Sunday, June 28, 2020

Tertarik Menjadi Jurnalis ? (❷)

Mitra Kerja Wartawan
Sebagai sebuah lapangan kerja atau profesi, wartawan wajar mendapatkan penghasilan yang pantas. Besarnya penghasilan tergantung dari status dari wartawan itu di lingkungan mitra-mitra kerjanya serta aktivitas atau prestasi kerjanya. Profesi wartawan tidak bisa bekerja sendiri. Harus terkait dengan perusahaan-perusahaan pers seperti suratkabar, majalah, Radio Siaran, Televisi dan akhir-akhir ini juga media internet. Seorang wartawan bisa menjadi bagian langsung dari Perusahaan Pers, yaitu menjadi karyawan tetap yang digaji tetap disertai tambahan tunjangan-tunjangan penghasilan lainnya sesuai perjanjian kerja. Selain menjadi karyawan tetap, ada pula wartawan yang dikenal dengan “wartawan lepas” atau “freelance”. Mereka adalah wartawan yang melakukan pekerjaan jurnalistik tetapi tidak menjadi karyawan perusahaan media tertentu. Tetapi ia tetap mempunyai perjanjian kejasama atau kesepakatan dengan sebuah perusahaan media atau lebih mengenai honorarium ataupun fasilitas-fasilitas lainnya. Fasilitas itu bisa berupa pemberian Kartu Pers yang merupakan kartu identitas yang dapat memberikan kemudahan kepada si wartawan dalam melakukan kerja jurnalistiknya. Dalam melakukan profesinya, seorang wartawan juga perlu menjalin hubungan dengan pengurus organisasi-organisasi prefesi yang berkaitan dengan bidang peliputannya sehari-hari. Misalnya, wartawan Olah Raga perlu menjalin hubungan dengan KONI, PSSI, PBSI, PABSI, PRSIJA, PERSIB dll. Disamping juga Kementerian Olah Raga, Dinas Ola Raga dan lain-lainnya. Hal ini penting, karena pada umumnya mereka kelak menjadi nara sumber utama untuk berita-berita olah raga. Dari segi teknis, wartawan juga harus memahami mengenai prosedur teknis dalam proses penyusunan berita sampai siap untuk dipublikasikan. Dalam berita media cetak misalnya, sudah ditentukan jenis dan besar huruf yang harus digunakan, format dan panjang maksimum naskah. Sedang dalam siaran radio atau televisi, misalnya durasi atau lama waktu yang ditentukan. Selain itu juga deadlime atau batas akhir waktu penyerahan naskah. Batas waktu ini penting, karena juga menyangkut jadwal waktu pencetakan, dan juga jadwal waktu pengiriman pada perusahaan-perusahaan pengiriman atau ekspedisi. Seperti pesawat, kereta api dstnya. Urusan ini umumnya dilakukan oleh Dewan Redaksi dan Staf Redaksi pada perusahaan media. Mereka perlu membaca kembali naskah yang masuk, meneliti apakah isinya tak ada yang bertentangan dengan politik redaksional mereka, terutama yang dari para penulis baru. Bahkan terkadang mereka juga merasa perlu untuk mengedit kembali agar bahasanya enak dibaca. Untuk ini si wartawan perlu terus menjaga komunikasi yang baik dengan Redaksi supaya semuanya bisa berjalan dengan lancar. Komunikasi ini juga menjadi lebih penting lagi, terutama bagi wartawan lepas. Si wartawan harus tahu berita-berita atau tuliaan-tulisan mengenai apa yang paling disukai atau diberi proritas oleh pihak Redaksi. Satu hal yang harus selalu dihindari wartawan, adalah tidak melakukan kesalahan dalam peliputan. Sedapat-dapatnya diusahakan agar redaksi media yang memuat beritanya tidak terpaksa harus meralat beritanya karena kesalahannya. Untuk itu sebaiknya watawan senantiasa merekam wawancaranya sehingga bila ada sanggahan dapat diputar kembali untuk mengetahui kebenaranya. Sebab bila naskah-naskah beritanya tidak dimuat, ini merupakan sebuah kesia-siaan dan kerugian baginya. Sebaliknya bila banyak dimuat serta dengan tarif yang baik maka akan sangat menguntungkannya. Perlu diingat bahwa ruang atau waktu yang tersedia umumnya sangat terbatas. Banyak naskah yang harus dipertimbangkan untuk dimuat sehingga perlu diseleksi dan dilakukan pemberian prioritas pada berita yang terbaik. Bila hubungan kerjasama baik, seorang wartawan lepas seringkali tidak perlu mencari-cari sumber berita sendiri. Karena malahan pihak medialah yang memberikan order kepadanya untuk meliput suatu acara atau suatu peristiwa yang tak dapat diliput wartawannya sendiri. Untuk itu kepada si wartawan lepas, ada media meski tidak semua, yang memberikan Kartu Pers khusus kepada si wartawan lepas sebagai legalitas dapat mewakili mereka. Itu biasanya berlaku kepada wartawan lepas yang menjadi kontributor hanya untuk satu media saja. Bagi wartawan lepas yang menjadi kontributor untuk lebih dari satu media, dapat membuat Kartu Identitas (Id Card) sendiri sebagai wartawan Freelance dengan atau tanpa mencantumkan nama-nama media tempat dia bisa memasukan beritanya. Pencantuman nama-nama media itu tentunya setelah ada pengakuan dari media yang bersangkutan, baik secara tertulis ataupun defakto, yaitu bahwa berita-beritanya sudah sering diterima dan dimuat pada media tersebut. ***

Friday, June 26, 2020

Tertarik Menjadi Jurnalis ? ( ❶ )

PENGANTAR : MENGENAL PROFESI WARTAWAN
Secara umum biasa dikatakan wartawan atau yang biasa juga disebut reporter atau jurnalist, adalah orang-orang yang profesinya mencari berita tentang suatu peristiwa kemudian menyampaikannya kepada orang lain atau sekelompok orang lain melalui media massa. Mengapa profesi ini bisa berkembang pesat, tidak lain didorong naluri manusia yang selalu ingin tahu tentang banyak hal. Khususnya mengenai peristiwa yang baru terjadi, atapun mengenai sesuatu yang baru atau ingin diketahuinya. Misalnya berita mengenai daerah wisata yang indah dan ramai dikunjungi. Peristiwa yang terjadi bisa bermacam-macam, seperti tempat kejadiannya, sifatnya, dan lembaga yang menanganinya. Karena itu maka profesi kewartawanan kemudian digolongkan pula menurut bidangnya dan mulai pula terjadi spesialisasi. Wartawan yang khsusus ditugaskan di bidang masalah-masalah ekonomi disebut “wartawan ekonomi”. Biasanya mereka meliput masalah-masalah ekonomi . Mereka biasanya berkumpul di kantor-kantor instansi Pemerintah yang mrnangani kebijakan peekonomian, organisasi bisnis, perbankan dll. Wartawan hukum, yang khusus ditugaskan meliput peristiwa hukum yang 1 menyangkut instans Kepolisian, Kajaksaan dan Pengadilan. Wartawan Olah raga yang meliput pertandingan-pertandingan Olah Raga, baik tingkat Nasional maupun internasional seperti Asian Games, Sea Games, Thomas Cup, Piala Dunia dll. Sedangkan wartawan istana, sekelompok wartawan yang biasa meliput acara-acara kenegaraan di Istana dan seterusnya. Dengan adanya spesialisasi ini, maka setiap wartawan dituntut harus memiliki pengetahuan yang lebih mendalam mengenai bidang tugasnya. Wartawan istana yang sewaktu-waktu perlu mewawancarai para diplomat asing perlu menguasai beberapa bahasa asing dan mengenal hukum internasional. Selain penggolongan menurut isi bobot liputannya, wartawan dapat pula digolongkan menurut jenis media tempatnya bekerja. Ada wartawan media cetak, yang hasil liputannya akan dimuat di suratkabar atau majalah. Wartawan radio yang menggunakan pemancar radio untuk menyampaikan secara audio beritanya kepada para pendengarnya. Dan ada pula wartawan televisi yang menyampaikan liputannya secara audio-visual melalui layar televisi kepada para pemirsanya. Tentu saja mereka semua sudah melengkapi diri dengan peralatan yang canggih serta ketrampilan menggunakannya. Selain itu profesi wartawan juga bisa digolongkan menurut perlengkapan yang digunakannya. Wartawan tulis atau pewawancara adalah wartawan yang cara kerjanya lebih banyak mengumpulan informasi kemudian mencatatnya dalam notes kerjanya atau merekamnya dengan alat perekam. Kalau pewawancara radio atau televisi bisa saja ia terus menyiarkan beritanya secra langsung. Jadi peralatan wartawan tulis berupa buku catatan, alat tulis atau alat perekam. Ada lagi kelompok wartawan yang tugasnya khusus mengambil foto atau gambar-gambar pada suatu kejadian atau wawancara. Biasanya wartawan foto ini menjadi pendamping dari wartawan pewawancara. Namun wartawan tulis ini seringkali pula bisa merangkap menjadi wartawan foto mengambil sendiri gambar-gambar yang dianggap bagus untuk mendukung beritanya atau hasil wawancaranya. Memang seorang wartawan dituntut pengetahuan dan ketrampilan yang cukup. Dia perlu trampil karena seringkali ada tokoh atau narasumber yang enggan, tak mau diwawancara. Untuk ini wartawan memerlukan teknik khusus yang pada akhirnya membuat si tokoh itu mau juga buka suara. Misalnya dengan meyakinkan diperlukan untuk memperjelas suatu masalah. Atau meluruskan suatu anggapan yang salah. 3 Sekali lagi, wartawan perlu pengetahuan yang luas. Sebab bagaimana mungkin seorang wartawan pengadilan misalnya, bisa meliputi berita-berita di sidang-sidang pengadilan bila tidak tahu peraturan perundang-undangan. Seperti KUHP, KUHAP, hukum perdata, kehakiman, kejaksaan dll. Demikian pula istiklah-istilah seperti tuntuan, pleidoi, replik, duplik dsbnya. Makanya seorang tokoh pers nasional H. A. Notosutardjo menulis, wartawan adalah sebagai insan sosial-politik. Bisa sebagai diplomat, sebagai Duta Besar, sebagai menteri, sebagai profesor, sebagai ulama, sebagai hakim, sebagai penggugat, sebagai dokter, sebagai kritikus bahkan sebagai lalat. Mengapa sebagai lalat ? Karena perilaku wartawan dalam upayanya mendapatkan berita yang bagus, sering kali nampak seperti lalat yang tak tahu aturan. Lalat tidak tahu sopan santun dan tak mau dibatasi dalam upaya mendapatkan makanannya. Mereka berani menghadapi tantangan untuk diusir atau dibinasakan. Mereka mengelak namun tidak mundur.***

Monday, June 22, 2020

BELUM PERNAH PERS SEBLUNDER BERJAMAAH SEPERTI INI

Ya, selama lebih setengah abad saya ikut bergelut di bidang pers, sejak jaman Orde Lama, Orde Baru dan sekarang Orde Reformasi, belum pernah kudengar pers berbuat blunder berjamaah seperti dalam kasus pemblokiran internet di persidangan PTUN beberapa hari lalu. Termasuk media besar yang menyebut diri “tepercaya dan independen”. Bahkan kusayangkan, termasuk juga TEMPO, bekas almamaterku yang selalu kubanggakan. Di depan Dewan Pers, ke 27 media pers ini mengaku salah dan meminta maaf. Tapi Dewan Pers yang kini menjadi pemegang otoritas menilai karya pers berdasarkan Undang-undang, tidak memberi sanksi apapun. Hanya memberikan hasil evaluasi dan lebih mirip-mirip sindiran. Dahulu, di zaman Orde Baru, Harian Sinar Harapan, salah satu dari dua koran terbesar saat itu, langsung dibreidel hanya karena memuat lebih dahulu RAPBN sehari sebelum Presiden membacakannya di sidang DPR ! Tak heran, kalau Ade Armado, dosen UI yang kritis itu membuat ulasan panjang mengenai kasus ini. Di hampir semua media tersebut, kalimat ‘PTUN memerintahkan Pemerintah/Jokowi meminta maaf’ termuat di judul berita," ucap Ade Armando. Apa pasal ?. Bagi saya yang lama menjadi jurnalist di bidang hukum, agak merasa geli. Bagaimana mungkin. Sepenggal bagian dari tuntutan jaksa di Pengadilan Tata Usaha Negara itu – yang menyangkut pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat Agustus 2019 ketika terjadi kerusuhan di sana, dipublikasikan ke rakyat Indonesia seolah-olah sebagai keputusan. Isinya, agar PTUN menghukum Presiden Joko Widodo meminta maaf kepada publik. Blunder. Padahal sesuai Surat PTUN ke Dewan Pers pada Jumat, 5 Juni 2020., bunyi keputusan PTUN lain samasekali. Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang dipimpin Hakim Ketua Nelvy Christin serta hakim anggota Baiq Yuliani dan Indah Mayasari, memutuskan Pemerintah Indonesia bersalah dalam kasus pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat pada Agustus 2019. Mengabulkan gugatan para Penggugat. Menyatakan tindakan-tindakan pemerintah yang dinyatakan oleh Tergugat I dan II adalah perbuatan melanggar hukum. Tak ada kalimat agar Presiden Jokowi meminta maaf secara terbuka kepada publik. Kecerobohan fatal. Padahal, undang-undang dan kode etik jurnalistik, sejak jaman baheula sudah mewanti-wanti agar selalu cek dan recek. Tapi aneh. Pada zaman alat komunikasi makin canggih saat ini, hal seperti ini masih juga terjadi. ***

Thursday, June 18, 2020

OKNUM POLISI KAMPUNGAN

Menyaksikan tayangan seorang oknum polisi di Polres Kepulauan Sula, Maluku Utara yang mengkriminalisasi Ismail Ahmad, seorang pengunggah humor Presiden RI ke 4 Gusdur di facebook telah menimbulkan reaksi negatif kepada intansi Kepolisian. Dalam suatu kesempatan , Abdurrahman Wahid yang juga mantan pimpinan tertiggi NU itu melempar guyonan bahwa pada masanya ada tiga polisi jujur. Yaitu patung polisi, polisi tidur dan Jenderal Polisi Hoegeng. Hal ini tentunya berkaitan dengan diprosesnya secara hukum beberapa perwira tinggi polisi beberapa waktu yang lalu. Tindakan oknum polisi ini memang sungguh berlebihan. Hanya mengunggah guyonan yang sudah bertahun-tahuh berlalu, sampai-sampai warga Kepulauan Sula ini harus dijemput paksa dari rumahnya. Diinterogasi di bagian reserse-kriminal, menunggu sampai malam dan dibuatkan proses-verbal. Maka pantaslah kalau oknum polisi ini berikut Kapolresnya diberi teguran dari pimpinan Polri. Entah mengapa Ismail Ahmad harus meminta maaf melalui konferensi pers. Seharusnya tak perlu meminta maaf, bahkan sebaliknya dia bisa mengadukan perlakuan itu ke Propam Polri. Kalau Gusdur memberikan penghormatan tinggi kepada sosok Hoegeng, mantan Panglima Angkatan Kepolisian (PANGAK) kemudian menjadi Kapori, memang wajar. Saat diangkat menjadi Pangdak Sumut dahulu, dia marah ketika seorang pengusaha mengirimkan sejumlah perabotan mahal ke rumah yang akan ditempatinya. Ia minta dikeluarkan. Begitu pula ketika diangkat menjadi PANGAK. Sebuah perusahaan importir mengirimkan sepeda motor terbaru kerumah untuk puteranya. Tapi lagi-lagi dia perintahkan untuk dikembalikan. Sebagai wartawan ketika itu, saya sering mengikuti kegiatan Kapolri di Mabes Polri. Seperti ketika bersama rekan-rekan wartawan lainnya naik Hercules menghadiri pelantikan para Capratar (Calon pajurit Taruna) ABRI di Magelang. Bahkan sekali saya sempat ke rumah dinasnya yang sederhana di Jalan Tambak dalam urusan naskah tulisannya berjudul “Godverdomen” yang akan dimuat di harian Kami. Hoegeng juga seorang seniman. Pada masanya siapa yang tak ingat Reog BKAK dengan Mang Dudung, Mang Diman dll. Semua pendukungnya anggota Polri yang humoris. Pak Hoegeng sendiri bersama isteri dan Mas Yos sering tampil di Radio Elshinta dan juga di TVRI dalam acara “The Hawaian Seniors”. Saat sulit dalam karier Hoegeng bermula ketika dia akan memproses secara hukum kasus penyelundupan mobil-mobil mewah oleh Robby Cahyadi. Ternyata penyelundup ini sengetahuan Presiden Soeharto. Ketika Hoegeng dipanggil ke Cendana, tempat kediaman Presiden, Robby Cahyadi ternyata sudah di sana. Permintaan agar kasus ini tidak diproses secara hukum ditolak Hoegeng. Bila dipaksakan, beliau akan memilih mundur sebagai Kapolri. Ia ditawarkan untuk menjadi dubes di Belgia, tapi Hoegeng memilih “lebih senang tetap di Indonesia bersama teman-teman”. Maka setelah dipensiun dini Hoegeng tetap aktif di Radio Elshinta dan di acara “The Hawaian Seniors” di TVRI. Tapi ketika ia ikut menandatangani Petisi 50 yang menyatakan keprihatinan terhadap kebijakan Presiden saat itu maka acara hiburan yang sering dinanti-nantikan banyak orang itupun dihentikan penguasa. Diantara tokoh penandatangan Petisi 50 ada mantan Gubernur KDKI Jakarta Ali Sadikin, Jend. Nasution, Mohamad Natsir, AM. Fatwa, Dra. SK Trimurti dll. Yang kurang diketahui umum dari sosok pribadi Hoegeng adalah jiwa sosial dan rasa belas kasihannya yang tinggi. Suatu hari, terjadi musibah kebakaran gerbong kereta api penumpang di Jakarta. Ada seorang anak perempuan bernama Uce yang sekujur tubuhnya mengalamui luka bakar yang parah. Terutama di bagian wajahnya. Diperlukan operasi besar untuk memulihkannya. Maka keluarga Hoegeng pun menyediakan diri untujk mengurusnya konon bahkan mengadopsinya sebagai anak angkat.***

Tuesday, June 2, 2020

CARUT MARUT BLT YANG TAK ADA HABIS-HABISNYA

Melalui media televisi telah berulang kali kita saksikan kericuhan dalam penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) dalam rangka membantu warga kaum miskin dalam kaitan dengan dampak virus corona saat ini. Umumnya kericuhan itu terjadi pada saat penyaluran di kantor-kantor Desa. Ada warga yang membanting kursi karena menemukan namanya telah dihapus tanpa sepengetahuannya bahkan ada kantor desa sampai dibakar. Sebenarnya Kementerian Desa dan PDTT telah mengeluarkan beberapa keputusan menteri yang mengatur penyaluran bantuan sosial seperti Permen No.6 Tahun 2020 tanggal 13 April 2020 tentang perubahan penggunaan Dana Desa. Tetapi nampaknya prosedurnya masih birokratis. Sebelumnya, prosedurnya harus melalui banyak tahap dan berjenjang seperti rapat-rapat, penyusunan tim, panitia, reviu,validitasi dll yang melibatkan banyak orang dan memakan waktu yang tak sedikit. Akibatnya sampainya bantuan kepada yang berhak memakan waktu lama. Padahal bantuan itu sifatnya darurat. Maka tak heran bila Presiden Jokowi menjadi tak sabar dan minta agar prosedur itu dipotong, dipersingkat. Namun itupun belum menyelesaikan masalah. Ada yang mencak-mencak karena jumlah uang yang diterima tidak sesuai dengan yang seharusnya. Dipotong entah untuk siapa dan untuk apa. Banyak yang protes karena ada orang-orang yang tergolong mampu mendapatkan bantuan. Bahkan lebih dari sekali. Tapi sebaliknya ada warga yang hidupnya susah tidak menerima. Keluhan semacam ini bukan mengada-ada. Karena sudah terjadi di beberapa tempat ada yang mengembalikan bantuan karena merasa tidak berhak menerima bantuan yang seharusnya menjadi hak orang susah. Ini sekaligus membuktikan kebenaran carut-marutnya data penerima bantuan. Data calon penerima BLT ini dikumpulkan oleh sebuah Tim yang terdiri dari 21 unsur dibawah pimpinan Kepala Desa dan dilakukan melalui jalur RT,RW dan Desa. Hasilnya dibahas dalam Musyawarah Desa, dievaluasi kemudian ditandatangani Kepala Desa. Selanjutnya disampaikan kepada Bupati / Walikota melalui Camat untuk disahkan. Lima hari setelah disampaikan ke Camat BLT sudah harus dicairkan. Karena datanya sudah melalui pengurus RT dan RW yang dianggap paling tahu mengenai kondisi setiap warganya, serta sudah diverifikasi, mestinya tak perlu terjadi kasus seperti tersebut di atas. Maka timbullah dugaan, mungkin dalam tahap ini ada permainan kongkalingkong untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Sebetulnya, bagaimana sih prosedur penyaluran bantuan BLT di pedesaan ini ? Dana BLT diambil dari alokasi Dana Desa dari APBN sesuai proporsi masing-masing. a) Desa penerima Dana Desa kurang dari Rp 800.000.000 (delapan ratus juta rupiah) mengalokasikan BLT-Dana Desa maksimal sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah Dana Desa. b) Desa penerima Dana Desa Rp 800.000.000 (delapan ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 1.200.000.000 (satu miliar dua ratus juta rupiah) mengalokasikan BLT-Dana Desa maksimal sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Dana Desa. c) Desa penerima Dana Desa lebih dari Rp 1.200.000.000 (satu miliar dua ratus juta rupiah) mengalokasikan BLT-Dana Desa maksimal sebesar 35% (tiga puluh lima persen) dari jumlah Dana Desa. d) Khusus desa yang jumlah keluarga miskin lebih besar dari anggaran yang dialokasikan dapat menambah alokasi setelah mendapat persetujuan Pemerintah Kabupaten/Kota. Untuk penyalurannya kepada yang berhak, yang bersangkutan menyerahkan KTP dan nomor rekening banknya kepada Sekdes atau Kaur yang selanjutnya akan mentransfer dana BLTnya. Menurut ketentuan Kepmen Desa dan DTT No. 6 Th.2020 pada Lampiran II huruf Q - penyaluran bantuan kepada penerima dilakukan dengan metode cash less atau non tunai. Artinya tidak dalam bentuk tunai. Maka untuk ini, seharusnya Tim mengarahkan dan membantu agar setiap penerima BLT Desa dapat memiliki rekening bank. Sehingga pembayaran langsung tunai seperti yang banyak dilakukan saat ini dapat dihentikan. Dan kasus-kasus pemotongan dan sebagainya itu tidak terjadi lagi.. Biasanya dalam cara pembayaran langsung tunai inilah permainan itu bisa terjadi. Bila petugas yang kurang iman dapat mudah tergoda. Berharap untuk bisa mendapatkan “uang lelah”. Tanpa mendapat bagian, dianggapnya hanya “kerja bakti”. Padahal mereka menjadi perangkat Desa adalah untuk melayani rakyat. Dan untuk jabatan itu dibayar Negara. Pembayaran yang seharusnya cepat, bisa jadi berlama-lama. Penerima harus antri berdesak-desak, kecuali kalau ia mau uangnya dipotong untuk “dana sukarela”. Atau dengan alasan lain seperti untuk dibagikan kepada mereka yang belum dapat. Untuk mencegah kerumunan warga yang mengantri berdesak-desakan sesuai dengan Protokol Kesehatan, mestinya Tim dapat mengatur jadwal pencairan untuk tiap wilayah Dusun, Rukun Keluarga/ Rukun Warga. Begitu sederhananya. Pada kesempatan itu, Tim Relawan melawan Covid 19 juga dapat lebih mendisiplinkan warga dengan jalan bagi yang tidak memakai masker pembayaran BLTnya akan ditunda. Mengenai protes pantas / tidak pantasnya seseorang mendapat bantuan BLT, maka transparasi atau keterbukaan seperti yang diperintahkan dalam Bab III Lampiran I Kepmen Desa PDTT ini harus benar-benar dilaksanakan. Seperti menempelkan daftar penerima BLT di papan-papan pengumuman Desa, RW, RT bahkan melalui media sosial seperti facebook, WA dll. Dengan demikian, setiap warga bisa terus ikut mengoreksi bila ada yang terasa janggal. Untuk menyeleksi warga yang benar-benar layak menerima bantuan, sebaiknya setiap calon penerima diminta menandatangani surat permohonan BLT yang didalamnya ada pernyataan seperti yang dipersyaratkan seperti kehilangan mata pencaharian, ada keluarga yang sakit kronis dan belum menerima bantuan lain dari pemerintah. Dengan demikian tak akan terjadi lagi ada orang yang mengembalikan bantuan, entah uang tunai atau dalam bentuk sembako. Di lain pihak, bila penerima bantuan ternyata memberikan keterangan tidak benar dapat dituntut secara hukum. ***

Contact Form

Name

Email *

Message *