya karena kasus hukum, dapat dipilih untuk mengisi sisa masa bakti penjabat sebelumnya sampai selesai.
 
Masalahnya menjadi makin ruwet ketika tanpa terduga, Mahkamah Agung yang memerintahkan pencabutan Tata Tertib MA yang bermasalah itu, nyatanya muncul  dan melantik pengurus yang dibentuk berdasarkan tata-tertib yang dicabutnya.  Pihak Mahkamah Agung berdalih, mereka hadir bukan melantik tetapi hanya memandu pengambilan sumpa. Apapun namanya, melantik atau memandu, perbuatan mereka itu telah melegalkan dan mengakui kepengurusan yang  berdasarkan  aturan yang tidak berlaku lagi.
 Mahkamah Agung seakan menutup  mata atau pura-pura tidak tahu pelanggaran yang terjadi dalam proses pembentukan pengurus baru itu. Berarti MA melegalkan yang melanggar hukum, Lebih anehnya lagi, MA melegalkan perbuatan yang melanggar keputusan yang dibuat sendiri.
Adalah patut dicurigai, sesungguhnya apa yang terjadi dalam pertemuan di salah satu ruang tertutup di kantor MA antara  oknum  pejabat  MA  dan beberapa orang dari  kepengurusan DPD yang disebut-sebut ilegal itu.
Sangat menyedihkan dan memalukan. Mahkamah Agung yang seharusnya diharapkan sebagai lembaga peradilan tertinggi yang menjadi panutan dan memberi putusan terakhir dalam penegakan keadilan, malah memberi  contoh yang buruk. Hal ini akan memberi pengaruh buruk pula pada lembaga-lembaga peradilan di bawahnya. Mahkamah Agung saja begitu.
 
Kembali soal salah ketik. Kalau terjadi di kantor Desa atau Kelurahan, mungkin dapat dimaklumi. Apakah di MA tidak dilakukan taklik, atau tidakkah ada korektor seperti umumnya ada di perusahaan media cetak ? Atau Keputusan itu hanya dibuat, diketik dan ditandatangani sendiri oleh satu orang, sehingga tak ada seorangpun yang dapat menemukan kekeliruan itu ? Sungguh menyedihkan dan memalukan, ini terjadi di lembaga tinggi negeri kita Republik Indonesia yang kita cintai ini !
 Blunder salah ketik dokumen negara juga pernah terjadi di lembaga tinggi Kepresidenan. Tetapi di sana cepat diambil tindakan  tegas. Pejabat yang bertanggung jawab terus dicopot.  Tapi dari  MA, belum terdengar berita pertanggungjawaban moral mereka kepada rakyat.
Dalam kasus ini peran Komisi Yudisial diharapkan keberanian dan kemampuannya untuk dapat kembali memulihkan kepercayaan masayarakat kepada lembaga pengadilan. Dapatkah mereka seperti KPK yang berani dan tak gentar dalam menghadapi para mafia koruptor ? ***
 

 

PENGADILAN AHOK, PILKADA DAN PASKAH


Sementara  segala macam proses Pemilihan calon Gubernur DKI  Jakarta tanggal  19 April  2017 berjalan, sidang-sidang pengadilan   Ahok yang didakwa  melakukan penistaan agama telah banyak  menarik perhatian. Tidak saja dari warga DKI Jakarta, tetapi juga secara nasional bahkan internasional.
Tidak mengherankan, karena  kota Jakarta adalah Ibukota Negara yang sering kali menjadi contoh bagi  Daerah-Daerah Propinsi lainnya, Pusat Pemerintahan dan pusat segala macam kegiatan ekonomi, politik dan sebagainya.
Ahok adalah pejabat petahana yang ikut  kembali sebagai calon untuk memperebutkan kursi DKI-1.  Pencalonannya makin menjadi sorotan karena dia  dituduh melakukan penistaan Kitab Suci agama Islam sedangkan dia bukan seorang Muslim. Meskipun yang bersangkutan membantah dan didukung oleh banyak  tokoh dari berbagai keahlian, tetapi  tetap saja tuduhan penistaan agama itu disuarakan meski akhir-akhir ini agak mereda.
Banyak komentator berpendapat kasus ini telah dipolitisasi  oleh untuk menguntungkan calon gubernur penantang ( Anies-Sandi) meskipun hal  itu dibantah. Demikian pula kecurigaan akan adanya upaya-upaya sekelompok orang untuk menggulingkan pemerintahan pusat yang sah.
Sementara proses pengadilan dan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) DKI berlangsung, tiba pula masa, ketika umat Kristiani memperingati  hari-hari  Kesengsaraan Yesus Kristus, yaitu Jumat Agung hari Jumat tanggal 14 Aprl  2017 . Kemudian berlanjut dengan Perayaan Paskah hari Minggu tanggal  16 April  2017.
Peringatan Jumat Agung dan Paskah adalah peringatan akan saat-saat ketika Allah menggenapi janjiNya untuk menyelamatkan umat manusia dari ganjaran hukuman api  naraka akibat dosa mereka melalui penebusan korban Yesus Kristus. Ini sesuai dengan yang telah dinubuatkan para nabi ribuan tahun lalu ( Yesaya 53 : 1-10) .
Penebusan itu diawali dengan Perjamuan Kudus, yaitu memperingati ketika Yesus makan malam terakhir   bersama kedua belas murid-muridNya. Pada kesempatan itu Ia memberitahukan simbol  roti yang dipecah-pecahkan yang mereka akan makan  sebagai tubuhNya yang akan dicabik-cabik. Cawan anggur yang akan mereka minum sebagai simbol darah penebusan yang akan dicurahkan  sebentar nanti.
Ia minta supaya setiap kali mereka makan roti dan minum anggur mereka buat sebagai suatu tanda peringatan akan kematianNya. Dan itu memang terjadi hanya berselang beberapa jam kemudian.
Umat Kristiani memandang itu sebagai perintah.  Itulah sebabnya  maka setiap tahun umat Kristiani merayakannya dan sekaligus berlanjut dengan perayaan Paskah, yaitu memperingati hari kebangkitanNya dari  dalam kubur pada hari ketiga sesudah kematianNya.
Sesudah “Last Super” atau makan malam terakhir itu,  Yesus Kristus dan para murid langsung pergi bermalam di Taman Getsemani. Pada malam itu juga  Yesus ditangkap. Ia ditangkap sesaat setelah menjalani pergumulan berat dalam doa agar diberi kekuatan oleh Bapa di surga  pada waktu menjalani penganiaan sampai mati yang diketahuiNya akan segera terjadi.
Ia kemudian digiring menghadap Kayapas, Imam Besar Yahudi di Yerusalem. Segeralah dipanggil sidang darurat Majelis Mahkamah Agama Sanhedrin untuk mengadili Yesus.
Pengadilan tidak adil karena anggota-anggota Sadhedrin yang pro Yesus seperti guru agama Yahudi Nikodemus tidak diundang. Demikian juga banyak dihadirkan saksi-saksi palsu untuk memberatkan Yesus.
Yesus dituduh “menistakan agama” Yahudi, karena  Yesus menyebut-nyebut diriNya  “Anak Allah” serta akan meruntuhkan Bait Allah yang suci lalu akan membangunnya kembali dalam tempo tiga hari. Kata-kata diatas memang benar pernah diucapkan  Yesus, tetapi dalam pengertian rohani. Tetapi Imam Besar dan Sanhedrin mengartikannya secara harfiah, sehingga mereka tetap bersikukuh untuk menjatuhiNya dengan hukuman mati.
 Israel  waktu itu dalam penguasaan Romawi. Kewenangan menjatuhkan hukuman mati hanya berada di tangan Pontius Pilatus  Gubernur Romawi di Yerusalem. Maka Yesus pun digiring menghadap Pilatus untuk  untuk menguatkan dan melegalkan keputusan mereka.
Pilatus menanyai Yesus beberapa saat, tetapi segeralah ia menyadari orang itu tidak bersalah secara hukum. Ia berupaya melepaskan Yesus bahkan melepaskan dirinya sendiri dari kemelut itu. Ia melempar bola dengan  mengirimkan Yesus  ke raja Herodes seteru politiknya, yang kebetulan sedang berada di Yerusalem. Tapi Herodes pun tidak mampu menyelesaikannya lalu mengembalikan lagi Yesus kepada Pilatus.
Isteri Pilatus yang terganggu oleh mimpi-mimpi buruk malam itu akibat penganiayaan Yesus, ikut berupaya mendesak suaminya untuk membebaskan Yesus karena tidak bersalah.
Lalu Pilatus menawarkan   kepada massa untuk memilih pembebasan satu dari dua tahanan sebagai hadiah pada hari raya Paskah Yahudi saat itu. Yesus atau Barabas, seorang tokoh pemberontak terhadap kekuasaan Romawi.
Pilatus berharap pemimpin-pemimpin Yahudi dan massa   akan memilih pembebasan Yesus daripada Barabas tokoh  pemberontak yang terlibat pembunuhan itu. Tapi nyatanya  massa makin brutal. Mereka tetap menuntut Yesus disalibkan dan memilih Barabas dibebaskan. Bahkan pemimpin-pemimpin mereka ulai menakut-nakuti Pilatus akan melaporkannya ke Kaisar di Roma karena mau membebaskan orang yang menyebut dirinya  “raja orang Yahudi”.
Merasa tak berdaya lagi, akhirnya  Pilatus mengalah. Ia mengabulkan tuntutan hukuman mati bagi Yesus. Namun sebelumnya itu, ia meminta sebaskom air. Di depan para tokoh Yahudi dan massa yang histeris ia mencuci tangannya dan menyatakan tidak bertanggungjawab atas penumpahan darah orang tak bersalah itu. Dan massa menjawab, biarlah itu menjadi tanggungjawab mereka dan keturunannya.
Selama proses yang berkepanjangan itu Yesus terus-menerus mengalami penganiayaan fisik dan mental yang sangat mengerikan. Dicambuk dengan rantai berkepala  potongan-potongan besi tajam, dipasangi paksa  mahkota duri, diludahi.  Mulai dari kaki tangan penguasa-penguasa Yahudi,  serdadu-serdadu Romawi maupun Herodes.
Sesudah makan malam terakhir itu, tak ada disebutkan dalam Injil, apakah selama penganiayaan itu ia pernah diberi makan atau minum ataupun  istrahat sampai akhirnya dipaksa memanggul salib ke bukit Golgota lalu disalib.
 
Pengadilan Yesus dan Ahok
           Aneh tapi nyata. Ada beberapa persamaan antara pengadilan Ahok dengan pengadilan Yesus. Sama-sama didakwa penistaan agama.  Sama-sama  banyak massa yang menuntut agar terhadap terdakwa dihukum berat. Sama-sama ada saksi-saksi yang diragukan kebenaran kesaksiannya alias kesaksian palsu.  Sama-sama ada perbedaan penafsiran atas materi dakaan.
Sama-sama ada tawaran dua pilihan yang berkaitan dengan Pilkada.  Memilih tokoh nomor  3  atau nomor 2 dimana Ahok termasuk.
Yang masih menjadi tanda tanya, adalah bagaimana keputusan Majelis Hakim. Apakah juga mereka cenderung menganggap terdakwa Ahok tidak bersalah dan mau membebaskannya ?  Bahwa banyak orang meminta untuk memutus bebas karena tidak bersalah seperti isteri Pontius Pilatus, sudah pasti. Ataukah nanti Majelis akan tunduk pada tuntutan massa demonstran, agar  dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman, nanti vonnis merekalah yang memastikan.
 
Libur panjang Paskah
Namun khusus untuk  warga Jakarta  atau mereka yang bekerja di Jakarta saat-saat Jumat Agung dan Paskah ini  dirasakan pula membawa berkah. Karena hari Jumat Agung adalah hari libur resmi dan di Jakarta hari Sabtu juga sebagai hari libur, maka kesempatan ini digunakan sebagai liburan panjang sampai hari Minggu. Bukan saja oleh umat Kristiani tetapi juga oleh masyarakat pada umumnya.  Mereka dapat berekreasi bersama keluarga ataupun mengunjungi sanak keluarga yang jauh. ***

Contact Form

Name

Email *

Message *