Thursday, June 18, 2020

OKNUM POLISI KAMPUNGAN

Menyaksikan tayangan seorang oknum polisi di Polres Kepulauan Sula, Maluku Utara yang mengkriminalisasi Ismail Ahmad, seorang pengunggah humor Presiden RI ke 4 Gusdur di facebook telah menimbulkan reaksi negatif kepada intansi Kepolisian. Dalam suatu kesempatan , Abdurrahman Wahid yang juga mantan pimpinan tertiggi NU itu melempar guyonan bahwa pada masanya ada tiga polisi jujur. Yaitu patung polisi, polisi tidur dan Jenderal Polisi Hoegeng. Hal ini tentunya berkaitan dengan diprosesnya secara hukum beberapa perwira tinggi polisi beberapa waktu yang lalu. Tindakan oknum polisi ini memang sungguh berlebihan. Hanya mengunggah guyonan yang sudah bertahun-tahuh berlalu, sampai-sampai warga Kepulauan Sula ini harus dijemput paksa dari rumahnya. Diinterogasi di bagian reserse-kriminal, menunggu sampai malam dan dibuatkan proses-verbal. Maka pantaslah kalau oknum polisi ini berikut Kapolresnya diberi teguran dari pimpinan Polri. Entah mengapa Ismail Ahmad harus meminta maaf melalui konferensi pers. Seharusnya tak perlu meminta maaf, bahkan sebaliknya dia bisa mengadukan perlakuan itu ke Propam Polri. Kalau Gusdur memberikan penghormatan tinggi kepada sosok Hoegeng, mantan Panglima Angkatan Kepolisian (PANGAK) kemudian menjadi Kapori, memang wajar. Saat diangkat menjadi Pangdak Sumut dahulu, dia marah ketika seorang pengusaha mengirimkan sejumlah perabotan mahal ke rumah yang akan ditempatinya. Ia minta dikeluarkan. Begitu pula ketika diangkat menjadi PANGAK. Sebuah perusahaan importir mengirimkan sepeda motor terbaru kerumah untuk puteranya. Tapi lagi-lagi dia perintahkan untuk dikembalikan. Sebagai wartawan ketika itu, saya sering mengikuti kegiatan Kapolri di Mabes Polri. Seperti ketika bersama rekan-rekan wartawan lainnya naik Hercules menghadiri pelantikan para Capratar (Calon pajurit Taruna) ABRI di Magelang. Bahkan sekali saya sempat ke rumah dinasnya yang sederhana di Jalan Tambak dalam urusan naskah tulisannya berjudul “Godverdomen” yang akan dimuat di harian Kami. Hoegeng juga seorang seniman. Pada masanya siapa yang tak ingat Reog BKAK dengan Mang Dudung, Mang Diman dll. Semua pendukungnya anggota Polri yang humoris. Pak Hoegeng sendiri bersama isteri dan Mas Yos sering tampil di Radio Elshinta dan juga di TVRI dalam acara “The Hawaian Seniors”. Saat sulit dalam karier Hoegeng bermula ketika dia akan memproses secara hukum kasus penyelundupan mobil-mobil mewah oleh Robby Cahyadi. Ternyata penyelundup ini sengetahuan Presiden Soeharto. Ketika Hoegeng dipanggil ke Cendana, tempat kediaman Presiden, Robby Cahyadi ternyata sudah di sana. Permintaan agar kasus ini tidak diproses secara hukum ditolak Hoegeng. Bila dipaksakan, beliau akan memilih mundur sebagai Kapolri. Ia ditawarkan untuk menjadi dubes di Belgia, tapi Hoegeng memilih “lebih senang tetap di Indonesia bersama teman-teman”. Maka setelah dipensiun dini Hoegeng tetap aktif di Radio Elshinta dan di acara “The Hawaian Seniors” di TVRI. Tapi ketika ia ikut menandatangani Petisi 50 yang menyatakan keprihatinan terhadap kebijakan Presiden saat itu maka acara hiburan yang sering dinanti-nantikan banyak orang itupun dihentikan penguasa. Diantara tokoh penandatangan Petisi 50 ada mantan Gubernur KDKI Jakarta Ali Sadikin, Jend. Nasution, Mohamad Natsir, AM. Fatwa, Dra. SK Trimurti dll. Yang kurang diketahui umum dari sosok pribadi Hoegeng adalah jiwa sosial dan rasa belas kasihannya yang tinggi. Suatu hari, terjadi musibah kebakaran gerbong kereta api penumpang di Jakarta. Ada seorang anak perempuan bernama Uce yang sekujur tubuhnya mengalamui luka bakar yang parah. Terutama di bagian wajahnya. Diperlukan operasi besar untuk memulihkannya. Maka keluarga Hoegeng pun menyediakan diri untujk mengurusnya konon bahkan mengadopsinya sebagai anak angkat.***

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *