Saturday, April 15, 2017

MA YANG TAK BERPERILAKU AGUNG


Kejadian yang memalukan itu  terjadi tanggal 3 April 2017 di lingkungan Dewan Perwakilan Daerah RI (DPD-RI). Dorong-dorongan, caci-mencaci. Sampai ada yang terjatuh dan menderita luka. Aneh bisa terjadi antara orang-orang  yang mestinya memperlihatkan perilaku terhormat dan patut diteladani. Karena mereka adalah orang-orang pilihan yang dianggap terbaik oleh rakyat daerahnya.
Entah apa maunya, DPD membuat aturan tata-tertib yang tidak selaras dengan konstitusi  bahwa Pengurus  selalu berganti setiap lima tahun, seirama dengan  siklus Pemilu. Mereka  membuat aturan tata-tertib sendiri. Aturan yang lazimnya  masa bakti  pimpinan selama lima tahun diubah  menjadi dua setengah tahun. Mungkinkan  agar fasilitas yang menggiurkan disana dapat dinikmati secara bergilir ?
Karena  aneh, maka  tak heran kalau ada yang  mengadukan peraturan tata-tertib bermasalah itu ke Mahkamah Agung (MA). Mahkamah Agung ternyata sependapat dengan pengadu, tata tertib itu  tidak benar. Karena itu mereka cabut.
 Tapi sayang, lembaga terhormat itupun ikut berbuat fatal. Ada salah ketik. Akibatnya  terjadi perbedaan penafsiran sehingga membuat perpecahan di DPD semakin tajam. Seharusnya Dewan Perwakiran Daerah (DPD)  terketik  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).  Obyek yang dipersoalkan “peraturan tata tertib” terketik “undang-undang”.
Fatal. Karena  satu kelompok menganggap Keputusan MA itu salah alamat dan cacat secara hukum sehingga tidak berlaku. Tetapi  pihak lainnya menganggap kesalahan itu hanya masalah administrasi yang tidak mengubah isi pokoknya. Meski MA kemudian memperbaiki kekeliruan itu,  tetapi  kelompok pertama tidak menggubrisnya lagi dan terus saja melakukan sidang pemilihan pengurus baru berdasarkan  peraturan Tata tertib yang dicabut MA.
Seharusnya DPD tidak perlu melakukannya dan membiarkan saja Pengurus lama  tetap bertugas  sampai genap masa bakti mereka  lima tahun sesuai surat pelantikannya. Untuk jabatan kosong yang ditinggal penjabatnya karena kasus hukum, dapat dipilih untuk mengisi sisa masa bakti penjabat sebelumnya sampai selesai.
 
Masalahnya menjadi makin ruwet ketika tanpa terduga, Mahkamah Agung yang memerintahkan pencabutan Tata Tertib MA yang bermasalah itu, nyatanya muncul  dan melantik pengurus yang dibentuk berdasarkan tata-tertib yang dicabutnya.  Pihak Mahkamah Agung berdalih, mereka hadir bukan melantik tetapi hanya memandu pengambilan sumpa. Apapun namanya, melantik atau memandu, perbuatan mereka itu telah melegalkan dan mengakui kepengurusan yang  berdasarkan  aturan yang tidak berlaku lagi.
 Mahkamah Agung seakan menutup  mata atau pura-pura tidak tahu pelanggaran yang terjadi dalam proses pembentukan pengurus baru itu. Berarti MA melegalkan yang melanggar hukum, Lebih anehnya lagi, MA melegalkan perbuatan yang melanggar keputusan yang dibuat sendiri.
Adalah patut dicurigai, sesungguhnya apa yang terjadi dalam pertemuan di salah satu ruang tertutup di kantor MA antara  oknum  pejabat  MA  dan beberapa orang dari  kepengurusan DPD yang disebut-sebut ilegal itu.
Sangat menyedihkan dan memalukan. Mahkamah Agung yang seharusnya diharapkan sebagai lembaga peradilan tertinggi yang menjadi panutan dan memberi putusan terakhir dalam penegakan keadilan, malah memberi  contoh yang buruk. Hal ini akan memberi pengaruh buruk pula pada lembaga-lembaga peradilan di bawahnya. Mahkamah Agung saja begitu.
 
Kembali soal salah ketik. Kalau terjadi di kantor Desa atau Kelurahan, mungkin dapat dimaklumi. Apakah di MA tidak dilakukan taklik, atau tidakkah ada korektor seperti umumnya ada di perusahaan media cetak ? Atau Keputusan itu hanya dibuat, diketik dan ditandatangani sendiri oleh satu orang, sehingga tak ada seorangpun yang dapat menemukan kekeliruan itu ? Sungguh menyedihkan dan memalukan, ini terjadi di lembaga tinggi negeri kita Republik Indonesia yang kita cintai ini !
 Blunder salah ketik dokumen negara juga pernah terjadi di lembaga tinggi Kepresidenan. Tetapi di sana cepat diambil tindakan  tegas. Pejabat yang bertanggung jawab terus dicopot.  Tapi dari  MA, belum terdengar berita pertanggungjawaban moral mereka kepada rakyat.
Dalam kasus ini peran Komisi Yudisial diharapkan keberanian dan kemampuannya untuk dapat kembali memulihkan kepercayaan masayarakat kepada lembaga pengadilan. Dapatkah mereka seperti KPK yang berani dan tak gentar dalam menghadapi para mafia koruptor ? ***
 

 

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *